Amr ma’ruf nahi munkar (memerintah kebaikan dan mencegah kemungkaran) merupakan term yang tidak asing lagi bagi umat Islam, bahkan sebagian dari mereka menganggap bahwa amr am’ruf nahi munkar adalah kewajiban bagi setiap muslim, sehingga jika tidak melaksanakannya, maka keislaman seseorang masih belum sempurna.
Istilah Amr ma’ruf nahi munkar diperkenalkan oleh al-Qur’an di empat ayat dalam tiga surat. Yaitu QS. Ali Imran [3]: 104, 110, an-Nisa’ [4]: 114 dan at-Taubah [9]: 71
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ar-Razi dalam tafsirnya, Mafatih al-Ghaib membedakan posisi amr ma’ru>f nahi> munkar dalam keempat ayat ini:
- Pada Ali Imran ayat 104 dan 110, amr ma’ruf nahi munkar diposisikan sebagai kewajiban bagi umat Islam yang harus dilaksanakan, baik dengan tangan, lisan maupun hatinya. Ada dua kewajiban lain yang disebut dalam ayat ini, yaitu mengajak pada kebaikan (ayat 104) dan beriman kepada Allah (ayat 110)
- Pada an-Nisa’ ayat 114, amr ma’ruf dipahami sebagai satu dari tiga perbuatan baik (perbuatan yang mendatangkan manfaat dan menolak mudarat) yang diinformasikan dalam ayat ini. Pertama yaitu sadaqah (kebaikan dalam hal materi/ jasmaniyah). Kedua, ma’ruf (kebaikan ruhaniyah seperti menyempurnakan akal dengan ilmu dan menyempurnakan amal dengan perbuatan yang baik. Atau dengan kata lain amr ma’ruf). Ketiga, berdamai di antara manusia (sebagai bentuk menolak kemudaratan).
- Pada at-Taubah ayat 71, amr ma’ruf nahi munkar merupakan dua dari lima sifat orang mukmin yang membedakannya dengan orang munafik. Tiga sifat yang lain yaitu mendirikan shalat, membayar zakat dan patuh kepada Allah dan RasulNya.
Penjelasan Ar Razi tersebut memberikan alternatif pemahaman bagi orang Islam tentang makna dan kandungan amr ma’ruf nahi munkar. Memang benar bahwa amr ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban setiap muslim, tetapi harus tetap diingat bahwa hal itu bukan satu-satunya kewajiban, ada kewajiban lain yang juga menuntut orang Islam untuk melaksanakannya, seperti beriman kepada Allah dengan segala bentuk dan implementasinya.
Krtiteria lain yang juga harus ada dalam implementasi atau praktik dari amr ma’ruf nahi munkar yaitu mendatangkan kebaikan dan menolak kemudharatan. Maka jika ada pada praktiknya, ia ternyata menghadirkan mudharat tentu bukan ini yang dimaksud oleh amr ma’ruf nahi munkar, perlu ada evaluasi dari pelaksanannya. Di saat seperti ini kita harus ingat pada salah satu kaidah fiqih, Dar’ul Mafasid Muqaddam ‘Ala Jalbil Mashalih (menolak kerusakan diprioritaskan daripada mendatangkan kebaikan).
Selain itu, dengan mengajak pada kebaikan dan di saat yang sama juga mencegah kemungkaran, seseorang berarti telah peduli terhadap sekitarnya, tidak egois memikirkan dirinya sendiri. Inilah ciri-ciri orang yang beriman. al-Qur’an juga menyinggungya di kesempatan lain di surat al-‘Ashr, sesungguhnya manusia itu dalam kedaan merugi kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih (mengimplementasikan imannya dalam bentuk tindakan nyata) dan saling mengingatkan dalam hal kebaikan dan kesabaran (peduli terhadap orang-orang dan lingkungan sekitarnya).
Jika ingin mengajak pada kebaikan, lakukanlah dengan cara yang baik, pun ketika mencegah perbuatan yang buruk, lakukan dengan cara yang baik pula. Wallahu A’lam