Al-Qur’an dalam ayat-ayatnya telah mengajarkan nilai-nilai kebaikan dalam hidup, baik yang bersifat individual maupun komunal. Nilai-nilai tersebut adalah worldview yang harus diikuti oleh segenap umat Islam. Selain mengajarkan kebaikan, Al-Qur’an bahkan juga menganjurkan menolak kejahatan dengan cara terbaik, tidak membuat orang lain malu dan tidak pula merasa rendah diri.
Salah satu etika berdakwah dalam Islam adalah menyampaikan kebenaran dan kebaikan dengan cara yang baik pula (bil hikmah, mauizah hasanah). Lebih dari itu, Islam juga menuntut pemeluknya untuk menolak kejahatan dengan cara terbaik. Artinya, seorang muslim tidak diperkenankan menolak kejahatan dengan cara yang berlebih-lebihan seperti menghina, mencaci dan menjelek-jelekkan pelaku.
Baca Juga: Surat al-Mumtahanah Ayat 8-9: Perintah Berbuat Baik Kepada Siapa Pun
Tafsir surah Fussilat ayat 34
Anjuran menolak kejahatan dengan cara terbaik ini telah disebutkan oleh Al-Qur’an dalam surah Fussilat [41] ayat 34 yang berbunyi:
وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗاِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ ٣٤
“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan an-tara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.” (QS. Fussilat [41] ayat 34).
Secara umum, surah Fussilat [41] ayat 34 menegaskan perbedaan kebaikan dan keburukan atau kejahatan. Hal ini disyaratkan oleh kata la yastawi yang berarti tidaklah sama (berbeda). Kendati demikian, bukan berarti keburukan harus dilawan dengan cara yang buruk pula. Ayat ini menganjurkan pembacanya untuk menolak kejahatan dengan cara terbaik sehingga tidak akan menimbulkan perselisihan dan dapat mengharmoniskan hubungan antar sesama manusia.
Menurut al-Sa’adi dalam kitabnya, Taisir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan, surah Fussilat [41] ayat 34 bermakna tidaklah sama perbuatan baik dan berbagai ketaatan demi mengharap rida Allah swt dengan perbuatan buruk dan maksiat yang dapat mendatangkan murka-Nya. Tidaklah sama berbuat baik kepada makhluk dengan berbuat buruk kepada mereka, sama sekali tidak sama, baik dari segi bentuk, sifat maupun bagian-bagiannya.
Pada ayat ini juga Allah swt memerintahkan manusia untuk menolak kejahatan dengan cara terbaik. Misalnya, apabila seseorang berbuat buruk kepada kita, perkataan maupun perbuatan, terutama mereka yang punya kaitan dengan kita seperti keluarga, tetangga dan teman, maka balaslah kejahatan tersebut dengan perbuatan baik dan maafkan. Dengan itu mudah-mudahan ia lekas bertobat dan dapat menjalin hubungan harmonis dengan kita kembali.
Baca Juga: Tuntunan Al-Quran dalam Menyikapi Penghinaan Terhadap Nabi SAW
Ulama berbeda pendapat tentang huruf la pada ayat ini, yakni la sebelum kata al-sayyiah. Sebagian ulama berpendapat bahwa itu merupakan ta’kid atau penguat yang menekankan ketidaksamaan. Sedangkan ulama yang lain seperti Ibnu ‘Asyur berpandangan bahwa huruf la itu adalah ihtibak yang mengisyaratkan adanya penggalan kata yang tidak disbut, yakni “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan, tidak sama juga kejahatan dengan kebaikan” (al-Tahrir wa al-Tanwir).
Menurut Quraish Shihab, kata ahsan surah Fussilat [41] ayat 34 tidak harus – selalu – dipahami dalam arti yang terbaik, karna dengan makna yang baik pun sudah cukup. Artinya, ayat ini menganjurkan seseorang untuk menolak kebaikan dengan cara terbaik atau yang baik. Dengan kata lain, seseorang harus berbuat baik kepada lawan atau orang yang jahat kepadanya sebisa mungkin (Tafsir al-Misbah [12]: 414).
Maksud perbuatan baik di sini bersifat superlatif. Bisa saja baik menurut seseorang adalah dengan tidak meladeninya dan cukup mendiamkan. Bisa juga baik bagi seseorang maksudnya adalah membalas dengan perbuatan yang baik seperti memberi sesuatu dan sebagainya. Kendati demikian, ke-relatifan ini dapat diukur melalui patokan bahwa perbuatan tersebut mencegah keburukan berlanjut dan mengarah pada kebaikan (ihsan).
Sedangkan Syekh Nawawi al-Bantani menyebutkan dalam kitabnya, Tafsir Marah Labid, makna surah Fussilat [41] ayat 34 ialah tidaklah sama antara dakwah kepada agama yang benar dengan sabar di dalam bodohnya kekafiran. Oleh karena itu, tolaklah kebodohan orang-orang kafir Quraisy yang kekeh dalam kekafirannya dengan sebaik-baik cara sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.
Baca Juga: Tafsir Surat Thaha Ayat 44: Nilai Kelembutan dalam Berdakwah
Hal yang tidak jauh berbeda disampaikan oleh Muhammad Ali ash-Shabuni dalam Safwat al-Tafasir. Menurutnya surah Fussilat [41] ayat 34 bermakna kebaikan dan kejahatan memiliki perbedaan yang signifikan atau keduanya memang berlawaban dari segala sisi. Maka dari itu tolaklah kejahatan dengan sesuatu yang baik seperti mencegah amarah dengan sabar dan mencegah kebodohan dengan akal.
Ibnu Abbas berkata, “ketika kamu tidak menggubris kejahatan orang lain padamu, maka orang yang ada rasa permusuhan an-tara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. Maksudnya, jika seseorang melakukan demikian, maka musuhnya akan menjadi seperti teman dekatnya yang tulus menemai dengan kasih sayang. Menurutnya, hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang sabar, mampu menahan amarah (Safwat al-Tafasir [3] 114).
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa seorang muslim hendaknya berbuat baik kepada setiap orang, bahkan kepada orang-orang yang menyakiti atau berbuat jahat terhadapnya. Anjuran menolak kejahatan dengan cara terbaik ini dapat membuat si pelaku sadar akan kesalahannya sehingga mungkin di kemudian hari ia akan menyesal, meminta maaf kepada korbannya atau bahkan respek kepada orang yang sabar tersebut dan menjadi sahabatnya. Wallahu a’lam