BerandaTafsir TematikTafsir Surat Al-Ahzab Ayat 33: Perempuan sebagai Pemeran Domestik dan Publik

Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 33: Perempuan sebagai Pemeran Domestik dan Publik

Pembahasan tentang perempuan merupakan tema yang sangat menarik untuk dikaji karena sisi-sisi keunikan dan keindahannya. Semisal pemahaman yang dimunculkan dari firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33, yang sering digunakan sebagai dalih menghalangi perempuan pergi keluar rumah. Sebagaimana hadis riwayat Ikrimah ra., ayat ini diturunkan berkenaan dengan para istri Nabi SAW.

Masyarakat Arab Madinah pada waktu itu memang masih menginsafi karakteristik patriarkal. Maka, pemimpin, tempat kekuasaan, organiasi dan lain sebagainya masih dikuasi dengan peran laki-laki. Dengan begitu, sangat wajar jika pada masa itu istri-istri Nabi SAW dilarang untuk keluar rumah kecuali jika alasan yang benar-benar mendesak dan diperbolehkan karena adanya tuntutan agama. Sebagaimana firman Allah SWT surat al-Ahzab Ayat :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرً

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (QS. al-Ahzab; 33)

Baca juga: Bolehkah Perempuan Menjadi Pemimpin Publik? Qiraah Maqashidiyah atas Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis

Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 33

Penafsiran surat Al-Ahzab ayat 33 memiliki ragam penafsiran dari beberapa mufasir, salah satunya ialah terjemahan dari Rereading The sacred Text frim a Woman’s Perspective, karya dari Amina Wadud menafsirkan bahwa Surat Al-Ahzab ayat 33 itu menggabungkan antara perintah yang ditujukan perempuan untuk  berdiam di rumah dan larangan untuk berpenamilan seperti orang Jahiliyah. Maksud dari bernampilan seperti orang Jahiliyyah adalah mengenakan pakaian tidak terhormat, mengundang hal negatif serta mengancam keamanan dirinya.

Kemudian, Sayyid Qutub dalam tafsirnya yaitu Fi Zilalil Quran memberikan penjelasan bahwa rumah tangga ialah tugas pokok seorang istri. Baik itu yang dimaksud ialah tugas domestik istri ketika dirumah. Akan tetapi konteks tersebut tidak tetap, maksudnya ialah bukan merupakan bagian dari pada tugas pokok.

Pernafsiran Sayyid Qutub ternyata juga seirama dengan Quraish Shihab. Hanya saja, Quraish Shihab menambahkan bahwa tugas pokok perempuan bukan terletak pada ada atau tidaknya hak perempuan untuk bekerja. Akan tetapi, Islam tidak cenderung mendorong perempuan untuk keluar rumah, kecuali untuk keperluan yang sangat mendesak. Dalam hal ini, dikatakan perempuan sah saja jika keluar rumah, dan meskipun perempuan dianggap bahwa tugas pokok perempuan dirumah, tidak menjadi penghalang untuk perempuan bisa pergi keluar rumah.

Baca juga: Tafsir Surat An-Nisa Ayat 34: Mengakui Keberadaan Perempuan Sebagai Kepala Keluarga

Hukum perempuan keluar rumah untuk bekerja

Terkait apakah kaum perempuan boleh keluar rumah untuk bekerja atau akrab disebut aktivitas publik, bisa disimpulkan dari beberapa keterangan mufasir di atas, bahwa kaum perempuan boleh bekerja di luar rumah dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan syarat tetap menjaga kehormatan dan kesucian diri baik bagi perempuan yang belum atau sudah bersuami. Dan perlu di garis bawahi bahwa permasalahannya adalah bukan terletak pada berdiam atau tidak berdiamnya di rumah, melainkan adalah tugas dan kewajiban perempuan mengerjakan tugas domestik dalam rumah tangga.

Jika seorang istri ternyata telah menyelesaikan pekerjaan domestik di rumah dengan baik, maka perempuan boleh saja bekerja di luar rumah, yakni pekerjaan yang baik untuk perempuan dan tidak mengandung dampak negatif. Kemudian bagi istri yang sudah tercukupi kebutuhannya, bisa cukup berdiam diri saja dirumah atau jika tetap memutuskan untuk berkeja, maka diniatkan untuk mengamalkan ilmu atau untuk beribadah. Misalnya saja, pada masa Rasulullah yakni kalangan sahabat dan kalangan tabiin, selain Aisyah ra, ada nama nama perempuan dalam tokoh peperangan, ada Ummu Salamah, Laila Ghafariyah, Shafiyah. Ini membuktikan bahwa Rasulullah juga memperbolehkan kaum perempuan keluar dengan tujuan kemaslahatan.

Baca juga: Perempuan dan Hak untuk Bekerja dalam Kisah Dua Putri Nabi Syu’aib

Kemudian, jika dikaitkan dengan fakta historis bahwa pada zaman Nabi, sahabat, tabi’in dan sekarang pun juga memberikan ruang kepada perempuan untuk berkecimpung dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan serta beberapa kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. Surat Al-Ahzab ayat 33 yang telah di sebutkan juga di kroscek pada hadis dan dibenturkan dengan konteks keadaan dinamika masyarakat yang terus mengalami perubahan. Wallahu a’lam[]

Norma Azmi Farida
Norma Azmi Farida
aktif di Cris Foundation (Center For Research of Islamic Studies) Redaktur Tafsiralquran.id
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU