Peran Sayyidah Khadijah Saat Nabi Menerima Wahyu Pertama di Bulan Ramadan

Sayyidah Khadijah Saat Nabi Menerima Wahyu Pertama
Sayyidah Khadijah Saat Nabi Menerima Wahyu Pertama

Ramadan merupakan bulan istimewa bagi seluruh umat muslim di berbagai penjuru dunia. Di bulan penuh berkah ini, ada beberapa peristiwa bersejarah yang kaya akan hikmah dan pelajaran berharga. Salah satu yang amat berkesan tetapi seringkali terlewatkan adalah kisah heroik Sayyidah Khadijah Radiallahu ‘Anha, istri pertama Nabi Saw. yang berperan penting ketika beliau pertama kali menerima wahyu. Sosok Khadijah dikenang oleh penduduk Makkah sebagai seorang perempuan berkepribadian luhur dan bergelar al-Thahirah (perempuan suci).

Muhammad Saw adalah utusan Allah Swt

Melansir keterangan Zakky Mubarak dalam artikelnya Sejarah Nabi Muhammad (2): Wahyu Pertama yang Menggetarkan, peristiwa turunnya wahyu pertama terjadi ketika Jibril as mendatangi Nabi Saw. dan berkata, “Bacalah!” Nabi menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Jibril as menarik dan memeluk Nabi erat-erat hingga beliau kepayahan. Lalu Jibril as melepaskan Nabi dan sekali lagi berkata, “Bacalah!” Hal ini berulang sampai tiga kali. Setelah itu, Jibril as melepaskan Nabi sembari melafalkan QS. Al Alaq [96]: 1-5:

ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ  ١ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ  ٢ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ  ٣ ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ  ٤ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ  ٥

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Peristiwa mengenai wahyu pertama yang diterima Nabi Saw. ini terjadi pada suatu malam di bulan Ramadan tahun 610 M di sudut sebuah gua yang dikenal dengan Gua Hira. Menurut sebagian besar kalangan ulama, QS. Al Alaq [96]: 1-5 ini merupakan awal pengangkatan Nabi Muhammad Saw. sebagai seorang rasul melalui perantara Jibril as. Sebelumnya, Nabi Muhammad Saw. telah diangkat menjadi seorang nabi melalui al-rukyah al-Shadiqah (mimpi yang benar) sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah.

Baca juga: Surah al-Baqarah Ayat 216, Cinta dan Benci sebagai Sifat Manusia

Pendapat ini dipegangi oleh al-Syaukani dalam kitabnya Fath al-Qadir. Al-Baihaqi menambahkan, bahwa pengangkatan Nabi Muhammad Saw. sebagai seorang nabi terjadi tepatnya pada Rabiul Awal, atau sekitar enam bulan sebelum peristiwa Gua Hira. Menurut Ibnu Hajar al-Ashqalani, komunikasi ilahi melalui rukyah al-Shadiqah tersebut bertujuan menyiapkan mental Nabi Saw. untuk menerima wahyu berikutnya.

Mengenang Peran Sayyidah Khadijah

Khadijah bukanlah perempuan biasa. Beliau banyak mempelajari tanda-tanda kenabian dari kitab-kitab samawi sebelumnya. Allah Swt. telah memberi tanda-tanda yang menunjukkan bahwa pemuda bernama Muhammad bin Abdullah berbeda dengan pemuda Makkah lainnya. Mulai dari peristiwa pembedahan dada yang disaksikan oleh teman-teman sebaya Nabi Saw, batu yang mengucapkan salam, suara panggilan dari langit, serta awan yang selalu memayungi kemanapun Nabi Saw. melangkahkah kaki dan sebagainya. Ditambah kemuliaan akhlak Baginda yang begitu agung hingga beliau dikenal sebagai al-Amin.

Setelah menyampaikan wahyu pertama QS. Al Alaq [96]: 1-5 dan Nabi selesai membacakannya, Jibril as pun pergi meninggalkan Nabi. Namun, wahyu pertama ini terpateri kuat dalam sanubari Nabi Saw. Dalam keadaan masih gemetar, beliau kembali ke rumah menemui Khadijah dan memintanya untuk menyelimuti beliau hingga hilanglah semua ketakutan itu. Nabi lalu menceritakan semua apa yang beliau alami dan berkata, “Sungguh aku mencemaskan diriku.”

Baca juga: Surah Maryam [19] Ayat 26: Kisah Maryam Berpuasa Bicara

Dengan penuh kasih, Khadijah mencoba menenangkan Nabi seraya berucap, “Sama sekali tidak. Demi Allah, Allah selamanya tidak akan menghinakan engkau. Sesungguhnya engkau selalu menyambung tali persaudaraan, selalu menanggung orang yang kesusahan, selalu mengupayakan apa yang diperlukan, selalu menghormati tamu dan membantu derita orang yang membela kebenaran.” Khadijah pun berharap Nabi Saw. menjadi seorang utusan penghujung zaman yang akan memandu umat manusia (Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah).

Khadijah tidak tinggal diam melihat kegelisahan yang merundung Baginda Nabi Saw. Tak berselang lama, beliau mengajak Nabi menemui Waraqah bin Naufal, seorang pemeluk Nasrani yang alim kitab Injil. Kedatangan Khadijah menemui anak pamannya itu untuk lebih memastikan kejadian-kejadian yang dialami oleh Nabi adalah tanda-tanda kenabian dan kerasulan. Khadijah juga berharap, perjumpaannya itu bisa melepas kegundahan yang melanda hati Nabi Saw.

Khadijah berkata kepada Waraqah, “Wahai anak pamanku, dengarkanlah cerita anak saudaramu ini.” Waraqah segera bertanya kepada Nabi, “Wahai anak saudaraku, apakah yang kau lihat?” Lalu Nabi menceritakan apa yang beliau lihat dan alami di Gua Hira. Setelah mendengar semuanya, Waraqah berkata lagi kepada Nabi, “Itulah Namus (Jibril as) yang pernah diutus Allah kepada Musa. Mudah-mudahan aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu.”

Mendengar itu, Nabi Saw. pun bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya, karena setiap utusan yang membawa seperti apa yang engkau bawa pasti akan dimusuhi. Kelak, engkau akan mengalami masa-masa seperti itu. Dan jika aku masih hidup, aku pasti akan menolongmu sekuat tenaga.” Tidak lama dari perjumpaan itu, Waraqah bin Naufal tutup usia.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Hukum Bersanggama di Bulan Ramadan

Walhasil, kisah ini mengandung hikmah yang luar bisa. Begitu tepatnya Allah Swt. memilih Khadijah, sosok perempuan tangguh dan tegar yang selalu ada di sisi Nabi Saw. ketika beliau dipikulkan risalah agung. Tidak hanya berperan penting menenangkan Nabi Saw. di saat ketakutan dan kebingungan melanda hati beliau, Khadijah pun berusaha mencarikan jalan keluar dengan membicarakannya kepada Waraqah bin Naufal. Setelah peristiwa penerimaan wahyu pertama itu, Khadijah adalah pendamping hidup yang setia menemani setiap perjuangan Nabi. Beliau selalu membela Nabi Saw. ketika kaum Makkah justru mendustakan dan menentangnya.

Begitulah sekelumit kisah Khadijah yang berhasil memerankan dirinya sebagai istri shalihah. Meskipun konteks kisah ini tentang peran Khadijah ketika penerimaan wahyu, namun pesannya dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Inilah salah satu kunci utama suksesnya sebuah kehidupan rumah tangga; istri mampu menjadi tempat kembali dan memberikan ketenangan bagi sang suami, dan suami berkeluh kesah kepada istri, bukan perempuan lain.

Wallahu a’lam []