BerandaTafsir TematikPentingnya Muhasabah dan Perintah dalam Al-Quran dan Hadis

Pentingnya Muhasabah dan Perintah dalam Al-Quran dan Hadis

Kata muhasabah, secara etimologi, diambil dari kata bahasa Arab. Kata ini adalah bentuk masdar (bentuk dasar) dari kata kerja hasaba (حاسب)- yuhasibu (يحاسب), yang berarti “menghitung-hitung, melakukan introspeksi diri, mengoreksi diri, dan mengingat diri.” Karena Muhasabah adalah kata benda, maka kata itu dapat diartikan dengan “penghitungan, introspeksi diri, koreksi diri, dan ingat diri.

Istilah ini dalam kehidupan sehari-hari diartikan sebagai usaha dan upaya seseorang untuk melakukan penghitungan secara dini, melakukan koreksi diri terhadap apa yang sudah dilakukan, apa yang sedang dilakukan, dan apa yang akan dilakukan oleh seseorang dalam kaitannya dengan amal ibadah kepada Allah swt.

Mengapa kita harus ber-Muhasabah? Salah satu tujuan hidup yang penting dalam menjalani kehidupan dunia ini adalah bahwa setiap manusia harus melakukan amal-amal yang  terbaik untuk menggapai kehidupan yang terbaik, baik di dunia maupun di akhirat.

Baca Juga: Menuai Spirit Kemerdekaan Melalui Ayat-Ayat Al-Qur’an

Dengan Muhasabah itu dapat berfungsi sebagai berikut:

  1. Dengan Muhasabah seseorang dapat mengoreksi diri tentang kebajikan apa yang telah dilakukan dan tentang kesalahan apa yang telah dilakukannya selama ini.
  2. Dengan Muhasabah dapat melihat kelebihan dan kekurangan yang pernah dilakukannya sebelumnya.
  3. Dengan Muhasabah dia dapat merencanakan apa yang harus dilakukannya untuk hari ini, apa yang terbaik yang harus dilakukannya hari ini.
  4. Dengan Muhasabah dia dapat merencanakan apa akan dilakukannya esok dan apa yang akan dilakukannya pada masa yang akan datang.
  5. Dengan Muhasabah dia harus berusaha meninggalkan kesalahan yang pernah dilakukannya, meningkatkan apa yang perlu ditingkatkan, dan mempertahankan hal-hal yang terbaik yang pernah dilakukan sebelumnya.
  6. Dengan Muhasabah itu dia berupaya mempertahankan dan meningkatkan kebajikan yang sudah pernah dilakukan selama ini.
  7. Dengan Muhasabah itu pula, seseorang berusaha mengingat dirinya dengan meninjau kembali segala yang telah dialaminya selama ini, mengingat kembali nikmat yang dilimpahkan Allah Swt kepadanya, dan mengingat kembali apa yang seharusnya dilakukan pada dahulu, pada masa kini, dan pada masa yang akan datang dalam rangka mensyukuri segala nikmat yang diberikan Allah swt.

Setiap muslim harus berupaya untuk melakukan muhasabah ini dalam kehidupannya di dunia ini agar ia dapat mengetahui, dapat menyadari, dapat memahami, dan dapat mengoreksi diri dalam rangka meningkatkan amal ibadah dan pendekatan diri kepada Allah swt.

Dalil-dalil yang dijadikan dasar dalam melakukan Muhasabah terdapat di dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw.

Di dalam Al-Qur’an, misalnya, terdapat sejumlah ayat yang memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan Muhasabah, baik yang diungkapkan secara tekstual maupun yang dipahami secara kontekstual. Di antaranya adalah QS. Al-Hasyr (59): 18 di mana Allah memerintahkan sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ada tiga perintah penting yang disampaikan oleh Allah di dalam ayat di atas, yaitu 1) bertakwalah kepada Allah, 2) hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang dilakukan untuk hari esoknya (hari akhiratnya), dan 3) bertakwalah kepada Allah. Bertakwa itu menjaga dirimu dari hal-hal yang buruk yang ditimpakan oleh kepadamu. Cara menjaga diri itu adalah dengan melaksanakan semua yang diperintahkan Allah dan meninggalkan semua yang dilarang Allah.

Dalam kaitan dengan Muhasabah, ayat ini memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk menyiapkan diri dengan amal-ibadah untuk menghadapi kehidupan hari esok, yaitu hari akhirat. Setiap muslim harus beramal dan beribadah sebagai persiapan menghadapi kehidupan akhirat.

Siapkanlah dirimu sekarang dengan melakukan amal-amal saleh yang paling baik dan paling lengkap untuk menghadapi hari akhiratmu. Amalmu itulah yang akan selalu menemani di akhirat. Jika di dunia ini engkau melakukan amal yang buruk, maka amal yang buruk itulah yang kelak akan menemanimu.

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Baqarah 280: Lebih Bersabar dalam Menunggu Pembayaran Hutang

Jika engkau ditemani oleh amal yang buruk di akhirat, itu berarti bahwa engkau mendapatkan nasib yang buruk. Tempatmu di dalam neraka Jahanam. Sebaliknya, jika di dunia ini engkau melakukan amal yang saleh, maka amal yang saleh itulah yang kelak akan menemanimu. Jika engkau ditemani oleh amal yang saleh di akhirat, itu berarti bahwa engkau mendapatkan nasib yang baik.

Ingatlah bahwa dunia adalah tempat menanam dan akhirat adalah tempat memetik hasil tanaman. Wallau A’lam.

Ahmad Thib Raya
Ahmad Thib Raya
Guru Besar Pendidikan Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran (PSQ)
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...