BerandaTafsir TematikTafsir Surat al-Ma’arij Ayat 19 – 21: Sifat Buruk Manusia

Tafsir Surat al-Ma’arij Ayat 19 – 21: Sifat Buruk Manusia

Artikel ini mengulas soal penciptaan manusia dan karakter dan sifat buruk yang dimiliki manusia. Sebagai makhluk lemah, manusia memiliki banyak kekurangan. Tidak sepatutnya ia menyombongkan diri. Berikut firman Allah Swt dalam Surat al-Ma’arij Ayat 19-21: 

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا () إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا () وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan (harta) ia amat kikir.” (Q.S. Al-Ma’arij: 19-21)

Ayat di atas menegaskan bahwa pada umumnya manusia itu suka mengeluh. Mereka punya sifat buruk berupa keinginan (ambisi) yang berlebihan, sedikit kesabaran, banyak berkeluh kesah. Jika ditimpa kesulitan berupa kemiskinan atau sakit, mereka banyak mengeluh, meratapi nasib, mengutuk keadaan, serta diliputi kesedihan berkepanjangan.

Tetapi sebaliknya, jika diberi kebaikan dan kemudahan berupa kesehatan yang sempurna, kekayaan melimpah, pangkat yang tinggi, jabatan yang prestisius, mereka cenderung bersifat kikir, sombong dan tidak peduli dengan orang lain.

Itulah beberapa sifat buruk manusia pada umumnya. Ketika kesulitan hidup datang mendera. Dia merasa seolah-olah langit akan runtuh, bumi bergoncang dan dunia akan kiamat. Dia kabarkan ke setiap orang yang dijumpainya bahwa dia tengah dalam kesulitan dan kesengsaraan.

Dia ceritakan penderitaannya kepada semua orang. Dia ingin orang lain tahu bahwa dia sedang dalam keadaan susah, dengan harapan setiap orang akan iba dan menaruh belas kasihan kepadanya. Dia tidak pernah berpikir sedikit pun tentang karunia serta nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Dia hilangkan semua kebaikan Allah kepadanya.

Di sisi lain, ketika dia tengah diliputi kebaikan dan kemudahan hidup. Lagi-lagi sifat buruknya muncul. Dia menjadi orang yang sangat kikir, tidak mau berbagi sedikit pun kebahagiaan yang dimilikinya kepada orang lain. Dia simpan dan genggam erat-erat nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.

Dia berbangga diri dengan kekayaan melimpah yang dimilikinya. Dia menjadi jumawa dengan jabatan dan kedudukan yang telah berhasil direngkuhnya. Dia menjadi sombong dengan segala yang dimilikinya. Dia lupa bahwa semua yang saat ini ada dalam kehidupannya adalah nikmat Allah yang diberikan kepadanya. Semua yang dimilikinya sesungguhnya hanyalah titipan Allah semata.

Untuk menyadarkan kita semua akan sifat buruk tersebut, ada baiknya kita menyimak uraian ayat ke-26 dari Q.S. Ali Imran berikut ini: “Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.””

Secara tegas ayat di atas menunjukkan bahwa segala kekuasaan, kelimpahan harta, kedudukan yang tinggi yang ada pada manusia semua berasal dari Allah Swt. Sebaliknya, segala kehinaan, kerendahan, ketidakberdayaan akan Allah hadirkan kepada mereka yang terlena dan terbuai oleh tipu daya gemerlap dunia.

Betapa banyak kita saksikan dalam kehidupan ini, orang-orang yang Allah karuniai kekuasaan, kelimpahan rezeki, kedudukan dan jabatan yang tinggi, tetapi alih-alih bersyukur justru mereka lalai dan terlena dengan nikmat tersebut. Mereka gunakan kekuasaan, kekayaan yang melimpah, serta kedudukan yang tinggi itu untuk berbuat maksiat kepada Allah.

Mereka banggakan kekuasaan, kekayaan, dan jabatan yang dimilikinya. Mereka menjadi manusia-manusia yang angkuh dan sombong. Mereka juga sangat kikir. Mereka enggan membelanjakan harta dan kekayaannya di jalan Allah. Mereka memilih untuk menempuh hidup dalam kemewahan.

Padahal, Al-Quran mengisahkan sejumlah peristiwa penting dalam sejarah kemanusiaan. Fir’aun, adalah simbol penguasa zalim, angkuh dan sombong, bahkan menyatakan dirinya sebagai tuhan. Dia dan kekuasaan yang dimilikinya lenyep seketika seiring ditenggelamkannya di laut merah.

Qarun adalah simbol manusia kaya raya yang sombong dengan kekayaan yang dimilikinya, yang akhirnya habis riwayatnya ditelan perut bumi. Haman adalah perlambang pejabat negara yang menghalalkan segala cara untuk melanggengkan jabatan dan kedudukaannya; menjilat penguasa, membodohi rakyat, mementingkan diri sendiri, yang tamat riwayatnya bersama Fir’aun di tenggelamkan Allah di laut merah.

Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?

Didi Junaedi
Didi Junaedi
Dosen Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAIN Syekh Nurjati Cirebon
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

0
Manusia hidup dan berkembang seiring perubahan zaman. Berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang teknologi, sosial, ekonomi, dan budaya terus berubah seiring berjalannya waktu....