Rezeki merupakan segala sesuatu yang bermanfaat, berdaya guna, dan memiliki fungsi bagi setiap makhluk. Rezeki adalah karunia Allah swt kepada setiap makhluk-Nya guna menunjang kelangsungan hidup mereka di dunia. Allah telah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya, mulai dari awal penciptaan mereka hingga akhir dunia.
Rezeki ada beragam bentuknya dan bukan harta benda semata. Rezeki dalam ajaran Islam melingkupi semua apa yang ada di dalam kehidupan manusia berupa waktu, kesehatan, kesempitan, kecerdasan dan tetangga serta masih banyak yang lainnya. Sekalipun rezeki bisa diusahakan, namun pada hakikatnya rezeki adalah karunia Allah swt.
Penegasan bahwa rezeki adalah karunia Allah swt disebutkan dalam surah ar-Ra’d [13] ayat 26 yang berbunyi:
اَللّٰهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗوَفَرِحُوْا بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا مَتَاعٌ ࣖ ٢٦
“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki). Mereka bergembira dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia hanyalah kesenangan (yang sedikit) dibanding kehidupan akhirat.” (QS. Ar-Ra’d [13] ayat 26).
Baca Juga: 3 Klasifikasi Rezeki dalam Al-Quran
Menurut Quraish Shihab, surah ar-Ra’d [13] ayat 26 bermakna Allah meluaskan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki, yakni siapa pun, bukan berdasarkan keimanan atau kekufuran, melainkan berdasarkan hukum-hukum perolehan rezeki yang telah ditetapkan-Nya atau sunnatulah. Itulah bentuk dari kehendak-Nya yang harus dipahami manusia.
Allah Swt juga menyempitkan rezeki atau membatasinya bagi orang-orang yang Dia kehendaki, yakni bagi siapa pun, bukan berdasarkan keimanan dan kekufuran, melainkan sesuai kehendak-Nya. Namun harus dipahami bahwa penyempitan rezeki tidak selalu bermakna negatif, karena bisa jadi itu memiliki dampak positif sesuai dengan kondisi penerima.
Yang dimaksud dengan kehendak Allah pada surah ar-Ra’d [13] ayat 26 adalah hukum dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan-Nya menyangkut perolehan rezeki, antara lain usaha, kerja keras, pemanfaatan, penciptaan dan sebagainya. Siapa pun yang sungguh-sungguh berusaha, maka pintu rezeki dapat terbuka baginya. Itulah hukum yang telah Allah tetapkan dan itu merupakan kehendak-Nya (Tafsir al-Misbah [6]: 596).
Syekh Nawawi al-Bantani menyampaikan dalam tafsirnya, Marah Labid, surah ar-Ra’d [13] ayat 26 berisi informasi bahwa Allah meluaskan rezeki bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya sesuai kebutuhan mereka. Sesungguhnya penetapan rezeki tidak didasarkan pada keimanan atau kekufuran, melainkan semata-mata karena kehendak-Nya. Artinya, rezeki adalah karunia Allah swt.
Sebagian orang mungkin bertanya, lantas apa alasan Allah meluaskan rezeki orang-orang yang zalim atau kufur dan menyempitkan rezeki orang-orang beriman? al-Bantani menjawab, kadang kala Allah meluaskan rezeki bagi orang-orang kufur sebagai istidraj atau lanjuran serta menyempitkan rezeki bagi orang-orang beriman sebagai ujian bagi mereka dan sarana menghapus dosa.
Hal senada disampaikan oleh al-Maraghi dalam Tafsir al-Maraghi. Menurutnya, surah ar-Ra’d [13] ayat 26 bermakna Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Penetapan ini berdasarkan ilmu-Nya dan Dia mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Bisa jadi, keluasan rezeki adalah lanjuran atau ujian, sebaliknya, penyempitan rezeki adalah berkah agar dilipat gandakan balasan.
Kemudian, pada bagian akhir surah ar-Ra’d [13] ayat 26 ditegaskan “kehidupan dunia hanyalah kesenangan (yang sedikit) dibanding kehidupan akhirat.” Kalimat ini sebenarnya mengingatkan manusia bahwa rezeki di dunia, banyak atau sedikit, harus didapatkan dan digunakan dengan cara yang baik. Jangan sampai nikmat tersebut membuat mereka lupa akan kehidupan akhirat yang menjadi pelabuhan akhir seluruh manusia.
Al-Sa’di menyebutkan dalam kitabnya, Taisir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan, surah ar-Ra’d [13] ayat 26 bermakna Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki bagi orang yang dikehendak-Nya. Orang-orang kafir sering kali teramat berbahagia dengan kehidupan dan kenikmatan dunia seakan-akan hidup kekal abadi sehingga melupakan kehidupan akhirat. Padahal sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah hal kecil dibandingkan kehidupan akhirat.
Baca Juga: Tafsir Surat al-Mulk Ayat 20-24: Perlindungan dan Rezeki Hanya Bersumber dari Allah
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa surah ar-Ra’d [13] ayat 26 menegaskan kepada manusia rezeki adalah karunia Allah Swt yang harus diusahakan. Sebab, Allah telah menetapkan ketentuan-ketentuan khusus atau sunnatullah dalam perolehan rezeki. Oleh karena itu, barang siapa yang hendak dibukakan pintu rezeki, sebaiknya ia berusaha dengan sungguh-sungguh.
Kemudian, jika seseorang sudah mengusahakan dan bekerja keras dalam menggapai rezeki, namun ia tetap tidak mendapatnya, ketahuilah bahwa Allah Swt mengetahui apa yang terbaik baginya. Bisa jadi hasil usahanya tersebut didatangkan belakangan agar ia siap menerima atau ditunda akhirat kelak. Sebaliknya, orang yang mendapatkan nikmat melimpah harus waspada, karena bisa jadi itu adalah istidraj dan dapat membuatnya lupa akan akhirat. Wallahu a’lam.