BerandaTafsir TematikSurah al-A’raf Ayat 199: Perintah Untuk Memaafkan Kesalahan Orang Lain

Surah al-A’raf [7] Ayat 199: Perintah Untuk Memaafkan Kesalahan Orang Lain

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang pasti pernah merasakan marah dan kecewa terhadap orang lain atau sesuatu. Pada konteks ini, biasanya ia akan sulit untuk memaafkan kesalahan orang lain meskipun yang bersangkutan telah meminta maaf. Kalaupun ia memaafkan, kadang kala itu tidak dilakukan setulus hati; bahwa lisannya memaafkan, namun hatinya tetap merasa disakiti.

Perasaan tidak rela dan berat untuk memaafkan adalah hal manusiawi dan lumrah dirasakan, karena – sadar atau tidak – kesalahan tersebut sering kali membuat seseorang trauma, emosi, dan takut terulang kembali. Dengan kata lain, sangat sulit bagi seseorang untuk melupakan dan memaafkan kesalahan orang lain dalam jangka waktu yang singkat.

Kendati demikian, bukan berarti seseorang boleh menyimpan dendam dan amarah, sebab itu hanya akan menimbulkan emosi negatif seperti stres dan bahkan mengganggu aktivitas sehari-hari. Meskipun sulit, tindakan memaafkan kesalahan orang lain adalah hal mutlak yang harus dilakukan seseorang walaupun secara perlahan. Hal ini akan membawa ketenangan, kedamaian dan ketenteraman hati.

Baca Juga: Cara Allah Menyembuhkan Hati yang Terluka: Tafsir Surah Al-Qashshas Ayat 10

Dalam ajaran Islam, memaafkan kesalahan orang lain adalah perbuatan mulia. Sikap ini banyak disebutkan dan diperintahkan oleh Al-Qur’an dan hadis guna menjaga hubungan baik antara sesama manusia, terutama dalam konteks bermasyarakat. Nabi Muhammad saw pernah bersabda terkait keutamaan memaafkan kesalahan orang lain, yaitu:

Jika hari kiamat tiba, terdengarlah suara panggilan “Manakah orang-orang yang suka mengampuni dosa sesama manusianya?” Datanglah kamu kepada Tuhan-mu dan terimalah pahala-pahalamu. Dan menjadi hak setiap muslim jika ia memaafkan kesalahan orang lain untuk masuk surga. (HR. Adh-Dhahak dari Ibnu Abbas).

Selain hadis di atas, terdapat hadis-hadis senada yang berbicara mengenai pentingnya sikap pemaaf dan manfaatnya bagi pelakunya. Kemudian, dikisahkan juga bahwa nabi Muhammad saw dalam kehidupannya merupakan seorang yang pemaaf. Telah disebutkan dalam banyak riwayat tentang bagaimana beliau tidak pernah membenci atau menumpahkan amarah kepada orang yang menyakitinya.

Surah al-A’raf [7] Ayat 199: Perintah Agar Menjadi Orang Yang Pemaaf

Perintah untuk memaafkan kesalahan orang lain juga disebutkan dalam Al-Qur’an. Salah satunya adalah surah al-A’raf [7] ayat 199 yang berbunyi:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ ١٩٩

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf [7] ayat 199).

Menurut al-S’adi dalam kitabnya, Taisir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan, surah al-A’raf [7] ayat 199 merangkum tentang sikap terpuji dalam bersosialisasi di masyarakat, mulai dari berinteraksi dengan baik seperti memaafkan orang lian, tidak saling bertikai, hingga memerintahkan segala perbuatan baik dan mencegah berbagai tindakan keburukan (saling tolong-menolong dalam ketakwaan).

Kata khudz atau ambillah bermakna memperoleh sesuatu untuk dimanfaatkan atau digunakan untuk memberi mudarat. Dalam kata ini terkandung arti memilih dari sekian banyak pilihan. Artinya, Allah swt memerintahkan manusia – melalui kata khudz – untuk memilih memaafkan kesalahan orang lain dibandingkan sikap-sikap lain yang mungkin dilakukan seperti membalas, marah, mengamuk, dan dendam (Tafsir al-Misbah [5]: 351).

Kemudian, maaf yang dimaksud dari surah al-A’raf [7] ayat 199 bukanlah sekedar ucapan belaka, melainkan memaafkan dengan sepenuh hati. Kata al-afwu atau maaf diambil dari akar kata yang terdiri dari huruf ‘ain, fa, dan waw akar ini memiliki dua kemungkinan makna, yakni meninggalkan sesuatu dan memintanya. Dari sini, kita dapat memahami bahwa seorang yang telah memaafkan kesalahan orang lain berarti ia benar-benar meninggalkan (menghapus) kesalahan tersebut.

Sedangkan al-Biqa’i memaknai khudz al-afwa dalam arti ambillah apa yang telah Allah anugerahkan, tanpa bersusah payah menyulitkan diri. Dengan kata lain surah al-A’raf [7] ayat 199 memerintahkan kita untuk menganggap entang kesalahan orang lain, tidak membesar-besarkannya, dan memaafkan dengan tulus bahkan sebelum orang yang bersangkutan meminta maaf (Tafsir al-Misbah [5]: 352).

Selain memerintahkan untuk memaafkan kesalahan orang lain, surah al-A’raf [7] ayat 199 juga mengaharkan kita untuk memerintahkan kepada kebaikan dengan cara yang makruf atau sesuai dengan kondisi masyarakat setempat agar kebaikan tersebut bisa diterima dengan baik. Kata makruf pada ayat ini bermakna kebajikan yang universal, jelas, diketahui dan sesuai norma masyarakat serta tidak bertentangan dengan syariat (Marah Labid [1]: 413).

Pada bagian akhir ayat di atas, nabi Muhammad saw sebagai mukhatab diperintahkan untuk berpaling dari orang-orang bodoh (jahil). Maksud dari kata jahil di sini tidak hanya digunakan dalam arti ketidaktahuan, melainkan juga dalam arti orang-orang yang kehilangan kontrol dirinya dan mengabaikan ajatran ilahi, sehingga melakukan hal-hal yang tidak wajar dilakukan oleh manusia berakal, baik karena dorongan nafsu, kepentingan individual, atau kepicikan pikiran.

Lantas mungkin timbul pertanyaan, bagaimana kita bisa memaafkan kesalahan orang lain, terutama bagi mereka yang sudah terlanjut sakit hati dan dendam. Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis akan memaparkan kiat-kiat memaafkan orang lain berdasarkan pandangan Quraish Shihab dalam suatu ceramah di stasiun tv swasta.

Beliau berkata, “Pertama, kita harus sadar bahwa kesalahan yang dilakukan orang lain juga bisa terjadi pada diri kita, bahkan mungkin jauh lebih besar dan rumit. Dalam konteks ini, kita tentu ingin dimaafkan oleh orang lain. Nah, oleh karena itu, agar kita bisa dimaafkan orang lain, pertama-tama kita harus bisa memaafkan kesalahan orang lain pula dengan sepenuh hati (tulus).”

Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Belajar Tawadhu dari Kisah Nabi Sulaiman

“Kedua, ketahuilah bahwa benih-benih kebaikan dalam diri manusia jauh lebih banyak dari benih-benih keburukan, sehingga jika Anda memaafkan, maka Anda menyuburkan benih-benih kebaikan itu. Dan sadarlah bahwa manusia yang mau memaafkan kesalahan orang lain akan dibantu oleh Allah swt. Tanamkanlah di dalam hati bahwa yang bersalah itu pendorong kejahatan (setan), sedangkan manusia hanya khilaf, bencilah setan dan sifatnya, bukan manusia.”

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa surah al-A’raf [7] ayat 199 memerintahkan manusia untuk memaafkan kesalahan orang lain dengan sepenuh hati, tidak dendam, dan tidak pula menyisakan kedengkian. Dengan memaafkan, seseorang akan merasa damai, tenteram, dan bahagia. Selain itu – menurut Quraish Shihab, sikap memaafkan dapat saling mendekatkan satu sama lain sebagaimana tujuan Islam. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Tafsir tentang laut yang tidak bercampur

Tafsir tentang Laut yang Tidak Bercampur: Mukjizat atau Fenomena Ilmiah?

0
Alquran bukan sekadar kitab petunjuk spiritual, tetapi juga lumbung keajaiban yang terus mengundang rasa ingin tahu. Salah satu ayatnya, yang membahas tentang "laut yang...