Ketika seseorang ingin melakukan kajian terkait Al-Qur’an, mungkin saja ia merasa kebingungan dalam menentukan tema penelitian. Kebingungan ini biasanya disebabkan dua alasan, yakni: Pertama, ketidaktahuan terhadap ruang lingkup kajian Al-Qur’an sehingga tidak ada gambaran sedikit pun tentang penelitian yang akan dilakukan. Kedua, kesulitan menemukan gap pada tema yang telah ditentukan sehingga tidak mampu merumuskan masalah penelitian.
Kedua masalah di atas adalah peristiwa yang sering ditemui – hal mendasar – terutama bagi mahasiswa tingkat akhir yang akan melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir. Terlepas dari alasan yang melatarbelakanginya, problem ini harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, artikel ini akan berusaha memberikan beberapa tips menentukan tema penelitian terkait Al-Qur’an, sebagai berikut:
1. Memilih ruang lingkup kajian
Hal pertama yang harus dilakukan adalah memilih raung lingkup kajian Al-Qur’an yang ingin diteliti. Ruang lingkup kajian Al-Qur’an dapat dibagi kepada dua bidang, yaitu: Pertama, dirasah fi al-qur’an nafsihi atau kajian terhadap Al-Qur’an itu sendiri, mulai dari teks hingga pemaknaannya. Kedua, dirasah ma hawla al-qur’an atau kajian ekstra teks Al-Qur’an, mulai dari sejarah hingga living Qur’an.
Baca Juga: Lulusan Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Haruskah Jadi Mufasir?
Dua bidang kajian ini – sebagaimana disampaikan Amin al-Khuli dalam Manahij al-Tajdid fi al-Nahwi wa al-Balaghah wa al-Tafsir wa al-Adab – harus dipahami terlebih dahulu dalam konteks studi Al-Qur’an. Dari keduanya kemudian mengerucut tema-tema kajian Al-Qur’an seperti penafsiran, kitab tafsir, naskh mansukh, pemikiran tokoh, dan living quran.
Pada tahap ini, seseorang harus memilih bidang kajian Al-Qur’an yang ingin ditekuninya dan sebaiknya bersesuaian dengan keahlian atau kesukaannya. Misalnya, dari sekian banyak diskursus Al-Qur’an dan tafsir, seseorang sangat menyukai kajian tafsir Nusantara. Dalam konteks ini, ia bisa memilih bidang tersebut sebagai ruang lingkup penelitiannya sebelum menentukan tema penelitian secara spesifik.
2. Menentukan tema penelitian
Setelah memilih ruang lingkup kajian Al-Qur’an, seseorang harus melakukan telaah singkat untuk mencari tema-tema yang mungkin untuk dikaji dan dialami. Sebagai contoh, seseorang yang ingin mengkaji tafsir Nusantara harus menentukan tema spesifik dari tafsir Nusantara yang akan diangkat seperti tafsir, tokoh mufasir, perkembangan tafsir, dan resepsi masyarakat terhadap Al-Qur’an.
Dalam tahap ini, seseorang sebaiknya memilih tema menarik untuk diangkat, khususnya tema-tema yang jarang atau sedikit sekali diteliti oleh orang lain. Hindari tema-tema yang sudah banyak dikaji, karena nanti ia mungkin akan kesulitan mencari gap atau celah dari penelitian terdahulu. Semakin sedikit tema tersebut diangkat, maka semakin menarik dan memungkinkan untuk dikaji.
3. Melakukan telaah pustaka
Ketika seseorang sudah menentukan tema penelitian, ia sebaiknya melakukan telaah pustaka terkait tema tersebut. Hal ini bertujuan untuk memastikan apakah sudah ada penelitian tentang tema itu sebelumnya sekaligus mencari gap atau ruang kosong pada tema tertentu. Tanpa telaah pustaka terkait tema penelitian, seseorang bisa saja melakukan plagiasi tidak langsung karena itu sudah diteliti.
Telaah Pustaka atau literature review adalah bahan yang tertulis berupa buku, jurnal yang membahas tentang topik yang hendak dikaji oleh seorang peneliti. Tinjauan pustaka membantu peneliti dalam melihat ide-ide, pendapat, dan kritik tentang topik tersebut yang sebelumnya telah dibangun dan dianalisis oleh para ilmuwan terdahulu.
Randolph mendefinisikan telah pustaka sebagai, “As an information analysis and synthesis, focusing on findings and not simply bibliographic citations, summarizing the substance of the literature and drawing conclusions from it,” yakni sebuah analisis dan sintesis informasi yang berfokus pada temuan dan bukan sekadar kutipan bibliografi, meringkas substansi literatur dan menarik kesimpulan darinya (A Guide to Writing the Dissertation Literature Review).
Telaah pustaka penting dilakukan untuk melihat dan menganalisis nilai tambah penelitian yang akan dilakukan dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Melalui hal ini seorang peneliti dapat melakukan pemetaan kajian topik tertentu secara menyeluruh dan menjadikan itu sebagai pijakan untuk melakukan penelitian (Scientific Research in Education).
John W. Creswell menyebutkan, seorang peneliti harus meninjau ulang tentang topik terkait penelitiannya secara ekstensif-intensif sebelum merancang sebuah proposal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menjelajahi penelitian terdahulu terkait topik atau tema yang akan dikaji. Kemudian, ia harus melakukan pemetaan pustaka tersebut dengan mengklasifikasikannya kepada beberapa variabel dan menghubungkannya dengan penelitian yang akan dilakukan.
4. Menyusun proposal penelitian
Setelah dipastikan bahwa tema yang diangkat memiliki aspek kebaruan (novelty) atau gap (celah) dibandingkan penelitian sebelumnya, langkah selanjutnya adalah menyusun proposal rencana penelitian, mulai dari latar belakang, problem akademik, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, teori dan sebagainya.
Baca Juga: Indeks Literasi Al-Qur’an di Indonesia dan Nasihat Quraish Shihab
Proposal yang baik harus memuat literatur-literatur mutakhir, paling tidak dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. Literatur tersebut juga harus relevan dengan penelitian. Selain itu, proposal yang baik juga memiliki latar belakang yang komprehensif dan mendalam, mulai dari problem akademik, alasan pemilihan tema atau tokoh, hingga fokus kajian.
Terakhir, hal yang tak kalah penting dalam proses penyusunan proposal penelitian adalah diskusi dengan kolega atau dosen pembimbing. Sebab, kadang kala seorang peneliti terjebak pada asumsinya sendiri sehingga sulit untuk melihat menganalisis data atau bahkan mengabaikan aspek-aspek tertentu. Dengan diskusi ini diharapkan muncul masukan-masukan yang dapat membantu penelitian. Wallahu a’lam.