Ketika memasuki usia dewasa, manusia seringkali merisaukan berbagai masalah kehidupan, seperti keuangan, pekerjaan, apakah ia akan memiliki pasangan dan sebagainya. Hal ini wajar dilakukan, karena ketika memasuki usia dewasa, manusia mengalami proses pematangan jasmani dan pikiran. Kematangan tersebut membuatnya ingin memiliki pasangan hidup.
Secara fitrah – selain makhluk sosial – manusia akan mencari pasangan hidup untuk menjalani kehidupan dunia dan meneruskan keturunan. Pada satu sisi, memiliki pasangan merupakan kebutuhan biologis bagi manusia. Di sisi lain, memiliki pasangan juga merupakan kebutuhan psikis, karena pasangan seringkali dianggap sebagai orang yang dapat mendukung seseorang secara mental.
Naluri manusia untuk memiliki pasangan ini juga disebutkan dalam Al-Qur’an. Bahkan tidak hanya manusia, Allah Swt menyebutkan bahwa setiap makhluk ciptaan-Nya memiliki pasangan mereka masing-masing. Dengan demikian, berpasang-pasangan – baik berdasarkan lawan jenis maupun kesamaan individu – merupakan sesuatu yang kodrati dari Ilahi. Laki-laki adalah pasangan perempuan dan begitu pula sebaliknya.
Lebih jauh, Paul Dirac, seorang ilmuwan peraih Nobel fisika, menyebutkan dalam temuan Parite-nya bahwa, “Setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan dan hubungan ketidakpastian menunjukkan kepada kita bahwa adanya penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan yang terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat.”
Jauh sebelum Dirac, diskursus mengenai pasangan juga banyak disebutkan oleh Al-Qur’an. Tercatat setidaknya ada 26 ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai pasangan (jodoh) dan tersebar dalam berbagai surah. Sebagian besar ayat tersebut berbicara mengenai fitrah makhluk berpasang-pasangan, pasangan berasal dari jenis serupa, dan tujuan Allah Swt menciptakan makhluk secara berpasangan.
Tafsir Surah Yasin [36] Ayat 36: Setiap Makhluk Memiliki Pasangan
Salah satu ayat yang menyebutkan bahwa setiap makhluk ciptaan Allah Swt memiliki pasangan – termasuk manusia – adalah surah surah Yasin [36] ayat 36 yang berbunyi:
سُبْحٰنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْاَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ ٣٦
“Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”
Menurut Quraish Shihab, Ayat di atas merupakan jawaban terhadap kedurhakaan orang kafir pada ayat 35. Ini mempertegas bahwa Allah Swt Maha suci dan Dia adalah Tuhan yang menciptakan segala tumbuhan dan menumbuhkan buah-buahan dengan cara menciptakan pasangan bagi masing-masing. Dengan itu, Maka Allah Swt – Sang pencipta – Maha Suci dari segala kekurangan dan sifat buruk (Tafsir Al-Misbah [11]: 538).
Pada ayat ini Allah Swt seakan-akan berfirman, “Dialah Tuhan Yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, pasangan yang berfungsi sebagai jantan dan betina, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi seperti kurma dan anggur, dan demikian juga dari diri mereka sendiri sebagai manusia, di mana mereka terdiri dari lelaki dan perempuan serta demikian pula dari apa yang tidak atau belum mereka ketahui baik makhluk hidup maupun benda mati.”
Menurut sebagian ulama tafsir, makna kata azwaj atau pasangan hanya diperuntukkan bagi makhluk hidup saja, tidak termasuk benda mati. Dalam Tafsir al-Muntakhab disebutkan bahwa, “Kata ‘min’ dalam surah Yasin [36] ayat 36 berfungsi sebagai penjelas (min bayaniyyah). Artinya, Allah Swt telah menciptakan pejantan dan betina pada semua makhluk-Nya, baik tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia dan makhluk lainnya yang kasat mata atau tak terjangkau manusia.”
Pendapat di atas ditolak oleh Quraish Shihab. Menurutnya – berdasarkan pendapat ar-Raghib al-Ashfahani – kata azwaj adalah bentuk jamak dari kata zauj yakni pasangan. Kata ini digunakan untuk masing-masing dari dua hal yang berdampingan (bersamaan), baik jantan maupun betina, binatang (termasuk binatang berakal yakni manusia) dan juga digunakan menunjuk kedua yang berpasangan itu.
Selain itu, kata zauj juga digunakan menunjuk hal yang sama bagi selain binatang seperti alas kaki. Selanjutnya, ar-Raghib juga menegaskan bahwa keberpasangan tersebut bisa akibat kesamaan dan bisa juga karena bertolak belakang. Pendapat ini didasarkan pada segi teori kebahasaan. Ayat-ayat Al-Qur’an pun menggunakan kata tersebut dalam pengertian umum, bukan hanya untuk makhluk hidup (Tafsir Al-Misbah [11]: 539).
Dalam ayat lain Allah Swt juga berfirman:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ٤٩
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).” (Adz-Dzariyat [51]: 49).
Oleh sebab itu, ada siang ada malam, ada senang ada susah, ada atas ada bawah, demikian seterusnya. Semua makhluk memiliki pasangan. Hanya Sang Khalik, yakni Allah Swt yang tidak memiliki pasangan, tidak ada pula tandingan-Nya, tidak ada bandingan-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya, dan tidak ada sekutu-Nya. Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Perkasa yang telah menciptakan setiap makhluk secara berpasang-pasangan. Wallahu a’lam.