BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiTafsir Tarbawi: Dua Pantangan yang harus dijauhi bagi Pelajar

Tafsir Tarbawi: Dua Pantangan yang harus dijauhi bagi Pelajar

Dalam menuntut ilmu, ada beberapa pantangan yang harus dijauhi bagi seorang pelajar. Pantangan tersebut menyangkut kebermanfaatan dan keberkahan ilmunya. Selain pantangan yang harus dihindari, ada baiknya seorang pelajar berlaku wara’ (bersikap hati-hati dan menjauhi dari hal-hal yang syubhat). Anjuran ini ditegaskan Allah swt dalam firman-Nya Q.S. al-Nur ayat 30 yang akan kami ulas di bawah ini. Simak selengkapnya.

Menjaga Pandangan

Pantangan pertama adalah menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan oleh-Nya. Perintah ini tersurat pada lafadz yaghuddu min absharihim. Oleh al-Tabari dalam Jami’ al-Bayan, menjaga pandangan yang dimaksud adalah mereka berhenti melihat apa yang ingin mereka lihat, yang dilarang Tuhan untuk mereka lihat (يكفوا من نظرهم إلـى ما يشتهون النظر إلـيه مـما قد نهاهم الله عن النظر إلـيه). Allah swt berfirman,

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang mereka perbuat. (Q.S. al-Nur [24]: 30)

Senada dengan al-Tabari, Ibn Katsir dalam tafsirnya menyatakan bahwa ayat tersebut merupakan perintah dari Allah swt yang ditujukan kepada hamba-hambaNya yang beriman, tak terkecuali bagi pelajar, agar mereka menahan pandangan matanya terhadap hal-hal yang diharamkan bagi mereka. Dalam hal ini, Ibn Katsir menegaskan janganlah bagi pelajar melihat kecuali kepada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat dan hendaklah mereka menahan pandanganya dari wanita-wanita yang bukan mahramnya.

Demikian pula al-Shabuni dalam Shafwah al-Tafasir bahwa tujuan menundukkan pandangan agar tidak tergoda dan gagal fokus sehingga menghilangkan tujuan semula. Selain itu agar mencukupkan pandangan pada sesuatu yang dihalalkan-Nya (لأن المراد غض البصر عما حرَّم الله لا عن كل شيء فحذف ذلك اكتفاءً بفهم المخاطبين). Bagi pelajar, tujuan menjaga pandangan tidak lain supaya bisa istikamah belajar, mempermudah hafalan atau mudah memahami materi dan melatih nafsunya dengan baik.

Baca Juga: Kedudukan Guru Menurut Tafsir Surah Hud Ayat 88

Pertanyaannya kemudian, lantas bagaimana jika tidak sengaja melihat sesuatu yang dilarang? Dalam hal ini, kita patut merujuk pada sabda Nabi saw yang berpesan kepada menantunya, Sayyidina Ali,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَلِيٍّ: يَا عَلِيُّ، لَا تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النظرةَ، فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَ لَكَ الْآخِرَةُ

“Hai Ali, janganlah kamu mengikutkan suatu pandangan ke pandangan berikutnya, karena sesungguhnya engkau hanya diperbolehkan menatap pandangan yang pertama, sedangkan pandangan yang berikutnya tidak boleh lagi bagi kamu.”

Menjaga Kemaluan dari Perzinahan

Pandangan kedua bagi pelajar adalah menjaga kemaluan dari perzinahan (yahfadzu furujahum). Menjaga kemaluan ini, menurut al-Tabari, salah satu caranya adalah dengan mengenakan pakaian yang menutupi sesuai batasan auratnya, jangan justru diumbar. Di dalam kitab Shahih al-Bukhari, sebagaimana dikutip Ibn Katsir disebutkan,

مَنْ يَكْفُلْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيه وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ، أَكْفُلْ لَهُ الْجَنَّةَ

“Barang siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara kedua rahangnya (yakni memelihara lisannya) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (yakni memelihara kemaluannya), niscaya aku menjamin surga untuknya”.

Memelihara kemaluan itu adakalanya mengekangnya dari perbuatan zina, seperti yang disebutkan Allah swt dalam surat Al Mu’minun ayat 5, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya”. Bahkan, menurut al-Shabuni dalam Shafwah al-Tafasir, ia menyebutkan,

هو أن النظر بريد الزنى ورائد الفجور، وهو مقدمة للوقوع في الخطر

“Berawal dari pandangan merambah pada perzinahan dan keinginan seksual, dan itu adalah awal untuk jatuh ke dalam jurang kehinaan”.

Oleh karena itu, Allah swt menutup ayat tersebut dengan ungkapan yang sangat menyejukkan dzalika azka lahum yang berarti barang siapa yang mampu menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya dari hal-hal yang diharamkan Allah baginya bernilai kesucian dan kemuliaan di sisi-Nya. Dalam tafsir Ibn Katsir, lebih suci bagi hati mereka dan lebih bersih bagi agama mereka sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama, “Barang siapa yang memelihara pandangan matanya, Allah akan menganugerahkan cahaya pada pandangan (kalbu)nya”. Menurut riwayat lain disebutkan dalam hatinya.

Hikmah Menundukkan Pandangan dan Menjaga Kemaluan

Salah satu hikmah menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan bagi seorang pelajar adalah dimudahkan ia dalam menghafalkan dan memahami materi yang diajarkan oleh guru. Hal ini dikatakan sendiri oleh Imam Syafi’i jikalau seorang pelajar terlalu banyak maksiat, termasuk dua hal tersebut, dipastikan akan sulit dalam mencerna suatu ilmu. Sebagaimana dinyatakan dalam syairnya kepada gurunya, Syekh Waqi’,

شَكَوتُ إِلى وَكيعٍ سوءَ حِفظي # فَأَرشَدَني إِلى تَركِ المَعاصي

وَأَخبَرَني بِأَنَّ العِلمَ نورٌ #  وَنورُ اللَهِ لا يُهدى لِعاصي

Imam Syafi’i berkata, “Kuadukan buruknya hafalanku kepada Syekh Waqi’, lalu beliau menyuruhku meninggalkan maksiat. Sesungguhnya kuatnya hafalan itu merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah dan kuatnya hafalan itu tidak diberikan kepada orang yang berbuat maksiat”. Dalam terjemahan yang lain disebutkan, “Karena sesungguhnya ilmu itu nur (cahaya) dan nur Allah tidak diberikan kepada ahli maksiat”.

Syekh az-Zarnuji dalam Ta’lim Muta’allim juga menegaskan di antara hal-hal yang dapat merusak hafalan salah satunya adalah banyak berbuat maksiat dan banyak dosa (al-ma’ashi wa katsratu al-dzunub). Bagi pelajar hendaknya bersikap wara’ (menjaga) dalam menuntut ilmu. Wara’ adalah perbuatan menjauhi segaa perbuatan dari hal-hal yang syubhat (tidak jelas kehalalannya atau keharamannya). Sebagian ulama meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah saw, Beliau bersabda, “

مَنْ لَمْ يَتَوَرَّعْ فِي تَعَلُّمِهِ اِبْتَلاَهُ اللهِ تَعَالَى بِأَحَدِ ثَلاَثَةِ أَشْيَاءَ: اِمَّا اَنْ يُمِيْتَهُ فِي شَبَابِهِ اَوْ يُوْقِعَهُ فِى الرَّسَاتِيْقِ اَوْ يَبْتَلِيَهُ بِخِدْمَةِ السُّلْطَانِ

“Barang siapa tidak berlaku wara’ ketika belajar ilmu, maka dia akan diuji oleh Allah dengan salah satu dari tiga macam ujian, yaitu mati muda, ditempatkan bersama orang-orang bodoh, atau diuji menjadi pelayan pemerintah”.

Lanjut Syekh Az-Zarnuji, pelajar yang bersifat wara’ ilmunya lebih berkah dan bermanfaat. Belajarnya lebih mudah. Termasuk sifat wara’ ialah menundukkan atau menjaga pandangan dari melihat sesuatu yang diharamkan-Nya dan menjaga kemaluannya dari perzinahan. Semoga pembaca sekalian dapat menundukkan pandangan dari sesuatu yang diharamkan oleh-Nya dan mampu menjaga kemaluan dengan baik agar timbu keberkahan dan kemanfaatan ilmu yang kita miliki. Amin. Wallahu A’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...