BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanMari Berlomba dalam Kebaikan dan Sudahi Saling Klaim Kebenaran!

Mari Berlomba dalam Kebaikan dan Sudahi Saling Klaim Kebenaran!

Menyambut kelahiran Nabi Muhammad seharusnya dirayakan dengan penuh kedamaian. Mengingat, Rasulullah adalah wujud nyata kasih sayang Allah untuk semesta alam. Namun, masih saja ada beberapa kalangan yang menodai perayaan semacam ini. Kemudian saling menyalahkan dan merasa diri paling benar.

Selain perayaan Maulid Nabi, masih banyak tema yang menjadi perdebatan dari tahun ke tahun. Seakan tidak ada tema yang lebih layak untuk dibicarakan demi kebaikan umat dan bangsa. Padahal, masih banyak kebaikan-kebaikan yang harus terus diupayakan sebagai bentuk khidmat kepada masyarakat dan bangsa.

Satu dari penyebab pertikaian semacam ini adalah klaim kebenaran. Kebenaran yang seharusnya menjadi modal untuk melakukan kebaikan, malah digunakan untuk menyalahkan dan merusak relasi antar golongan dan umat beragama. Tentu seharusnya kebenaran harus diolah agar menjadi kebaikan dan melahirkan keindahan.

Untuk menegaskan pentingnya kebaikan, berikut akan diuraikan ayat-ayat yang memerintahkan untuk berlomba dalam kebaikan. Melalui ayat ini akan kita ambil beberapa hikmah yang menjadi penting dan relevan dalam mengelola kebenaran dan terus melakukan kebaikan.

Perintah Berlomba dalam Kebaikan

Terdapat dua perintah yang sama dalam dua ayat yang berbeda. Keduanya memerintahkan untuk kita menyibukkan diri berlomba dalam kebaikan. Berikut dua ayat tersebut beserta terjemahannya.

Surah Al-Baqarah ayat 147-148

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya: “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Baca juga: Siapakah yang Disebut Ahl al-Kitab dalam Al-Quran itu?

Qurasih Shihab menerangkan ayat ini perihal kebenaran dan kebaikan. Pertama, bahwa kebenaran hanya berasal dari Allah Sang Maha Benar. Kedua, ayat ini menjelaskan bahwa setiap umat ada kiblatnya sendiri yang ia menghadap kepadanya, sesuai dengan kecenderungan dan keyakinan masing-masing. Jika mereka menghadap kiblat masing-masing dengan mengharap ridha Allah, maka umat Muslim tetap harus belomba dalam kebaikan dengan mereka. (Tafsir al-Misbah, jil. 1, hal. 355-356).

Asy-Sya’rawi menerangkan lebih lanjut, bahwa manusia memiliki ikhtiar masing-masing untuk memilih apa yang dia ingin perbuat. Namun, pada akhirnya setiap manusia dengan keyakinan masing-masing akan dinilai dari perbuatan baiknya kepada siapapun selama di dunia. Dengan catatan selama mengharap keridhaan Allah Swt. (Tafsir Asy-Sya’rawi, hal. 638).

Artinya, melalui penafsiran ini ada titik tekan dari Al-Qur’an untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Baik itu dengan yang satu keyakinan atau dengan keyakinan yang lain, mengingat setiap kelompok memiliki keyakinan beserta dalil-dalinya sendiri.

Sementara ayat berikutnya juga senada, namun dengan penjelasan tentang Allah yang tidak menghendaki hanya satu umat saja. Kemudian diakhiri dengan perintah berlomba-lomba dalam kebaikan. Ini tercantum dalam surah Al-Maidah ayat 48:

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Artinya: “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”

Berkaitan ayat ini, Makarim Syirazi menerangkan bahwa bagi masing-masing, Allah berikan aturan dan jalan yang terang. Kemudian Allah tidak menjadikan manusia menjadi umat yang satu, karena manusia memiliki potensi untuk memilih beragam jalan menuju Allah. Lalu, diperintahkan untuk berlomba dalam kebaikan. Karena tolok ukur kemanusiaan adalah bagaimana ia melakukan kebajikan dan kebaikan. (Tafsir Al-Amthal, jil. 4, hal. 27)

Quraish Shihab juga menegaskan bahwa kata “law/sekiranya” dalam firman-Nya (law syaallah), yang artinya “sekiranya Allah menghendaki”. Ini menunjukkan kemustahilan bahwa Allah menjadikan manusia satu pendapat, satu kecenderungan, dan satu keyakinan. Dimaksudkan agar manusia bebas memilah dan memilih, termasuk memilih keyakinan dan agama.

Lebih lanjut diterangkan bahwa, kebebasan memilah dan memilih itu dimaksudkan agar manusia dapat berlomba-lomba dalam kebajikan, dan dengan demikian akan terjadi kreativitas dan peningkatan kualitas, karena hanya dengan perbedaan dan perlombaan yang sehat, kedua hal itu akan tercapai. (Tafsir Al-Misbah, jil. 3, hal. 115-116).

Baca juga: Makna Kebebasan Beragama dan Toleransi dalam Al-Quran

Hikmah Ayat

Melalui dua ayat dan penjelasan di atas dapat kita ambil beberapa hikmah penting. Pertama, bahwa perbedaan menjadi niscaya dan tidak dapat dihindarkan. Lalu, Allah memang memberi kebebasan tanpa paksaan. Artinya, kita juga tidak boleh memaksa orang lain untuk mengikuti keyakinan kita.

Adapun yang Kedua, penekanan ayat ini adalah berlomba-lomba dalam kebaikan. Dengan demikian, fokus kita harus pada kebaikan, bukan saling klaim kebenaran. Karena kebenaran hanya berasal dari Allah semata. Tugas kita sebagai manusia adalah terus berlomba dalam kebaikan, kepada siapapun dan di manapun kita berada.

Semoga dengan mengkaji dua ayat ini, dapat meluaskan pikiran kita, melapangkan dada kita untuk menerima perbedaan. Kemudian menyikapi perbedaan bukan dengan menyalahkan, akan tetapi dengan berlomba-lomba dalam kebaikan untuk meraih keridaan Allah.

Wallahu’alam bisahawab.

Baca juga: Mengulik Kembali Nilai Pluralisme dalam Surah Al-Hujurat Ayat 13

Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Mahasiswa pascasarjana IAT UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bisa disapa di @azzaranggi atau twitter @ar_zaranggi
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...