BerandaUlumul QuranPeringatan An-Nawawi terhadap Pengajar Al-Quran yang Berebut Pengaruh

Peringatan An-Nawawi terhadap Pengajar Al-Quran yang Berebut Pengaruh

Salah satu problem yang terjadi di masyarakat mulai dari desa terpencil sampai kota yang dihuni oleh kaum terpelajar, adalah adanya oknum pengajar Al-Quran yang gemar berebut pengaruh dengan pengajar Al-Quran yang lain. Hal ini ditandai dengan tindakan sebagian orang yang gemar mencela pengajar lain yang berbeda metode mengajar maupun tempat mengajar. Ujung-ujungnya yang ia harapkan dari tindakannya adalah semakin banyak murid yang otomatis berdampak pendapatan materi yang cukup banyak.

Ratusan tahun lalu, Imam An-Nawawi sudah memperingatkan tentang keberadaan fenomena ini. Hal ini dapat disimak di dalam At-Tibyan fi Adabi Hamlatil Qur’an. Imam An-Nawawi mengulas fenomena ini disela-sela membahas tata krama yang sebaiknya dilakukan oleh para pengajar Al-Quran, dan bagaimana niat yang benar dalam mengajar.

Baca juga: Bolehkah Membaca Al-Qur’an Sembari Berdiri Atau Berbaring?

Ciri pengajar Al-Quran yang salah niat

Di dalam At-Tibyan Imam An-Nawawi memperingatkan tentang dua ciri pengajar Al-Quran yang niatnya salah dalam menjadi pengajar Al-Quran. Imam An-Nawawi mendorong untuk menjahuinya sekuat tenaga, dimana hal itu menunjukkan betapa sulitnya menghindari dua ciri tersebut. Yaitu 1) Mengajar dengan tujuan bersaing dengan banyaknya murid yang mengaji padanya serta banyaknya orang yang tidak sependapat dengannya; 2) Tidak suka bila muridnya belajar kepada guru lain yang juga alim.

Imam An-Nawawi menyatakan bahwa dengan adanya ciri ini, bisa dipastikan pelakunya mengajar tidak demi Allah semata. Sebab bila tujuannya dalam mengajar hanya demi Allah semata, tentu ia tidak akan berkeberatan bila murid yang mengaji padanya, juga mengaji kepada guru lain. Sebab entah apakah si murid belajar kepada guru lain atau tidak, minimal si pengajar sudah mengetahui bahwa saat ia mengajar si murid, tujuannya mengajar semata demi Allah sudah tercapai.

Baca juga: Dinamika Tahfiz Al-Qur’an dari Masa Nabi saw Hingga Era Teknologi

Keberadaan pengajar Al-Quran yang salah niat dengan ciri-ciri di atas, sudah jauh-jauh hari disinggung oleh Nabi Muhammad dan para sahabat. Dalam hadis yang diriwayatkan Ubay ibn Ka’ab dari ayahnya disebutkan sabda Nabi:

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ

Barangsiapa yang mencari ilmu agar dapat bergaul di antara para ulama’, agar dapat mencemooh orang-orang bodoh, atau menarik perhatian orang banyak, maka Allah akan memasukkannya ke neraka (HR. At-Tirmidzi).

Komentar Sahabat Ali

Sahabat Ali ibn Abi Thalib secara lebih spesifik menyinggung perihal pengajar yang tak suka bila muridnya belajar pada pengajar lain. Imam Ad-Darimi meriwayatkan ucapan sahabat Ali:

Wahai pemegang ilmu, praktikkan ilmu kalian! Sesungguhnya orang yang berilmu hanyalah orang yang mau mengamalkan apa yang ia ketahui, dan ilmunya berkesesuaian dengan amalnya. Akan datang sekelompok orang yang memiliki ilmu, tapi ilmu itu tidak sampai melewati kerongkongan mereka. Tindakan mereka tidak sesuai dengan ilmu mereka. Apa yang tidak tampak dari diri mereka berbeda dengan apa yang tampak dari diri mereka. Mereka duduk di sebuah lingkaran orang lalu saling membanggakan diri satu sama lain. Sampai-sampai ada pengajar yang marah pada orang di dekatnya sebab ia belajar pada orang lain kemudian si pengajar mengucilkannya. Mereka adalah orang-orang yang amal-amal mereka di majlis mereka, tidak bisa naik kepada Allah (Sunan Ad-Darimi/1/135).

Baca juga: Ketahui Sembilan Adab Ketika Membaca Al-Quran

Berbagai penjelasan di atas memberi tahu kita, bahwa menjadi pengajar Al-Quran di TPQ dan selainnya haruslah membiasakan diri merasa cukup dengan tindakan mengajar saja, tanpa perlu berlebihan menginginkan banyaknya murid sehingga mengganggu TPQ pengajar lain. Jangan sampai niat mengajar karena Allah, tercemari niat menyaingi jumlah murid atau pengaruh pengajar lain. Wallahu a’lam.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...