Artikel ini akan mengulas tentang pentingnya mawas diri dan tawadhu. Dalam konteks pengetahuan, orang yang merasa dirinya banyak tahu cenderung menjadi sombong. Sifat merasa pintar perlu dihindari. Sebaliknya, menjadi orang yang pintar merasa (mawas diri) adalah sifat terpuji. Dalam Surah Yusuf ayat 76 Allah Swt berfirman:
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ …
“…Dan di atas setiap orang yang berpengetahuan, ada yang Maha Mengetahui” (Q.S. Yusuf : 76)
Imam Hasan Al-Bashri ketika memaknai maksud ayat ini, sebagaimana dikutip oleh Ibn Katsir dalam tafsirnya, mengatakan bahwa tiadalah orang alim, kecuali di atasnya ada orang alim lainnya, hingga ilmu itu terhenti kepada Allah Swt.
Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Belajar Tawadhu dari Kisah Nabi Sulaiman
Rangkaian ayat di atas seharusnya menggugah kesadaran kita, bahwa tidak layak seorang hamba merasa dirinya pintar. Karena kita perlu mawas diri, di luar sana masih banyak orang yang jauh lebih pintar. Dan tentu, muara ilmu itu pada akhirnya berhenti di sisi Allah Swt.
Ya, merasa pintar atau dalam istilah jawa sering disebut ‘keminter’ alias ‘sok pintar’ adalah bagian dari kesombongan. Biasanya, orang yang merasa pintar itu karena sesungguhnya sedang menutupi kekurangan dan kebodohannya.
Dia tidak ingin orang lain tahu kekurangannya serta kebodohannya, sehingga dia menunjukkan diri kepada orang lain seolah-olah dia itu pintar. Padahal, orang pun akan dapat membedakan mana orang pintar yang sesungguhnya, dan mana orang pintar jadi-jadian alias abal-abal. Akan tampak sangat jelas mana emas mana loyang.
Orang yang tidak pintar merasa, akan bangga dengan status sosial, ilmu, harta, kedudukan, bahkan nasab yang dimilikinya. Dia menganggap dirinya lebih dari orang lain, sekaligus menganggap orang lain lebih rendah darinya. Sikap kagum dan bangga pada diri sendiri (i’jab al-mar’i bi nafsihi), disebutkan dalam sebuah hadis Nabi Saw, sebagai salah satu dari tiga hal yang akan merusak dan menghancurkan (muhlikat) diri, selain sifat kikir yang ditaati dan keinginan (hawa) yang terus-menerus dituruti.
Di antara ciri orang yang merasa pintar adalah dia tidak mau menerima pendapat, saran, petuah, apalagi kritik dari orang lain. Tetapi sebaliknya, dia ingin agar orang lain menerima pendapat, saran, petuah dan kritik darinya. Dia memosisikan dirinya lebih superior dari orang lain, sekaligus menempatkan orang lain lebih inferior darinya.
Orang yang benar-benar pintar dan pintar merasa, tidak akan merasa pintar. Dia justru berusaha menutupi dan tidak menampakkan kepintarannya. Dalam bahasa agama, orang yang sunguh-sungguh pintar akan tetap rendah hati (tawaduk).
Alih-alih bersikap merasa pintar, akan jauh lebih baik jika kita pintar merasa. Pintar merasa berarti peka, peduli dan penuh empati. Pintar merasa menunjukkan kualitas diri seseorang yang sesungguhnya.
Orang yang pintar merasa, meski ilmunya setinggi langit, ia akan tetap membumi. Meski hartanya melimpah ruah, dia akan tetap bersikap ramah. Meski status sosial dan jabatannya tinggi, dia akan tetap rendah hati. Meski berasal dari keluarga terhormat, tetapi tidak gila hormat.
Baca Juga: Surah al-A’raf [7] Ayat 199: Perintah Untuk Memaafkan Kesalahan Orang Lain
Orang yang pintar merasa, tidak akan pernah menganggap dirinya lebih dari orang lain, meski beragam prestasi dan karya-karya luar biasa pernah diraih dan ditorehkannya. Ia tetap merasa sebagai hamba yang penuh kekurangan dan kelemahan. Semua prestasi dan karya yang diraih dan ditorehkannya hanyalah semata-mata karena izin Allah atas ikhtiar yang dilakukannya.
Semoga kita terhindar dari sikap merasa pintar. Sebaliknya, tetap bersikap pintar merasa. Wallahu A’lam.