Fenomena childfree merupakan wacana hangat yang ramai diperbincangkan akhir abat ke-20 hingga kini, menjadi childfree adalah keputusan berat dan tidak diharapkan namun, pendukung gaya hidup childfree memiliki alasan tersendiri salah satunya orientasi karir. Kristin dalam tulisannya yang berjudul Choosing Childlessness: Webwr’s Typology of Action and Movies of The Voluntarily Childless, tertulis bahwa hasil penelitian David Foot, pakar ekonomi University of Toronto menyatakan tingkat pendidikan wanita merupakan faktor penting penentu apakah dia memutuskan mempunyai anak atau sebaliknya.. Meningkatnya level pendidikan seorang wanita berkorelasi dengan meningkatnya keinginan childfree. Fenomena ini tentunya tidak terlepas dari fenomena kesetaraan gender yang menyebabkan double burden atau peran ganda double burden pada perempuan yang kemudian berimplikasi pada keinginan childfree dengan alasan orientasi karir.
Childfree merupakan pilihan hidup yang sudah lama berkembang di dunia barat namun, ketika fenomena ini dibenturkan dengan kontruksi masyarakat Indonesia tidak sedikit yang menilai childfree sebagai pilihan hidup yang aneh, konyol, pelakunya mendapat cemohan. Dominasi penganut agama Islam di Indonesia membuat keputusan childfree menuai kontroversi mengingat Islam memiliki konsep tersendiri dalam membangun dan mengatur rumah tangga. Menurut dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia bahwasanya childfree termasuk tindakan yang kurang Islami.
Baca juga: Telaah Dalil Poligami: Poligami Boleh Saja, Tapi Afdhal-nya Tetap Monogami
Pengertian Childfree
Istilah childfree dalam Reinterpretasi Teori Language Game Dalam Bahasa Dakwah Perspektif Ludwig Wittgenstein karya Fikri dan Firdausiah, diartikan sebagai keputusan untuk tidak memiliki anak setelah menikah disebabkan oleh beberapa alasan salah satunya orientasi karir. Di antara banyaknya alasan untuk memutuskan memilih childfree, orientasi karir akan menjadi topik pada tulisan ini dikarenakan antara childfree dan perjuangan kesetaraan gender yang berimplikasi pada double burden memiliki kaitan yang erat dan sebagaimana yang diketahui tafsir-tafsir feminisme turut berperan dalam proses perjuangan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dengan melakukan reinterpretasi terhadap nash-nash Al-Qur’an yang dianggap bias gender. Ayat-ayat Al-Qur’an yang dianggap misoginis direinterpretasikan sehingga tidak dihakimi sebagai salah satu sebab langgengnya budaya partiarki.
Tujuan Pernikahan dalam Islam
Berdasarkan implikasi di atas, mengetahui pandangan Al-Qur’an tentang childfree sangat penting untuk disosialisasikan agar mampu membawa pada kemaslahatan bersama. Kemudian dalam tulisan Lia Anita, Meraih Sebuah Keberkahan Dengan Menikah Dalam Pernikahan Perspektif Hukum Islam, bahwa Childfree tidak terlepas dari tujuan pernikahan yang salah satunya mempertahankan keturunan umat Islam sebagaimana tercantum dalam QS. Ar-Rum/30:21:
فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ 187…
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu.
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah ayat di atas khususnya kalimat carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu merupakan anjuran memperbanyak keturunan, pendapat ini diperkuat oleh sejumlah ulama shalaf seperti Ibn Abbas, Mujahid, Ikrimah, Hasan al-Basri dll. Ibn Qayyim juga memperkuat argumentasinya dengan hadis bahwa Rasuslullah saw. memerintahkan umatnya untuk menikah dan melarang keras untuk membujang, agar mampu melahirkan keturunan-keturunan sholeh.
Baca juga: Memahami Kata Islam dalam QS. Ali Imran: 19 Perspektif Semiotika Roland Barthes
Selain itu, imam As-Sarkhasi berkata bahwa akad nikah berkaitan dengan berbagai kemaslahatan, baik kemaslahatan agama atau dunia salah satunya memperbanyak populasi hamba Allah dan umat Nabi Muhammad saw, serta memastikan kebanggaan rasul atas umatnya (Khitab 2009). Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin berkata, upaya memiliki keturunan merupakan ibadah dari empat sisi yang menjadi alasan pokok dianjurkannya menikah ketika aman dari gangguan syahwat.
- Mencari ridha Allah dengan menghasilkan keturunan.
- Mencari cinta Nabi saw dengan memperbanyak populasi manusia yang dibanggakan.
- Berharap berkah dari doa anak saleh setelah dirinya meninggal.
- Mengharap syafaat sebab menigalnya anak kecil yang mendahuluinya.
Memiliki anak merupakan nikmat yang tidak Allah swt. berikan kepada sembarang orang, sebagaimana dalam surah asy-Syura/42: 49-50:
يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ ۗيَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ اِنَاثًا وَّيَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ الذُّكُوْرَ ۙ اَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَّاِنَاثًا ۚوَيَجْعَلُ مَنْ يَّشَاۤءُ عَقِيْمًا
Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki.
Kehadiran anak dalam sebuah rumah tangga juga sebagai penenang hati, penyejuk jiwa, dan pemimpin orang-orang yang bertakwa yang selaras dengan QS. al-Furqan/25: 74
يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا …
… Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.
Ulama tafsir menyebutkan bahwa maksud Qurrata a’yun adalah anak-anak yang sholeh, berbakti kepada kedua orang tuanya, bermanfaat bagi sesamanya sehingga tidak heran, akan berpotensi menjadi pemimpin bangsa dan agama.
Pandangan Al-Qur’an tentang Childfree
Jika dilihat dari sudut pandang tujuan pernikahan sebagaimana yang telah dipaparkan di atas maka bisa kita lihat bahwa kehadiran anak sangat dianjurkan di dalam Islam sebagaimana yang termaktub di dalam Al-Qur’an. Berdasarkan ayat-ayat di atas, anak merupakan nikmat, berkah, dan juga ujian sebagaimana dalam QS. ath-Thagabun/64: 15. Selain itu, keberadaan anak menjadi sarana pelaksanaan kekhalifahan orang tua di dunia, selain itu, anak bisa menjadi sebab keberuntungan orang tua di akhirat.
Maka jika dilihat anjuran, keutamaan, serta urgensi anak sholeh dalam sebuah keluarga serta pertimbangan yang memberikan orientasi karir sebagai alasan untuk memilih childfree maka hendaknya pilihan tersebut tidak dilakukan hal ini dikarenakan perbuatan yang demikian tidak sejalan dengan anjuran Al-Qur’an serta meyalahi makna filosifis sebuah pernikahan.
Fenomena childfree muncul dilatar belakangi oleh beberapa sebab salah satunya adalah orientasi karir. Ketika seorang perempuan telah memperoleh hak untuk terjun ke dunia publik maka ia harus menerima dampaknya yaitu double burden dan pada saat perempuan disibukkan dengan karirnya maka tidak sedikit yang akan memutuskan untuk memilih childfree. Jika childfree ingin dilihat menggunakan pandangan Al-Qur’an maka mengetahui tujuan pernikahan yang salah satu tujuannya mendapat keturunan sangatlah urgen. Berdasarkan anjuran, keutamaan, serta urgensi anak sholeh dalam sebuah keluarga serta pertimbangan yang memberikan orientasi karir sebagai alasan untuk memilih childfree maka hendaknya pilihan tersebut tidak dilakukan hal ini dikarenakan perbuatan yang demikian tidak sejalan dengan anjuran Al-Qur’an serta meyalahi makna filosifis sebuah pernikahan.
Baca juga: Mengenal Teks Manuskrip Kaifiat Qulhu dari Dayah Tanoh Abee