Petunjuk Al-Quran tentang Cara Menilai Peserta Didik: Tafsir Surah Qaf Ayat 17-18

Petunjuk Al-Quran tentang memberi nilai peserta didik
Petunjuk Al-Quran tentang memberi nilai peserta didik

Penilaian sikap menjadi aspek penting yang wajib dilakukan oleh seorang pendidik terhadap anak didiknya. Aspek afektif atau sikap menjadi poin penilaian utama yang disoroti selain penilaian kognitif (pengetahuan) dan penilaian psikomotorik (keterampilan). Tiga aspek tersebut menjadi poin dalam menilai peserta didik yang populer digunakan oleh para pendidik.

Terlebih pada kurikulum 2013, penilaian sikap lebih diutamakan dibandingkan dengan penilaian pengetahuan atau keterampilan. Sebab sikap sejatinya adalah buah dari pembelajaran yang dilakukan. Penguasaan terhadap pengetahuan yang memunculkan keterampilan adalah untuk membentuk sikap atau akhlak yang baik terutama dalam tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).

Berdasarkan pedoman penilaian pendidikan (Kemendikbud, 2017) sebagaimana dikutip oleh Mulyasa, bahwa penilaian sikap merupakan kegiatan untuk mengetahui perilaku spiritual dan sosial peserta didik yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar kelas sebagai hasil pendidikan.

Demikian penting penilaian sikap untuk dilakukan sehingga menjadi penilaian utama yang diwajibkan dalam kurikulum 2013. Namun bagaimana sesungguhnya Al-Qur’an memberi percontohan tentang penilaian sikap ini? Allah Swt. berfirman dalam QS. Qaf [50]: 17-18 sebagai berikut.

إِذۡ يَتَلَقَّى ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٞ مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٞ

Terjemah: “(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf [50]: 17-18)

Baca Juga: Belajar Menjadi Pendidik Profesional Melalui Kisah Dakwah Nabi Yunus

Tafsir QS. Qaf [50]: 17-18 tentang Malaikat yang Mencatat Amal

Ibnu Katsir menjelaskan dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa tidak ada sesuatu pun melainkan senantiasa di bawah pengawasan malaikat yang mencatatnya, tidak ada sepatah kata dan satu gerakan pun yang luput dari pengawasan malaikat.

Al-Ahnaf bin Qais mengatakan: “Malaikat yang berada di sebelah kanan mencatat kebaikan, yang ia sekaligus menjaga malaikat yang menempati sebelah kiri. Jika seorang hamba melakukan kesalahan, maka malaikat sebelah kanan akan berkata kepadanya” ‘Tahan dulu!’ Jika ia memohon ampunan kepada Allah, maka ia akan mencegahnya agar tidak mencatat dan jika hamba tersebut tidak mau memohon ampun, maka barulah malaikat mencatatnya.”

Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir juga menjelaskan bahwa meskipun Allah Swt. mengetahui segala yang ada dalam hati manusia, Dia ingin tetap menugaskan dua malaikat yang bertugas mencatat dan mengawasi perbuatan manusia sebagai bukti sehingga mereka tidak bisa mengelaknya.

Allah menyatakan lebih dekat kepada manusia dari setiap hal yang dekat darinya ketika dua malaikat pencatat amal mencatat segala yang ia ucapkan dan kerjakan. Di sebelah kanan dan kirinya ada satu malaikat yang senantiasa menyertainya. Qa’iid adalah orang yang duduk bersamamu. Malaikat sebelah kanan bertugas mencatat segala amal kebajikan, sedangkan malaikat sebelah kiri mencatat segala amal keburukan.

Dalam ayat lain Allah juga berfirman:

وَإِنَّ عَلَيۡكُمۡ لَحَٰفِظِينَ كِرَامٗا كَٰتِبِينَ يَعۡلَمُونَ مَا تَفۡعَلُونَ

Terjemah: “10. Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), 11. Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), 12. Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Infithar [82]: 10-12)

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan maksud dari kalimat   وإن عليكم لحفظين “padahal sesungguhnya bagi kamu ada yang mengawasi,” yaitu pengawas yang berasal dari golongan malaikat.

Shihab juga menambahkan bahwa kalimat tersebut ditujukan kepada semua manusia yang mukallaf (dewasa dan berakal) tanpa terkecuali. Demikian pula kata على  yang terdapat dalam firman-Nya عليكم  mengisyaratkan betapa besar kuasa malaikat untuk mengawasi dan memperhatikan perbuatan manusia. Apalagi Allah yang berada pada kedudukan lebih tinggi dari malaikat.

Baca Juga: Ragam Pemaknaan Kata Rabb dalam Surah al-Fatihah Ayat 2 dan Kaitannya dengan Pendidikan

Evaluator (Malaikat) Allah Sebagai Pencontohan Penilaian

Melalui QS. Qaf [50]: 17-18 yang diperkuat dengan QS. Al-Infithar [82]: 10-12 di atas telah menggambarkan adanya evaluator atau penilai yang Allah kirimkan untuk mencatat segala perbuatan manusia ketika hidup di dunia. Pencatatan tersebut meliputi amal baik dan juga amal buruk.

Namun tidak semua amal manusia dicatat mentah-mentah begitu saja, sebagaimana dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir di atas bahwa sebelum mencatat malaikat akan menimbang dan memberi kesempatan terlebih dahulu ketika manusia melakukan amal jahat hingga ia memohon ampun kepada Allah. Namun ketika tidak niatan untuk taubat, maka barulah malaikat akan mencatat amal buruknya.

Demikian keadilan yang diberikan Allah kepada manusia begitu luar biasa, bahkan saat manusia melakukan kezhaliman kepada-Nya sekalipun. Selain itu, dalam ayat tersebut Allah mengajarkan tentang pentingnya penilaian kepada manusia untuk melihat sejauh mana kualitas amal kebaikan ataupun amal keburukannya.

Kontekstualisasi ayat ini adalah percontohan bagi pendidik dalam menilai peserta didiknya. Pertama, penilaian harus dilakukan secara autentik (sebagaimana adanya) yang terkait dengan penilaian sikap baik atau penilaian sikap buruk. Namun seorang pendidik, harus memberi kesempatan kepada peserta didiknya untuk berubah ketika sikap yang ditunjukkan tidak baik.

Hal tersebut sebagaimana Allah contohkan melalui malaikat yang memberi kesempatan bertaubat kepada manusia sebelum mencatat amalnya. Kedua, Allah juga mencontohkan tentang pentingnya proses validasi penilaian untuk melihat sejauh mana tingkat keakuratan hasil penilaian tersebut.

Sebagaimana yang dilakukan Allah dalam menilai amal baik manusia. Sejatinya, Allah mengetahui secara pasti setiap perbuatan manusia bahkan lebih tahu dari siapapun. Namun Allah tetap melibatkan malaikat dalam mencatat amal manusia agar perekaman amal tersebut tidak terbantahkan lagi. Demikian pentingnya seorang pendidik melibatkan peserta didik ataupun pendidik yang lain dalam proses penilaian sikap. Hal ini bertujuan agar data penilaian betul-betul valid dan terhindar dari subyektivitas yang berlebihan.

Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Inilah Tujuan Pendidikan Islam

Penutup

Penilaian yang baik adalah penilaian yang mengedepankan keadilan. Hal ini ditunjukkan dengan cara seorang guru yang menilai peserta didik sebagaimana adanya tanpa dikurangi atau dilebihkan sedikit pun. Terkhusus pada penilaian sikap, pendidik semestinya betul-betul cermat dalam mengobservasi maupun meneliti sikap peserta didik sebagaimana malaikat Allah yang begitu apik dalam mencatat amal manusia.

Selain dirinya sendiri, pendidik juga semestinya melibatkan orang lain baik teman sebaya peserta didik atau melalui pendidik yang lain. Hal ini bertujuan agar hasil penilaian benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana Allah yang Maha Tahu tetapi tetap melibatkan malaikat dalam mencatat amal manusia. Wallahu A’lam.