BerandaTafsir TematikRamadhan sebagai Bulan Pewahyuan Al-Qur'an Perspektif Ibnu Ishaq

Ramadhan sebagai Bulan Pewahyuan Al-Qur’an Perspektif Ibnu Ishaq

Dalam konteks sejarah Islam, Ibnu Ishaq menjadi tokoh penting (bahkan utama) yang mesti dijadikan rujukan utama dalam memahami sejarah Islam. Ibnu Ishaq merupakan tabi’in yang sekaligus termasuk sejarawan muslim paling awal. Karyanya, Sirah Ibnu Ishaq (1990), adalah salah satu buku primer untuk memahami sejarah kenabian Muhammad SAW, termasuk pewahyuan Al-Qur’an.

Pewahyuan Al-Qur’an yang dipaparkan oleh Ibnu Ishaq dapat dibagi menjadi dua perspektif, yakni sejarah dan teologis. Dari perspektif sejarah, pewahyuan Al-Qur’an didasarkan pada sejarah kenabian awal Muhammad SAW. Sementara dari perspektif teologis, pewahyuan Al-Qur’an didasarkan dalil-dalil Al-Qur’an.

Dalam memaparkan Ramadhan dan awal pewahyuan Al-Qur’an, penulis merujuk kepada buku Sirah Nabawiyah Ibnu Ishaq yang disyarahi dan ditahqiq oleh Ibnu Hisyam (w. 218 H). Selain itu, bahasan tentang awal pewahyuan Al-Qur’an dilatarbelakangi oleh sejarah kenabian Nabi Muhammad SAW. Karena itu, penulis akan memaparkan sejarah kenabian Muhammad yang darinya akan terlihat mengapa Ramadhan dipilih menjadi bulan pewahyuan Al-Qur’an.

Ibnu Ishaq dan Sejarah Kenabian Nabi Muhammad saw

Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasir (w. 153 H) lahir sekitar tahun 85 H/ 704 M di Mekkah, merupakan salah satu tabi’in yang terkenal menulis Sirah Nabawiyyah li Ibnu Ishaq. Sebenarnya, buku ini tidak hanya memuat biografi Nabi Muhammad SAW, melainkan juga tentang kehidupan bangsa Arab sebelum kelahiran, bahkan setelah kematian Nabi Muhammad saw.

Model penulisan sejarah seperti ini umum ditemukan dalam pembahasan buku-buku sejarah Nabi Muhammad SAW, yang menunjukkan bahwa sejarah Nabi Muhammad saw tidak dapat dilepaskan dari sejarah Arab sebelum dan setelah kehadirannya. Ini penting dipahami, minimal, untuk menyadari peran berbagai aspek kehidupan bangsa Arab dalam keberadaan Nabi Muhammad saw, Islam, termasuk pewahyuan Al-Qur’an.

Awal pewahyuan Al-Qur’an menunjukkan awal kenabian Nabi Muhammad saw itu sendiri. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Untuk memahami awal pewahyuan, maka perlu masuk dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad. Di sini, Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Muhammad menjadi seorang Nabi terjadi di umur 40 tahun.

Informasi kenabian ini sebenarnya telah dikabarkan kepada para Nabi terdahulu. Para Nabi tersebut pun juga diperintahkan untuk mengabarkan berita kenabian Nabi Muhammad saw kepada umatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS. Ali Imran [3]: 81.

Ada beberapa tanda kenabian yang diinfokan Ibnu Ishaq, seperti mimpi yang sangat nyata (seperti realita) yang dialami Nabi Muhammad saw. Tatkala Nabi Muhammad saw berjalan melewati bongkahan batu dan pepohanan, maka bebatuan dan pepohonan tersebutpun menyapanya “Assalamu alaika ya Rasulullah”.

Keadaan seperti terus dialami oleh Nabi Muhammad saw, hingga beliau didatangi oleh malaikat Jibril pada malam Ramadhan di gua Hira. Ibnu Ishaq, dengan mengutip riwayat Wahb ibn Kaisan, mengatakan bahwa Muhammad suka menyendiri (tahannuts) di Gua Hira sebulan (bulan Ramadhan) setiap tahunnya, di gua Hira, hingga diwahyukannya Al-Qur’an.

Al-Qur’an yang Diwahyukan pada Bulan Ramadhan

Sebenarnya, Ramadhan bukan hanya menjadi bulan pewahyuan Al-Qur’an, tetapi juga kitab-kitab lainnya. Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa Ramadhan dikhususkan oleh Allah SWT sebagai bulan diturunkannya Al-Qur’an dan kitab-kitab lainnya. Pendapat Ibnu Katsir merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hambal:

…Rasulullah SAW pernah bersabda: Lembaran-lembaran Nabi Ibrahim diturunkan pada permulaan malam Ramadhan dan kitab Taurat diturunkan pada tanggal enam Ramadhan, dan kitab Injil diturunkan pada tanggal tiga belas Ramadhan, sedangkan Al-Qur’an diturunkan pada tanggal dua puluh empat Ramadhan.

Dalam konteks Al-Qur’an, Ibnu Ishaq mengatakan bahwa fakta sejarah memperlihatkan bahwa wahyu pertama yang disampaikan pada bulan Ramadhan di gua Hira adalah QS. Al-Alaq: 1-5. Pandangan ini sebagaimana merujuk pada hadis-hadis yang banyak dirujuk oleh ulama Al-Qur’an-Tafsir. Ibnu Ishaq, dengan mengutip hadis pewahyuan QS. Al-Alaq: 1-5 tersebut, memaparkan bahwa ketika Nabi Muammad SAW keluar dari gua Hira, terdengar suara “wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah sedangkan aku adalah Jibril”.

Selain fakta sejarah, Ibnu Ishaq juga memaparkan dalil-dalil Al-Qur’an yang dinilainya terkait pewahyuan Al-Qur’an pertama kali terjadi pada bulan Ramadhan. Dalil Al-Qur’an yang dimaksud adalah QS. Al-Baqarah [2]: 185, sebagaimana sebagian terjemahannya “bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an…”; QS. Al-Qadr [97]: 1-5, yang sebagian terjemahannya adalah “sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan …”.

Dalil lainnya adalah QS. Al-Dukhan [43]: 1-5, yang sebagian terjemahannya adalah “… Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan …”; dan QS. Al-Anfal [8]: 41, yang terjemahannya adalah “Jika kalian beriman kepada Allah SWT dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan”.

Khusus ayat terakhir, QS. Al-Anfal [8]: 41, Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ayat ini terkait berperangnya Nabi Muhammad SAW melawan kaum Musyrikin pada perang Badar. Perang tersebut berlangsung pada tanggal 17 Ramadhan. Lebih jauh, Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Al-Qur’an diwahyukan secara bertahap-tahap, dan selama itu juga Nabi Muhamamd SAW menerimanya sepenuh hati dan raganya.

Paparan Ibnu Ishaq di atas menginformasikan bahwa bulan Ramadhan sangat dekat dengan proses pewahyuan Al-Qur’an. Dengan segala keadaannya, Ramadhan telah dipersiapkan sebagai bulan diwahyukannya Al-Qur’an, terutama wahyu pertama. Hal ini dapat berdasarkan fakta sejarah serta dalil-dalil Al-Qur’an, yang karenanya tidak heran jika Ramadhan menjadi bulan terpenting bagi umat Islam sepanjang masa dan tempat. [] Wallahu A’lam.

Muhammad Alwi HS
Muhammad Alwi HS
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Konsentrasi Studi Al-Quran dan Hadis.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...