Kata pesimis, merujuk pada KBBI, berarti orang yang berpandangan atau bersikap tidak memiliki harapan baik, atau orang yang mudah putus asa. Sementara itu, antonim kata pesimis yakni optimis memiliki arti sebaliknya, yaitu orang yang selalu memiliki harapan atau pandangan baik dalam hidupnya. Dari sini kita dapat memahami bahwa pesimis merupakan sikap yang kurang baik, namun seringkali dirasakan oleh banyak orang, lantas bagaimana Al-Quran menanggapi hal tesebut? adakah dalil larangan bersikap pesimis?
Manusia tentu memiliki prinsip atau pandangan hidup masing-masing. Prinsip itulah yang menjadi pegangan dalam menghadapi setiap peristiwa yang sudah ataupun akan terjadi dalam kehidupan. Beberapa orang mungkin mudah berputus asa dikala menerima ujian, Akan tetapi, tetap saja terdapat orang-orang yang selalu berjuang demi kehidupan yang lebih baik. Singkatnya, bahagia atau tidak kehidupan seseorang bergantung dengan prinsip hidup yang ada pada dirinya sendiri.
Baca juga: Mengapa Tafsir Jalalayn Begitu Populer di Kalangan Pesantren?
Menilik pada kedua kata tersebut (pesimis dan optimis) yang nampaknya memiliki pengaruh cukup besar dalam menjalani kehidupan, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas mengenai larangan bersikap pesimis dalam QS. Ali Imran ayat 139.
وَلَا تَهِنُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Artinya: Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
Tafsir Surat Ali Imran Ayat 139
Sebelum masuk pada penafsiran ayat tersebut, perlu diketahui bahwa sebab turunnya QS. Ali Imran ayat 139 ini adalah untuk mengobati kesedihan kaum muslim yang sempat terpukul mundur dalam perang Uhud. Dengan kata lain, ayat ini merupakan sebuah motivasi bagi kaum muslim agar tidak pesimis dalam menghadapi persoalan kehidupan.
Adapun penafsiran dari ayat ini, bersumber pada Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, huruf لَا berarti sebuah larangan. Kemudian kata تَهِنُوا۟ berasal dari kata al-wahnu (الوهن) yang berarti menyatakan kelemahan pada fisik dan kata تَحْزَنُوا۟ yang berasal dari kata al-haznu (الحزن) memiliki arti dukacita atau kesedihan akibat kehilangan sesuatu yang dicintai. Sementara itu, kata الْأَعْلَوْنَ berati memiliki derajat yang paling tinggi disebabkan Allah Swt sebagai penolong mereka (kaum muslim).
Baca juga: Empat Fungsi Al-Qur’an Menurut M. Quraish Shihab
Penafsiran lainnya yakni pada Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Qur’an karya M. Quraish Shihab, diterangkan pula mengapa kaum muslim harus bersedih, sementara yang mereka perjuangkan adalah kebenaran. Mengapa kita bersedih padahal orang-orang yang gugur di antara kita mendapat pengampunan Ilahi dan menuju surga, yakni jika kamu benar-benar beriman.
Adapun dalam Tafsir Ayat-Ayat Hukum II karya Luthfie Abdullah Ismail, diterangkan bahwa makna kalimat وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ yang berarti kaum muslim paling tinggi derajatnya disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, kemampuan perang yang dimiliki umat Islam lebih baik daripada kaum kafir dan kedua, umat Islam berperang untuk Allah Swt atau demi menegakkan agama yang haqq, sementara kaum kafir berperang untuk Thagut yakni ke-bathil-an.
Baca juga: Surah Ibrahim Ayat 28: Larangan Memanipulasi Nikmat Allah Swt dalam Konteks Berbangsa
Allah Swt Melarang Kaum Muslim untuk Pesimis
Pemaknaan ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah Swt melarang kaum muslim untuk pesimis, bersedih dan berputus asa disebabkan kehilangan mereka karena terbunuh ataupun terluka di perang Uhud. Sebaliknya, Allah Swt ingin mengajarkan kepada kaum muslim untuk menjadikan kesedihan di perang Uhud tersebut sebagai cambuk agar lebih semangat berjuang dalam membela agama Allah Swt.
Adapun kontekstualisasi QS. Ali ‘Imran ayat 139 dengan keadaan saat ini berdasarkan penafsiran di atas adalah bahwa sikap lemah dan dukacita tidak lain hanya akan membawa seseorang pada ketakutan dalam bertindak ataupun bayangan kegagalan bahkan sebelum mencoba.
Selain itu, ayat tersebut juga menjelaskan bahwa seseorang harus mampu menumbuhkan kepercayaan pada dirinya sendiri, sebagaimana yang terdapat pada kalimat وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ yakni umat Islam harus percaya bahwa perjuangan mereka akan senantiasa mendapat pertolongan Allah Swt sehingga kemenangan atas memerangi kaum kafir dapat tercapai.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa hidup tidak akan pernah terbebas dari ujian ataupun cobaan. Untuk itu, melalui QS. Ali ‘Imran ayat 139, pembelajaran dan pemahaman mengenai konsep untuk selalu bersikap optimis atau larangan bersikap pesimis sangat diperlukan dalam kehidupan, sehingga dalam menghadapi setiap kesulitan, seseorang dapat selalu bersikap optimis, berusaha mengambil hikmah dari setiap kejadian, dan menjadikannya sebagai pelajaran ataupun motivasi dalam menjalani kehidupan. Wallahu a’lam[]