Dalam bahasa seringkali ditemukan adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa dengan satuan bahasa lainnya. Salah satunya apa yang dikenal dengan istilah sinonim dan homonim. Begitu pula fenomena kebahasaan ini didapati di dalam Al-Quran. Berikut penjelasan lebih lanjut tentang sinonim dan homonim dalam Al-Quran
Sinonim dalam Al-Quran
Istilah sinonim berasal dari bahasa Yunani yaitu syn ‘dengan’ dan ononom ‘nama’. Menurut The Oxford Dictionary of Dificult Words, sinonim berarti kata atau frasa yang bermakna benar-benar sama atau kurang lebih sama dengan kata atau frasa lain. Adapun dalam bahasa Arab, padanan sinonim ialah mutaradif atau nazirah yang menurut Ibn Manzur bermakna “Kesamaan dan keserupaan dalam bentuk, perilaku, perbuatan, dan perkataan.”
Fenomena sinonimitas (mutaradif) dalam Al-Quran menjadi pembicaraan yang hangat mengingat banyak para ulama dan ahli bahasa yang memperdebatkan keberadaanya. Penyebabnya sebagaimana yang diungkap oleh Bintu Syati’ ialah akan adanya kata-kata yang tidak berfaidah lantaran maknanya sama dengan kata yang lain. Seakan-akan Al-Quran bertele-tele dalam menyampaikan pesannya, padahal sisi kemukjizatan Al-Quran berada pada kemewahan sastranya. Sedangkan penyampaian bertele-tele dan kata-kata berlebih (takthiran fi al-lughah) dianggap tidak baik dalam sastra Arab.
Namun bagi ulama yang menerima adanya sinonimitas dalam Al-Quran seperti M. Quraish Shihab dalam bukunya Kaidah Tafsir menjelaskan bahwa keunikan bahasa Arab ala Al-Quran justru terlihat pada keunikan kosakata sinonim tersebut. Bahwa sinonim-sinonim tersebut tidak sepenuhnya bermakna sama karena masing-masing kata dalam Al-Quran memiliki konteks, makna dan maqashid-nya tersendiri. Di sisi lain, sinonimitas ialah fenomena umum yang berlaku dalam bahasa Arab, maka wajar juga bila model tersebut digunakan Al-Quran.
Di antara contoh ayat-ayat yang terkesan bersinonim dalam Al Qur’an adalah:
- Lafadz khasyyah dan khauf
وَالَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ مَآ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖٓ اَنْ يُّوْصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُوْنَ سُوْۤءَ الْحِسَابِ ۗ
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah agar dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (Q.S Ar-Ra’d: 21).
Dalam kitab Tafsir al-Misbah karya M Quraish Shihab, kata yakhsyauna dan yakhafuna dipahami hampir tidak berbeda maknanya, hanya untuk menunjukan keanekaragaman redaksi. Di samping itu, disebutkan juga ulama lain mendefinisikan berbeda. Kata yakhsyauna adalah takut yang disertai dengan penghormatan dan pengagungan yang lahir dari adanya pengetahuan tentang yang ditakuti. Sedangkan yakhafuna adalah sekadar takut yang boleh jadi disertai kebencian atau tanpa mengetahui yang ditakuti.
Selain itu istilah khsayyah, di dalam Al Quran masing-masing memiliki makna dan maksud (maqashid) tersendiri di antaranya dengan makna keagungan (Q.S al Hasyr: 21), ketaatan (Q.S Qaf: 33), rasa malu (Q.S al Ahzab: 37) dan makna ibadah (Q.S at Taubah: 18).
- Lafadz kamal dan tamam
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu” (Q.S Al-Maidah: 3)
Lafal kamal dan tamam terkesan sama dalam hal kebahasaan dengan arti melengkapi, menyelesaikan, menyempurnakan, melanjutkan, meneruskan apabila merujuk pada kamus al-Ma’ani.
Dalam kitab Tafsir al-Mizan, M Husain al-Tabataba’i membahas perbedaan kata akmaltu (اَكْمَلْتُ) yang diterjemahkan dengan Ku-sempurnakan dengan kata atmamtu (اَتْمَمْتُ) yang diterjemahkan dengan telah Ku-cukupkan. Menurutnya kata akmaltu digunakan untuk menggambarkan gabungan dari sekian banyak hal yang masing-masing sempurna dalam satu wadah yang utuh dan kata akmaltu adalah menghimpun banyak hal yang belum sempurna sehingga menjadikannya sempurna.
Baca juga: Pandangan Ulama Tentang Konsep Sinonimitas dalam Al-Quran
Homonim dalam Al-Quran
Adapun homonim menurut Kamus Oxford memiliki dua definisi; 1) dua kata atau lebih yang memiliki kesamaan pelafalan (pronunciation), namun berbeda memiliki perbedaan makna, seperti kata-kata to, too, dan two; 2) dua kata atau lebih yang memiliki kesamaan ejaan (spelling), namun berbeda memiliki perbedaan makna.
Dalam tulisan ini yang dirujuk adalah definisi yang kedua. Definisi ini juga yang dikenal dalam bahasa Arab dengan istilah musytarak al-lafzi. Al-Zarkasyi mendefinisikan musytarak al-lafzi dalam al-Burhan fi Ulum al-Qur’an dengan kata yang digunakan dalam banyak makna, seperti lafadz ummah.
Dengan kata lain, bila sinonim adalah beberapa kata yang bermakna sama atau serupa, maka homonim adalah suatu kata yang bermakna ganda.
Terdapat beberapa kata homonim dalam al-Quran. Salah satu variannya ialah kata-kata unik yang memiliki dua makna yang merupakan antonim satu sama lain. Antara lain:
- Lafadz isytira’ (الأشتراء)
Kamus al-Maani mendefinisikan kata الاشتراء dengan dua makna yang saling berlawanan yaitu membeli dan menjual/menukar. Pertama kata الأشتراء memiliki arti ‘membeli’ seperti disebutkan dalam surat At-Taubah: 111
اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ
Artinya: “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.”
Arti الأشتراء yang kedua adalah ‘menjual’ (باع). Pengertian tersebut terdapat dalam al Baqarah: 90.
بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهٖٓ اَنْفُسَهُمْ اَنْ يَّكْفُرُوْا بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ ….
Artinya: “Sangatlah buruk (perbuatan) mereka menjual dirinya, dengan mengingkari apa yang diturunkan Allah …”
Dalam Tafsir al-Misbah dijelaskan kata الاشتراء dalam surat At Taubah: 111 merupakan janji Allah SWT kepada orang mukmin yang telah dibeli jiwa dan harta mereka untuk memperjuangkan agama Allah dengan memberikan nilai tukar yang lebih besar berupa surga Allah. Sedangkan dalam surat Al Baqarah: 90 dijelaskan betapa buruknya seseorang yang menjual dirinya kepada setan yaitu berupa kenikmatan duniawi dengan menutupi kebenaran wahyu yang telah diturunkan melalui nabi dan rasul-Nya.
- Lafadz asarra (اسر)
Dalam Al-Quran kata اسرَّ memiliki dua makna yang bertentangan, yaitu makna ‘menampakan’ (الإظهار) dan ‘menyembunyikan (الإخفاء)
…. وَاَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَاَوُا الْعَذَابَ
Mereka menyatakan penyesalan ketika mereka melihat azab” (Q.S Saba’: 33)
Dan makna kedua dari اسرَّ memiliki makna ‘menyembunyikan’ seperti yang ditemukan dalam surat Ar-Ra’d: 10.
سَوَاۤءٌ مِّنْكُمْ مَّنْ اَسَرَّ الْقَوْلَ وَمَنْ جَهَرَ بِهٖ وَمَنْ هُوَ مُسْتَخْفٍۢ بِالَّيْلِ وَسَارِبٌۢ بِالنَّهَارِ
“Sama saja (bagi Allah), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya dan siapa yang berterus terang dengannya; dan siapa yang bersembunyi pada malam hari dan yang berjalan pada siang hari.”
Menurut Thabataba’i dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa kata اسرَّ dipahamai oleh banyak ulama diambil dari kata سرّ yakni rahasia. Ini selaras dengan makna yang dicontohkan dalam surat Ar-Ra’d: 10 yaitu merahasiakan ucapan dan perbuatan dari Allah yang merupakan perbuatan sia-sia, karena Allah SWT telah mengetahui yang gaib dan yang tampak, bahkan mengetahui segala sesuatu sebelum, pada saat dan sesudah wujudnya.
Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam surat as Saba’: 33 yakni menampakan alih-alih merahasiakan. Dalam ayat tersebut menjelaskan akan penyesalan yang dialami oleh kaum musyrikin yang ditampakan setelah datangnya adzab dari Allah akibat kekufuran mereka terhadap Allah SWT.
Baca juga: Ulumul Quran: Asal Usul dan Sinonimitas Kata Alquran