Pada pembahasan yang lalu telah diulas tentang ‘amud Al-Quran, maka artikel ini berfokus pada aplikasi ‘amud dalam Tafsir Nidzam Al-Quran karya Hamiduddin Farahi. Kekhasan dari tafsir al-Farahi adalah sangat sarat akan nuansa nidzam Al-Quran dan ‘amud Al-Quran.
Seperti yang dijelaskan al-Farahi dalam Tafsir Nidzam-nya bahwa setiap surat pasti mengadung ‘amud, maka keberadaan ‘amud tersebut seharusnya dipaparkan pada setiap surat yang ditafsirkan. Namun, al-Farahi hanya menafsirkan beberapa surat saja, dan itu pun ada yang tidak ditampilkan ‘amud nya. Dan bagaimana pula dengan surat yang tidak ditafsirkan olehnya. Inilah letak pendiskusian yang menarik.
Untuk melihat apakah al-Farahi konsisten atau tidak terhadap apa yang telah ia rumuskan sendiri, maka perlu kiranya untuk mengurai kembali apa yang sudah ia tafsirkan. Dalam hal ini, akan diuraikan beberapa surat yang menurut al-Farahi masih dalam satu kelompok tema bahasan. Seperti yang ia jelaskan dalam Dalalil al-Nidzam.
Beberapa Surat Al-Quran
Berikut empat surat terakhir yang ditafsirkan oleh al-Farahi:
Surat al-Fil
Sebelum membahas tentang ‘amud dari surat al-Fil ini, al-Farahi terlebih dahulu menafsirkan beberapa kata yang dianggap penting untuk ditafsirkan. Ada sebelas point yang dijelaskan, di antaranya yaitu al-Fil, al-Kaidu, dan al-Tadlil . Kemudian di sub-bab yang kedua, al-Farahi menjelaskan tentang mukhatab pada surat ini. Penafsiran al-Farahi mengenai mukhatab di surat al-Fil ini banyak diteliti oleh para sarjana, dikarenakan al-Farahi memiliki pendapat yang berbeda.
Menurut Mustansir Mir, al-Farahi telah memberikan suatu interpretasi yang sepenuhnya baru dalam hal ini. Sasaran dari surat ini bukanlah kepada Nabi Muhammad, akan tetapi kepada bangsa Quraisy saat itu. Dan pasukan Abrahah dilempari batu bukan oleh burung, tapi oleh masyarakat Arab yang menggunkan cara bergerilya di atas gunung (Mustansir Mir, Elephants, Birds of Prey, and Heaps of Pebbles: Farahi’s Interpretation of Surat al-Fil).
Orhan Guvel dalam Nazm Methode of Hamiduddin al-Ferahi in the Interpretation of Quran and Interpretation of Surah al-Fil mengatakah bahwa burung-burung tersebut dikirim bukan untuk melempar batu, akan tetapi untuk membersihkan Mekah dan sekitarnya dengan cara memakan sisa hewan dan tubuh manusia dari pasukan gajah tersebut.
Baca juga: Menilik Pengertian ‘Amud Al-Quran dan Metodologinya ala Hamiduddin Farahi
Kemudian dalam surat ini pula, al-Farahi memberikan sebuah bantahan bahwa Abdul Mutallib dan kaum Quraisy tidaklah melarikan diri atau keluar dari Mekah disebabkan ketakutan dengan Abrahah dan pasukannya. Hal ini adalah suatu hal yang mustahil, sebab sepanjang perjalanan Abrahah dan pasukannya menuju ke Mekah, kabilah Arab selalu menghadangi. Sehingga, tidak mungkin jika kaum Quraisy tidak membela Ka’bah yang sangat mereka hormati dan kagumi (Abdul Jalil, Abd al-Hamid al-Farahi dan Sumber-Sumber Sekunder dalam Tafsir Berbasis Surat).
Berikut ‘amud Al-Quran dalam surat al-Fil sebagaimana penuturan al-Farahi
فاتضح مما قدمنا أن عمود هذه السورة تمهيد وجوب الشكر لله تعالى ذذرر ما جعل لأهل
مكة خصوصا و العرب عموما من العز و الكرامة بما حماهم و ذلدتهم ذبررة
Apa yang telah kami sajikan bahwa pilar surah ini merupakan pendahuluan untuk perlunya bersyukur kepada Allah swt. Penduduk Makkah pada khususnya, dan orang Arab pada umumnya, kemuliaan dan martabatnya, termasuk apa yang melindungi dan menyiksa mereka
Dalam menyebutkan ‘amud surat, terkadang al-Farahi memang langsung menyebutkan dengan jelas, seperti halnya pada surat ini.
Surat al-Kautsar
Pada bagian kelompok surat yang sama, dalam perspektif al-Farahi, terdapat surat al-Kautsar yang juga ditafsirkan olehnya. Sub pertama pembahasannya adalah ‘amud yang dijadikan satu dengan pembahasan rabith surat sebelum dan sesudahnya. Memang kalimatnya tidak sejelas pada surat al-Fil di atas, al-Farahi menjelaskannya dalam bentuk tersirat. Terkadang memang ia menarasikan dalam bentuk deskripsi untuk menjelaskan ‘amud dari pada surat.
Seakan-akan pembaca harus menerka sendiri dimana letak ‘amud tersebut. Paragraf awal pada penjelasan tersebut, al-Farahi menjabarkan tentang kondisi di saat surat itu turun. Bahwa, surat ini mengingatkan tentang sebuah pengkhianatan besar yang terjadi di wilayah Ka’bah, perusakan pada ibadah haji dan manasiknya, peniadaan hakikat salat dan kurban dengan membatalkan tauhid dan peristiwa-peristiwa kemiskinan.
Al-Farahi juga menjelaskan bahwa tidak ada sebuah keraguan atas karunia yang diberikan berupa kemenangan yang besar dan nikamat yang banyak serta baik. Hal itu dijamin dengan Telaga Kautsar yang Allah berikan kelak di akhirat. Posisi surat ini dengan surat sebelumnya seperti peringatan akan nikmat setelah kemarahan, seperti pemberian setelah perampasan dan seperti halnya orang-orang yang menguasai setelah orang-orang yang binasa. Dan demikianlah uslub yang ada dalam Alquran.
Didahulukannya surat yang berisi tentang kabar gembira dan kesenangan menunjukkan keteraturan Alquran bahwa Allah menetapkan kemudahan sebelum kesulitan. Maka keterangan tentang hijrah yang terkandung pada surat al-Kafirun terletak di antara dua surat yang membawa berita gembira yakni surat al-Kautsar dan surat al-Nasr.
Baca juga: Mengenal Tafsir Nidzam Al-Quran karya Hamiduddin Farahi
Surat al-Kafirun
Pada surat al-Kafirun, al-Farahi hanya menjelaskan secara singkat tentang rabith dengan surat sebelumnya yakni surat al-Kautsar. Al-farahi tidak menyebutkan ‘amud dari surat ini secara khusus. Menurut al-Farahi, surat al-Kautsar adalah berita gembira untuk menjelaskan umat ini tentang kemuliaan dan persatuannya. Dan sebuah keputusan untuk memisahkan musuhnya dari kerkahan Islam.
Surat ini diikuti dengan surat yang menerangkan tentang dipisahnya hubungan yang mawaddah dengan orang-orang kafir, dan membiarkan mereka terputus dari bangsa yang diberkahi. Bagian akhir dari penafsiran ini menjelaskan tentang rabit{ dengan surat sesudahnya.
Surat al-Kafirun ini adalah surat tentang peperangan. Allah mengiringi surat ini dengan surat al-Nasr, sebagai petunjuk bahwa pertolongan erat kaitannya dengan peperangan. Sebagaimana banyak dijelaskan dalam Alquran mengenai keterkaitan seperti dua hal tersebut. pertolongan dan kemenangan yang dimaksud tidak lain adalah kembalinya Masjidil Haram kepada hamba Allah Yang Esa serta kembalinya keturunan Nabi Ibrahim kepada Allah.
Surat al-Lahab
Surat al-Lahab adalah surat terakhir yang ditafsirkan oleh al-Farahi. Dalam surat ini, ‘amud juga tidak disebutkan oleh al-Farahi. Pembahasan pertamanya adalah tentang ta‟wil ayat pertama dan rabith dengan surat sebelumnya. Surat ini bukanlah tentang sebuah doa, akan tetapi kabar tentang Fathu Mekah.
Surat al-Lahab terletak di antara surat al-Nashr, al-Ikhlas dan al-mu’awidzatain. Diletakkannya surat al-Lahab di antara surat tersebut harus menjadi sebuah sebab agar tidak menjadi pemutus keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Surat al-Lahab ini adalah sebagai penegas dan pengklarifikasian terhadap makna al -Nashr yang disebutkan sebelumya.
Adapaun penta’wilan dari ayat pertama yakni kelemahan atau tidak mempunyai kekuasaaan dari kemenangan. Karena yang dimaksud dengan mematahkan tangan adalah kinayah yakni menghancurkan kekuatan dan ketidakberdayaan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa keempat surat di atas adalah surat yang masih dalam satu pengklasifikasian ‘amud.
Nantikan pembahasan selanjutnya tentang implementasi ‘amud Al-Quran di tafsiralquran.id Wallahu A’lam.