Akhir yang indah didapat oleh Habib al-Najjar. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemuda itu meninggal dengan indah dan penuh kebahagiaan karena kukuh mempertahankan keimanannya. Ia pun tidak membenci kaum Antokiah yang telah mencelakakannya. Ia tidak dendam sedikitpun. Pesan damai selalu ia ungkapkan bahkan menjelang ajalnya.
Mengenai pesan damai ini termaktub dalam Tafsir Surat Yasin Ayat 26-27. Tidak hanya pesan damai, ia pun termasuk orang-orang yang dimuliakan oleh Allah swt. Redaksi lengkapnya sebagai berikut:
قِيْلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ ۗقَالَ يٰلَيْتَ قَوْمِيْ يَعْلَمُوْنَۙ
بِمَا غَفَرَ لِيْ رَبِّيْ وَجَعَلَنِيْ مِنَ الْمُكْرَمِيْنَ
“Dikatakan (kepadanya), “Masuklah ke surga.” Dia (laki-laki itu) berkata, “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui,”
“apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang telah dimuliakan.” (Surat Yasin Ayat 26-27)
Setelah Habib menyampaikan nasehatnya, ia menerima tanggapan kurang baik dari kaum Antokiah. Suyuti mengatakan ia dirajam hingga meninggal dunia. Seketika, menjelang kematiannya, malaikat menyeru kepadanya “udkhul al-jannah”(Masuklah ke surga). Terkait dengan ini terdapat beberapa perbedaan apakah ia masuk surga dengan keadaan hidup atau dalam keadaan meninggal dunia.
Muhammad al-Shawi dalam Hasyiah al-Shawi mengatakan ada dua pendapat mengenai apakah ia masuk surga dalam keadaan hidup atau meninggal. Pendapat pertama mengatakan bahwa Habib diangkat kesurga dalam keadaan hidup sebagaimana Nabi Isa as. Pendapat kedua Habib dimasukkan ke surga ketika meninggal dunia. Penulis rasa pendapat terakhir ini lebih make sense daripada yang pertama, sebagaimana pendapat Quraish Shihab.
Dalam Tafsir Al Misbah, Shihab mengatakan bahwa masuknya seseorang ke surga atau neraka tidak akan terlaksana sebelum terjadinya kiamat besar dan kebangkitan dari kubur. Menguatkan pendapat kedua ini, Ibnu Katsir mengutip dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa kalimat dalam ayat 26 ini merupakan nasiha ketika sudah meninggal. Sedangkan nasihat ketika hidup adalah ayat 25.
Hal ini pun sesuai jika merujuk pada hadis yang menceritakan tentang kebingungan di padang mahsyar, sebagaimana hadis nomor 6080 dalam Sahih Bukhari atau hadis nomor 284 dalam Shahih Muslim. Kiranya terlalu panjang jika hadisnya dikutip dalam artikel singkat ini.
Namun kesimpulannya adalah pendapat mengenai apakah Habib diangkat ke surga ketika hidup atau setelah mati, pendapat yang kedua memang lebih masuk akal. Sebagaimana dinyatakan pula oleh al-Bantani bahwa Habib meninggal sebagai syahid dan mendapatkan anugerah sebagaiamana syuhada’ pada umumnya.
Mengutip dari Mujahid, Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim mengatakan bahwa Allah swt memperlihatkan wujud ganjaran yang akan ia dapat. Begitu istimewanya ganjaran itu sehingga ia berharap kaum Antokiah juga mendapatkan ganjaran itu. Hal tersebut terungkap dalam ya laita qaumi ya’lamun (Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui).
Ibnu Katsir juga mengutip dari Qatadah bahwa Habib sangat berharap kepada Allah swt agar menampakkan juga ganjaran itu kepada kaum Antokiah, sebagaimana Allah tampakkan kepadanya agar kaum antokiah mengurungkan niat untuk merajamnya. Namun sayang, kaum Antokiah sudah terhijab oleh keingkarannya sehingga Habib meninggal dalam keadaan dirajam dan Allah swt memasukkannya dalam golongan al-mukramin (orang-orang yang dimuliakan).
al-mukramin ini merupakan bentuk ganjaran yang diberikan oleh Allah swt kepada Habib al-Najjar selain pengampunan Allah swt. Tidak semua orang termasuk dalam golongan al-mukramin ini. Thaba’taba’i menggaris bawahi bahwa al-Qur’an tidak menyandangkan sifat ini –dalam bentuk mutlak- kecuali kepada dua kelompok.
Pertama kepada malaikat dan kedua kepada hamba-hambanya yang tulus dan murni yang dipiilihNya sendiri untuk mengabdi kepadaNya semata. Meskipun Allah swt menganugerahkan kemuliaan kepada seluruh makhluknya, namun tidak semua makhluk termasuk dalam golongan al-mukramin ini. Al-Bantani menambahkan bahwa iman dan amal salih akan mengantarkan seseorang kepada derajat al-Ghufran (pengampunan) dan al-ikram (pemuliaan).
Salah satu contoh Sahabat yang mendapatkan derajat al-Mukramin ini adalah Urwah bin Mas’ud. Ia termasuk golongan ini berdasarkan hadis yang diriwakatkan oleh Abi Hatim bahwa suatu saat Urwah meminta Nabi untuk mengutus dirinya kepada kaumnya, yakni Bani Tsaqif, untuk menyeru kepada kaumnya untuk memeluk Islam. Nahas, dirinya dipanah oleh salah satu kaumnya dan Nabi saw berkata: “Urwah ini seperti tokoh dalam surat Yasin (Habib al-Najjar).
Keteguhan iman dan kontinyu dalam ibadah dan dakawah akan berkahir indah sebagaimana yang telah dialami oleh Habib al-Najjar. Selain itu, perlu diingat bersama bahwa Habib melakukan dakwahnya dengan tulus dan santun. Ia mengungkapkan argumentasi-argumentasi cerdas. Meskipun pada akhirnya kematiaannya tragis, sebelum kematiannya ia tetap berharap kaumnya mendapatkan ganjaran dan kebahagiaan sebagaimana ia dapatkan.
Kiranya sekian penjelasan singkat tafsir surat Yasin ayat 26-27. Nantikan penjelasan berikutnya. Wallahu A’lam bi al-Sawab.