BerandaTafsir TematikMemahami Qalbun Munib sebagai Karakter Orang yang Bertakwa

Memahami Qalbun Munib sebagai Karakter Orang yang Bertakwa

Karakter orang bertakwa dalam Al-Quran sangat beragam. Secara umum dapat dikategorikan dalam dua bentuk, yaitu zahir dan batin. Dalam artikel ini akan dibahas salah satu karakter orang bertakwa yang berkaitan dengan batin (tidak nampak), mencakup hati. Dalam tulisan Didi Junaedi telah disebutkan berbagai jenis hati yang ada dalam Al-Quran, namun belum dijelaskan secara spesifik dari masing-masing jenis hati.

Dari 20 jenis hati yang ada dalam Al-Quran, baru tiga jenis hati yang telah ditulis; qalbun salim, qalbun wajil, dan qalbun muthmainnah yang diuraikan M. Yoeki Hendra. Adapun terkait dengan qalbun munib secara spesifik belum disebutkan. Lantas, apa yang dimaksud dengan qalbun munib? Kenapa menjadi karakter orang yang bertakwa? Berikut penjelasannya!

Keterkaitan Qalbun Munib dan Qalbun Salim

Qalbun munib atau disebut dengan hati yang bertaubat pada hakikatnya memilki keterkaitan dengan qalbun salim. Fakhruddin Al-Razi dalam Mafātīh al-Gaib (28, 147) dan Wahbah Al-Zuhaili  al-Tafsīr al-Munīr  (26, 308) secara jelas menyebutkan bahwa qalbun munib seperti qalbun salim.

Dari dua penjelasan di atas, keterkaitan qalbun munib dan qalbun salim didasari pada pertemuan manusia dengan Allah swt, yang mengahruskan adanya hati yang selamat (qalbun salim). Hal demikian dapat ditelesuri dari penafsiran al-Razi yang mengutip Q.S Al-Shāffāt [37]: 83. Ayat tersebut menceritakan terkait dengan keadaan Nabi Ibrahim tatkala kelak bertemu dengan Allah, dengan hati yang baik dan selamat.

Tidak hanya dalam satu tempat, qalbun salim juga dapat ditemui dalam Q.S Al-Syu’arā [26]: 89; di dalamnya merupakan bagian dari doa Nabi Ibrahim ketika menyifati hari kiamat pada akhir doanya.

Walaupun al-Zuhaili tidak mengutip ayat -sebagaimana al-Razi- secara langsung, tetapi ia satu pendapat dengan al-Razi dalam hal ini, melalui keterangan “Allah akan ditemui oleh orang dengan qalbun munib yang tunduk di sisi-Nya.” (Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-Manhaj 26, 308).

Apabila kita pahami qalbun salim adalah hati yang selamat/bersih dari kemusyrikan, maka dalam perakteknya pasti memprioritaskan Allah dan mengesampingkan selain Allah. Selain itu, hati yang bersih juga meniscayakan dirinya kembali kepada Allah. Dalam pengertian inilah orang yang kembali disebut orang yang bertaubat (qalbun munib). Sebaliknya, orang yang sanggup untuk bertaubat dan terbebas dari kemusrikan dipastikan ia akan selamat. Oleh karena itu, disebut dengan qalbun salim.

Kesamaan Qalbun Munib dan Qalbun Mukhlish

Hati yang ikhlas (qalbun mukhlis) sering dikaitkan dengan pelaksanaan mentaati perintah Allah dan menjalankan aktivitas di muka bumi. Lebih dari itu, hati ikhlas menjadi ruh dalam ritual beribadah. Sebaliknya, ibadah tanpa didasari keikhlasan dianggap tidak ada ruhnya (sia-sia).

Al-Qurtubi dalam al-Jāmi’ Li Ahkām al-Quran (17, 21) mengatakan bahwa qalbun munib diartikan dengan datang sekaligus mendekatkan diri dengan cara taat kepada Allah. Hal yang sama juga dalam penafsiran Jalāluddin al-Mahally (Tafsīr al-Jalālain 2, 189). Dari dua penafsiran tersebut tidak heran adanya kesamaan makna hati yang ikhlas dengan hati yang bertaubat. Kesamaan tersebut terletak pada syarat yang harus terpenuhi sebelum mendekatkan diri dan kembali kepada Allah. Yaitu harus didasari pada hati ikhlas tidak ada paksaan dan harus memilki hati yang bertaubat.

Qalbun mukhlis juga sering dijadikan pra syarat untuk menjalankan (mengikuti) ketaatan kepada Allah (Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-Manhaj 26, 308). Jadi orang yang mempunyai cita-cita kembali menghadap Allah tidak akan lepas dari kepasrahan dan menggantungkan hati dan dirinya kepada Allah. Fakta tersebut juga berlaku bagi orang yang memiliki qalbun munib.

Hubungan Qalbun Munib dengan Orang Bertakwa

Qolbun munib merupakan jenis hati yang akan memberikan dampak signifikan bagi pemiliknya. Dalam Al-Quran sendiri qalbun munib merupakan karakter orang yang bertakwa. Menurut hemat penulis, qalbun munib akan merubah status manusia menjadi orang yang bertakwa. Sementara itu, dampak yang paling besar atau hasil yang akan didapatkan mereka akan mendapatkan kenikmatan surga. Dapat kita perhatikan dalam Q.S Qaf [50]: 31-35.

وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ(31)  هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (32) مَنْ خَشِيَ الرَّحْمنَ بِالْغَيْبِ وَجاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ (33) ادْخُلُوها بِسَلامٍ ذلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ (34) لَهُمْ ما يَشاؤُنَ فِيها وَلَدَيْنا مَزِيدٌ (35)

Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa (31) Inilah yang dijanjikan kepada kalian, kepada setiap hamba yang selalu kembali lagi memilihara (32) yaitu orang yang takut kepada Yang Maha Pengasih sedangkan Dia tidak kelihatan olehnya dan dia datang dengan kalbu yang bertaubat (33) Masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan (34) Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki, dan pada sisi Kami ada tambahanya (35).

Berdasarkan tematik, ayat di atas menyingkap keadaan orang yang bertakwa (Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-Manhaj 26, 306). Selain itu, orang yang bertakwa juga dapat dikategorikan sebagai ahli surga. Pendapat tersebut diketahui melalui penelusuran munasabah (hubungan) antar kata yang berada di ayat 31.

Konstruksi kata al-Muttaqīn yang disandingkan dengan harf jar lam (bermakna memiliki) menandakan surga itu diperuntukkan dan dimiliki oleh orang yang bertakwa. Karena pada dasarnya orang yang memiliki sesuatu dapat dikatakan ahli. Dengan demikian, orang yang bertakwa merupakan ahli surga.

Melalui ayat selanjutnya, telah disebutkan secara rinci karakter atau ciri ahli surga (orang yang bertakwa). Dari ayat di atas terdapat empat karakter orang yang bertakwa. Di sinilah dapat kita pahami keterhubungan qalbun munib dengan orang yang bertakwa.

Empat karakter tersebut meliputi; pertama, mereka kembali kepada Allah dan menarik diri (tidak melakukan) kemaksiatan; kedua, menjaga ketentuan atau syariat Allah, sehingga ia mengerjakan dan tidak melampaui batas (tidak sesuai aturan); ketiga, memilki rasa takut terhadap Tuhannya, baik dalam keadaan publik atau privat; keempat, datang kepada Allah dengan hati yang bertaubat.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa qalbun munib adalah salah satu karakter atau sifat yang dimilki oleh orang yang bertakwa. Takwa sendiri memilki pengertian takut serta sanggup menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Pengertian tersebut merupakan manifestasi dan prosesi mendekatkan diri dalam ruang lingkup ketaatan kepada Allah. Wallahu A’lam.

Sihabussalam
Sihabussalam
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...