Ada catatan menarik dari Ali Akbar tentang mushaf kuno yang ada di Lombok. Dalam catatannya yang berjudul Tradisi Mushaf Al-Quran di Lombok, ia menyebut mushaf Al-Quran di Lombok memiliki kecenderungan yang sama dengan mushaf kuno Jawa. Tak hanya itu, ia juga membandingkan dengan mushaf dari dua wilayah terdekatnya yakni Sumbawa dan Bima.
Terkait dua wilayah yang disebutkan terakhir itu, dahulu kala memang berupa kesultanan. Di Kesultanan Sumbawa, Ali Akbar berhasil menelusuri lima buah mushaf. Sementara dari Kesultanan Bima, ia berhasil mencatat dua mushaf. Dari beberapa mushaf yang ada di Sumbawa dan Bima ini, ternyata memiliki karakteristik yang berbeda dengan mushaf Lombok. Justru mushaf kedua wilayah ini cenderung sama dengan mushaf yang ada di Sulawesi Selatan dan Trengganu Malaysia.
Baca juga: Pesan Gus Awis: “Galilah Khazanah Tafsir dengan Manhaj Ulama Kita!”
Di sinilah titik keunikannya. Dalam lingkup teritorial yang berdekatan, ternyata mushaf Lombok dan Sumbawa-Bima memiliki karakter yang berbeda. Saya ingin menyebutkan dulu contoh-contoh dari Sumbawa dan Bima. Setelah itu kita ulas karakteristik yang ada di mushaf Lombok.
Pertama mushaf Sumbawa. Observasi Ali Akbar menunjukkan bahwa ada lima mushaf dari Kesultanan Sumbawa yang menggunakan kertas Eropa, dengan kaligrafi dan beriluminasi yang cukup indah. Di antaranya ada mushaf yang ditulis oleh Abdurrahman bin Al-Marhum Musa Al-Sumbawi. Ia menyelesaikan mushafnya di Mekah pada Jumat tanpa tanggal dan di bulan Sya’ban 1280 H. Kaligrafi yang ada di mushaf ini termasuk indah dan sudah menggunakan ayat pojok. ini tentu sesuatu yang jarang ditemukan dari mushaf wilayah Jawa.
Baca juga: Surah Ar-Rum [30] Ayat 21: 3 Tujuan Pernikahan Menurut Al-Quran
Kedua mushaf dari Bima. Ali Akbar menyebut mushaf dari Kesultanan Bima memiliki nama La Nontogama (jalan agama) dan La Lino (yang berkilau). Untuk mushaf La Nontogama, saat ini disimpan di Museum Samparaja di Bima dan memiliki kemiripan dengan mushaf Sulawesi Selatan. Sementara mushaf La Lino disimpan di Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal memiliki kemiripan dengan mushaf Trengganu. Mushaf-mushaf ini memang sangat terkenal keindahannya.
Mushaf Kuno Lombok yang Sederhana
Mushaf Kuno Lombok memiliki karakter yang sederhana. Tidak seperti mushaf Sumbawa dan Bima yang ditulis di atas kertas Eropa, mushaf Lombok ditulis di dluwang, kertas dari kulit kayu saeh khas Jawa. Ali Akbar mencatat ada delapan mushaf yang dianggap mewakili tradisi di Lombok yang ada di Museum Negeri NTB. Dalam penelusurannya itu, ia menyebut bahwa mushaf dluwang itu seperti yang beredar di pesantren Jawa, sehingga iluminasi, kaligrafi dan tampilannya apa adanya.
Dari temuan Ali Akbar ini, bisa kita sebut bahwa tradisi penyalinan mushaf di Lombok saat itu untuk belajar mengajar dan ditulis oleh orang biasa. Sementara yang ada di Sumbawa dan Bima ditulis oleh golongan kesultanan, maka unsur estetika juga diutamakan.
Baca juga: Oase Al-Qur’an Kiai Ahsin: Kompilasi Mutiara dari Pesan Whatsapp
Kemudian ada beberapa keunikan lainnya seperti, di Mushaf Lombok tidak disebutkan kolofonnya, dan ditulis dengan rasm imla’i. Ini mengindikasikan bahwa yang penulis mushaf saat itu bukanlah juru tulis manuskrip.
Dalam tradisi masyarakat Lombok, ternyata mereka mempunyai tempat penyimpanan mushaf yang bernama pare atau sampare. Kotak penyimpanan ini terbuat dari bambu dan dibentuk seperti besek. Kotak Ini berfungsi untuk menyimpan mushaf yang lebih aman, biar tidak dimakan ngengat maupun rayap. Bisa juga disebut kotak ini dapat memperpanjang usia naskah.
Uraian tentang keunikan mushaf Lombok ini memberikan wawasan yang menarik jika kita tarik pada kondisi Islam di Lombok saat ini. Masyarakat Lombok saat ini terkenal dengan organisasi Nahdlatul Wathan, sebuah organisasi yang didirikan pada abad ke-20 dan berbasis kepesantrenan. Organisasi ini telah menghimpun ribuan lembaga pesantren atau madrasah yang ada di sana. Tentu, banyaknya instansi kepesantrenan itu memiliki ikatan kuat dengan tradisi pembelajaran masa lalu.
Sementara mushaf kuno Lombok adalah salah satu saksi sejarah yang memiliki benang merahnya. Sejak dulu masyarakat Lombok berinterkasi dengan mushafnya di lingkungan pendidikan seperti pesantren. Maka produk karyanya juga cenderung sederhana. Dan saat ini, pesantren di sana masih menjadi andalan, khususnya sebagai tradisi belajar keagamaan.
Di akhir kata, pengaruh Jawa dalam mushaf Lombok lebih terlihat pada fisik dan lingkungannya. Secara fisik, baik mushaf Lombok maupun Jawa banyak ditulis di atas kertas dluwang, dan ditulis dengan sederhana. Sementara secara lingkungan, keduanya lahir dari tangan-tangan para pelajar atau santri.
Meski demikian, terdapat juga mushaf yang beriluminasi baik. Tapi hal itu hanya sedikit jumlahnya.
Wallahu a’lam[]