BerandaTafsir TematikViral Aksi Meludahi Al Quran, Ini Cara Pilih Sikap menurut Al Quran!

Viral Aksi Meludahi Al Quran, Ini Cara Pilih Sikap menurut Al Quran!

Aksi peludahan Alquran di Norwegia beberapa hari lalu menuai respon negatif dari berbagai lini masyarakat. Bahkan, sederet pihak mengecamnya dengan keras. Dilansir dari detik.com (1/9), Kemenlu Turki mendesak pemerintah Norwegia untuk segera menindak tegas aksi penistaan agama yang dilakukan oleh anggota Stop Islamisation of Norwegia (SIAN) tersebut.

Kejadian ini bukan kali pertama di Norwegia. Dilansir dari kumparan.com (26/11), di penghujung tahun lalu, penistaan agama juga dilakukan oleh organisasi ini dengan membakar Alquran. Setelah diusut, tindakan tersebut dilatarbelakangi oleh kebencian terhadap Islam (Islamophobia), yang kemudian menginspirasi mereka untuk membuat komunitas anti Islam (SIAN).

Melihat peristiwa tersebut, sebagai muslim harusnya punya cara tepat meresponnya, di satu sisi mempertimbangkan prinsip toleransi yang tekandung dalam Alquran, dan di lain sisi tidak terlalu lengah, agar tidak menyebabkan Islam melemah.

Baca Juga: 3 Model Interaksi Manusia dengan Al Quran Menurut Farid Esack

Tafsir ayat tentang penistaan agama

Dalam Alquran, penistaan agama diistilahkan dengan istihza’ dan dengan berbagai derivasinya (menghina, merendahkan, menistakan). Penistaan juga disebut sukhriyyah, yang relatif sama maknanya dengan istihza’. Allah berfirman dalam QS. Az-Zukhruf [43]: 6-7:

 ()وَكَمْ أَرْسَلْنَا مِن نَّبِىٍّ فِى ٱلْأَوَّلِينَ
وَمَا يَأْتِيهِم مِّن نَّبِىٍّ إِلَّا كَانُوا۟ بِهِۦ يَسْتَهْزِءُونَ

“Berapa banyaknya nabi-nabi yang telah Kami utus kepada umat-umat yang terdahulu. Tidak ada satu orang nabi pun datang kepada mereka melainkan mereka selalu mengolok-olok”

Mengutip dari al-Ghazali, Al-Alusi dalam Ruhul Ma’ani mendefinikan istihza’ dengan:

وذكر حجة الإسلام الغزالي أن الإستهزاء: الإستحقار والإستهانة والتنبيه على العيوب والنقائص على وجه يضحك منه وقد يكون ذلك بالمحاكه في الفعل والقول والإشارة والإيماء

“Hujjatul Islam Al-Ghazali menyebutkan bahwa istihza’ ialah penghinaan, merendahkan, mengungkap aib dan kekurangan orang dengan cara menertawakannya. Hal tersebut biasanya diungkapkan dengan meniru perilaku, perkataan, atau isyarat”

Dalam Tafsir Al-Munir karya Wahbah Az-Zuhayli, ayat ini turun untuk menghibur Nabi setelah cacian bertubi-tubi yang diterimanya dari kafir Quraisy. Melalui ayat ini, Allah juga membesarkan hati Nabi, bahwa utusan-utusan terdahulu juga mendapat penghinaan seperti yang ia alami saat itu.

Di antara penistaan yang dilontarkan Kafir Quraisy kepada Nabi ialah menghinakan salat saat Nabi mengajaknya (surat Al-Maidah ayat 58) dan menuduhnya gila (Surat Ad-Dukhan ayat 14)

Sementara itu, bentuk penistaan agama yang berkaitan dengan Alquran antara lain saat Kafir Quraisy mencemarkan Alquran dengan menganggapnya buatan Nabi (Surat Yunus ayat 38). Selain itu sikap antipati dan memperolok Al Quran juga dilakukan oleh pamannya sendiri.

Abu Jahal menistakan surat Al-Muddatsir ayat 30 “‘alayha tis’ata ‘asyara” (di atasnya (neraka) terdapat 19 (malaikat penjaga).

Ia berujar, “kalau hanya 19 malaikat yang menjaga, saya siap menghadapinya sendirian).

Baca Juga: Cara Menangkal Hoax Menurut Pandangan AlquranTafsir Surat al-Fath 29: Benarkah Harus Bersikap Keras kepada Non-Muslim?

Cara pilih sikap harus tahu penyebabnya dulu

Tindakan penistaan pasti memiliki penyebab yang melatarinya. penyebab ini bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk merespon tindakan tersebut. Apakah harus dibalas dengan keras dan tegas, atau lebih bijak meresponnya dengan ramah.

Alquran setidaknya memberikan 2 indikasi utama tentang penyebab ini.

Pertama, penistaan timbul karena rasa gumede (sombong) yang menjadi akibat dari budaya hedonisme . Misalnya dapat kita cermati dalam firman Allah, QS. Al-Jatsiyah [45]: 8-9:

يَسْمَعُ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ تُتْلَىٰ عَلَيْهِ ثُمَّ يُصِرُّ مُسْتَكْبِرًا كَأَن لَّمْ يَسْمَعْهَا ۖ فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
وَإِذَا عَلِمَ مِنْ ءَايَٰتِنَا شَيْـًٔا ٱتَّخَذَهَا هُزُوًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ

“Dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri, seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka, berilah kabar gembira kepadanya dengan azab yang pedih. Bila dia mengetahui sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan.”

Az-Zuhayli menjelaskan, ayat ini turun berkenaan dengan Nadr bin Harits yang menyogok orang-orang non-Arab agar masyarakat tidak lagi mau mendengarkan Alquran. Memang pada waktu itu, banyak orang bisa menjangkau pembacaan Alquran, tak terlepas para kafir Quraisy. Sayangnya, sebanyak apa pun mereka mendengarkan Alquran, tidak ada satu ayat pun yang menggugah hati mereka untuk mempercayainya.

Penyebab pertama ini juga ditemukan dalam dalam QS. Al-Jatsiyah [45]: 35:

ذَٰلِكُم بِأَنَّكُمُ ٱتَّخَذْتُمْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ هُزُوًا وَغَرَّتْكُمُ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا ۚ فَٱلْيَوْمَ لَا يُخْرَجُونَ مِنْهَا وَلَا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ

“Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu menjadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan cacian dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia. Maka, pada hari ini, mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertaubat”

Kedua, ketidaktahuan. Tindakan penistaan juga bisa timbul lantaran seorang penista tidak tahu yang sebenarnya. Bisa jadi karena informasi yang ia terima salah, atau sama sekali belum menerima informasi tersebut. Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah [5]: 104:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَإِلَى ٱلرَّسُولِ قَالُوا۟ حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۚ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْـًٔا وَلَا يَهْتَدُونَ

“dan apabila dikatakan kepada mereka “marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul”. Mereka menjawab, “cukup bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya)”. Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak tahu apa pun dan tidak (pula) mendapat petunjuk?”

2 sikap terhadap penistaan agama

Penistaan yang timbul karena kesombongan serta berdampak besar harus disikapi dengan tegas, karena mereka melakukan itu bukan atas dasar tidak tahu. Mereka sengaja menghina agama karena ingin menghancurkannya.

Salah satu sikap tegas bisa dengan mengecam aksi penistaan yang tidak bisa ditolerir lagi. Sikap ini pernah Nabi lakukan seusai hijrah ke Madinah. Waktu itu, ia mengecam orang yang berpura-pura masuk Islam lantaran ingin meneror dan menghancurkan Islam. Nabi menjulukinya munafik dan mengancamnya akan masuk neraka. Sikap tegas yang dilakukan Nabi ini berada dalam konteks turunnya surat An-Nisa’ ayat 140.

Sementara itu, bila penistaan timbul karena ketidaktahuan atau informasi yang salah (hoax), maka lebih baik melakukan klarifikasi kebenaran sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat [49]: 6. Tentunya, pengungkapan fakta dan informasi yang sebenarnya harus dilakukan dengan cara yang ramah serta kooperatif. Hal ini tak lain sebagai ikhtiar menjaga pilar Islam sebagai agama yang toleran dan cinta kedamaian.

Tetapi, dalam kasus di Norwegia, sebaiknya kita menunjukkan sikap kritis. Pasalnya, kasus itu dimotori oleh komunitas yang jelas anti Islam, dan ini bukan pertama kalinya. Ditambah lagi, pelakunya pernah didakwa atas kasus ujaran kebencian. Beberapa fakta ini menunjukkan penistaan agama atas dasar kebencian sangat kentara sehingga melewati batas toleransi. Selain itu, untuk menghindari melemahnya agama Islam. Wallahu A’lam

Halya Millati
Halya Millati
Redaktur tafsiralquran.id, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...