Baru-baru ini, media sosial Tik-Tok diramaikan dengan tren konten “Welcome to Indonesia”. Tren ini berisikan ulah pengguna Tik-Tok yang mengkritik dan menyindir keadaan Indonesia saat ini. Dilansir dari kompasiana.com, tren “Welcome to Indonesia” banyak mengandung konten yang mengungkapkan keburukan Indonesia.
Bahkan, beberapa konten yang lain ada juga yang menjelekkan kinerja pemerintah terhadap penanggulangan Covid-19 dan juga menyindir beberapa selebriti tanah air. Sangat disayangkan trend Tik-Tok ini menjadi sebuah sindiran yang menjelekkan nama bangsa sendiri. Meskipun ada pula konten kreator lain yang justru bersikap sebaliknya.
Kritik terhadap kinerja pemerintah atau keadaan negara adalah hal yang boleh-boleh saja dilakukan. Namun alangkah lebih baik jika memberikan kritik disertai dengan solusi yang pantas untuk perbaikan kedepan. Sebab jika tidak, kritik yang dilontarkan seakan terkesan hujatan dan wujud ketidakbanggaan dengan negara sendiri.
Meski tujuannya adalah kebaikan, namun jika dibuat meme atau tren musik Tik-Tok seperti “Welcome to Indonesia” hanya akan menunjukkan kepada orang asing bahwa rakyat Indonesia sendiri menghina negaranya. Sangat disayangkan jika fenomena ini terus berlanjut dan menjadi suatu kebiasaan lumrah bagi setiap orang.
Terlebih media sosial menjadi media yang gencar dalam menyebarkan pesan atau konten-konten secara cepat kepada khalayak banyak. Maka dikhawatirkan virus-virus kejelekan ini akan terus dipropagandakan. Padahal sejatinya, konten-konten yang perlu digaungkan adalah terkait dengan inovasi-inovasi untuk kemajuan Indonesia kedepan. Sehingga dapat menyumbangkan solusi, bukan membongkar aib sendiri.
Al-Qur’an sesungguhnya telah menitipkan pesan melalui teladan Nabi Ibrahim yang menunjukkan kecintaannya terhadap Kota Mekkah. Hal ini diabadikan dalam QS. Al-Baqarah [2]: 126 sebagai berikut:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَىٰ عَذَابِ النَّارِ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Terjemah: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali”. (QS. Al-Baqarah [2]: 126).
Baca juga: Body Shaming, Repetisi Histori al-Hujurat Ayat 11 Sebagai Budaya Jahiliyah Modern
Tafsir QS. Al-Baqarah [2]: 126
Dalam kaidah Ushul Fiqih, ayat di atas merupakan bentuk dari الأمر للدعاء (ungkapan doa dalam bentuk perintah) yang ditujukan kepada Allah Swt. Kata ‘jadikanlah’ atau ‘berilah’ lebih tepat digolongkan sebagai doa, meskipun termasuk dalam pembahasan al-amru atau bentuk-bentuk kata perintah. Maka keseluruhan isi ayat ini pun merupakan sebuah harapan dan permohonan Nabi Ibrahim kepada Allah Swt (Djalil, 2010: 51).
Imam Al-Qurthubi (2008: 278-279) menjelaskan bahwa kata بلدا أمنا dalam ayat tersebut berarti “negeri yang aman sentosa”, yaitu kota Mekkah. Dalam ayat ini Nabi Ibrahim berdoa agar kota Mekkah ketika itu menjadi negeri yang aman dan makmur untuk keturunannya maupun yang lain. Nabi Ibrahim juga memohon rezeki dari buah-buahan untuk penduduknya yang beriman.
Ibnu Katsir (2004: 260) juga menjelaskan bahwa firman Allah yang memberitahukan mengenai Ibrahim yang berdoa, “Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa.” Artinya, aman dari rasa takut. Maksudnya penduduk Kota Mekkah tidak perlu merasa takut akan sesuatu, dan Allah pun telah memenuhi hal itu.
Shihab (2009: 385-386) menambahkan penjelasan ayat tersebut bahwa ayat ini bukan hanya mengajarkan agar berdoa untuk keamanan dan kesejahteraan kota Mekkah, tetapi juga mengandung isyarat tentang perlunya setiap muslim berdoa untuk keselamatan wilayahnya agar memperoleh rezeki yang melimpah. Karena rasa aman dan limpahan rezeki yang cukup merupakan syarat utama bagi kemakmuran suatu wilayah.
Melalui ayat tersebut Nabi Ibrahim mengajarkan kita untuk mencintai negeri sendiri dengan selalu mengharapkan kebaikan untuknya. Maka nilai-nilai nasionalisme ini hendaknya disandingakan dengan nilai religius sebagai media untuk mencapainya, sebagaimana Nabi Ibrahim yang mewujudkan kecintaannya melalui doa kepada Allah.
Teladan ini pula yang semestinya dapat diterapkan oleh masyarakat kita untuk memupuk kecintaan terhadap negeri sendiri melalui hal-hal yang positif. Wujud rasa cinta ditampilkan melalui kebanggaan terhadap negeri sendiri dengan menampilkan potensi-potensi terbaik yang kita miliki.
Selain itu, kecintaan terhadap negeri juga dapat diwujudkan melalui sikap religius dengan mengharapkan dan mendoakan keadaan negeri menjadi lebih baik dan terhindar dari segala ancaman. Langkah konkretnya bisa dilakukan dengan memfilter budaya-budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam dan berupaya menggantinya dengan hal-hal yang sesuai.
Baca juga: Meneladani Rasa Cinta Tanah Air dari Nabi Muhammad SAW. dan Nabi Ibrahim AS.
Penutup
Sampai di sini, jelaslah bahwa rasa nasionalisme amat penting untuk dihadirkan. Kritik terhadap hal-hal yang diangap tidak sesuai merupakan keharusan, tetapi harus disampaikan dengan bijak dan disertai dengan solusi yang relevan. Hal ini dilakukan agar kritik tidak terkesan seperti aib yang dikoar-koarkan. Wallahu A’lam.
Baca juga: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 144: Cinta Tanah Air Itu Fitrah Manusia