Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kebinekaan agama dan budaya yang tinggi, meskipun sebagian besar mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Hal ini bukan berarti teks al-Quran tidak bisa menyikapi pluralitas beragama di Indonesia. Memang, di dalam teks al-Quran tidak ada istilah pluralisme, akan tetapi Islam memiliki respon tinggi dalam pluralisme di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan firman Allah SWT pada surat al-Mumtahanah ayat 8:
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S al-mumtahanah ayat 8)
Baca juga: Surah Al-An’am [6] Ayat 164: Seseorang Tidak Akan Memikul Dosa Orang Lain
Sebelum masuk pada penafisran ayat di atas, yakni sabagai teks untuk merespon pluralisme di Indonesia, perlu diketahui bahwa pemikiran tentang Al-Quran dan pluralisme sudah pernah ditulis oleh Saihu, dengan judul Al-Quran dan Pluralisme Kajian atas Teks Agama dan Literatur Kesarjanaan dalam Menyikapi Pluralitas Beragama di Indonesia. Dari sini Saihu berpendapat bahwa ide pluralisme agama sebenarnya lahir atau bersumber pada penghormatan hak dasar setiap individu terhadap kepercayaan dan keyakinan masing-masing.
Selain itu, saihu juga menguraikan pemikiran Nurcholis Majid, bahwa pluralisme itu mengisyaratkan adanya sikap bersedia mengakui hak kelompok agama lain, sekaligus mengandung makna kesediaan untuk berlaku adil terhadap kelompok lain dalam menciptakan saling menghormati demi meraih kedamaian. Serta beberapa data penguat lainnya yang menjelaskan tentang dasar pluralisme itu sendiri pada tulisan Saihu.
Argumentasi Al-Quran Terhadap Pluralisme Beragama
Dari situlah, al-Quran selalu menegaskan bahwa untuk melekatkan sikap pluralisme dalam konteks berlaku adil pada siapapun, hal ini sesuai dengan firman Allah pada surat al-Mumtahanah ayat 3.
Menurut ulama tafsir yakni Ibnu Katsir, surat al-mumtahanah ayat 8 ini merupakan informasi kebolehan untuk berbuat baik kepada pemeluk agama lain, bahwa Allah swt tidak melarang umat Islam untuk berbuat baik kepada non-muslim yang tidak memerangi mereka, seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah manusia berbuat baik dan adil, karena Allah menyukai orang yang berbuat adil (Tafsir Al-Quran Al-Azhim [7]: 247). Kemudian mufassir Quraish Shihab juga menuliskan penafsiran surat al-mumtahanah bahwa, surat ini datang dengan membawa prinsip dasar hubungan interaksi antara kaum muslimin dan non-muslim.
Tidak hanya surat al-Mumtahanah ayat 8, ada juga ayat- ayat al-Quran yang menjelaskan tentang pluralisme, seperti Surah al-Baqarah ayat 62, 143, dan 256, Surah Yunus/10 ayat 19, 99 dan 100, Surah taha ayat 5-6, Surah an-Nisa ayat 1, Surah al-Hujarat ayat 13, Surah al-Mā’idah ayat 48, dan Surah asy-Syurā ayat 15.
Baca juga: Merayakan Hari Lahir Pancasila dan Prinsip dalam Tafsir Surah Al-Maidah Ayat 49
Memang, tidak ada penjelasan khusus tentang kata pluralisme dalam ayat al-Quran, akan tetapi secara hermeneutik, istilah dan maknanya dapat dijumpai dalam beberapa ayat Al-Qur’an dengan menggunakan konsep ummatan wasaṭān yang ada pada ayat al-Quran. Konsep ummatan wasaṭān mampu menjadi sebuah metode luhur dalam rangka membina hubungan antar agama dan intra agama serta menjaga pesan-pesan pluralisme agama.
Kemudian menurut al-Banna pengertian umat Islam tentang (ummatan wasathān), sesungguhnya tidak berarti meniadakan pluralisme, malah sebaliknya, mempertegas pluralisme itu sendiri.
Selanjutnya jika dilihat dari sisi semantik, kata wasaṭiyyah (tengah-tengah), semakna dengan ifrath (melampaui batas) dan tafrith (ekstrem). Wasaṭiyyah juga berarti tahallul (pembebasan), iltizāma (pengikatan), israf (boros) taqtir (kikir). Maka, kata-kata ini sesungguhnya menunjukkan bahwa wasathiyyah tidak akan terwujud, jika di dalamnya tidak ditemukan kata at-Ta’addudiyyāh yang memiliki arti pluralisme.
Dan jika pluraslime ini dihilangkan, maka sejatinya wasaṭiyyah hanya akan bermakna “wasit” dalam sebuah pertandingan olah raga yang berfungsi hanya sebagai penengah. Islam memandang masalah pluralitas agama begitu penting dan tampak jelas sekali bahwa, al-Quran dan hadis memiliki dasar-dasar teoretis dalam memahami pluralisme agama dengan segala kompleksitas di dalamnya
Kemudian Saihu juga memasukkan tulisannya, bahwa ada dasar-dasar teotiris pluralisme agama, yang bersumber dari Anis Malik Toha. Pluralisme agama Islam itu meliputi, pertama, tauhid. Sentralitas tauhid dalam tinjauan Islam terhadap fenomena pluralitas agama, tampak secara jelas dalam bagaimana Islam melihat hakikat Tuhan, hakikat wahyu, hakikat manusia, dan hakikat masyarakat. Keempat hakikat ini, secara ontologis berkaitan dengan agama-agama lain, yang nantinya bisa menentukan posisi agama-agama tersebut dalam dunia Islam.
Kedua, pluralitas adalah sunnatullâh; Ketiga, kebebasan beragama; Keempat, pluralitas dapat menjadi acuan dalam berinteraksi. Dari sini kita banyak belajar tentang al-Quran dan pluralisme melalui tulisan Saihu, lebih tepanya al-Quran dalam menyikapi pluralisme beragama di Indonesia. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.