Pada artikel sebelumnya dinyatakan bahwa salah satu fungsi Al-Qur’an adalah sebagai syifa’ (penyembuh) dari berbagai penyakit. Hal ini disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis seperti QS. Al-Isra: 82 dan HR. al-Daraquthni no. 3018. Diterangkan pula bahwa fungsi penyembuhan tersebut bermakna ganda, bisa berarti menyembuhkan dari penyakit jasmani maupun penyakit rohani.
Kali ini, penulis hendak memaparkan beberapa contoh praktik penyembuhan dengan Al-Qur’an yang diterapkan sebagai budaya lokal di Indonesia. Praktik-praktik ini jika diperhatikan cukup menarik dan unik yang mungkin saja tidak ditemukan di tempat lain.
Fenomena praktik tersebut dalam kajian sosiologi Al-Qur’an disebut dengan istilah living qur’an, yakni praktik di masyarakat yang terinspirasi dari nilai-nilai Al-Qur’an, sehingga seakan-akan Al-Qur’an “hidup” di tengah-tengah mereka. Fenomena living qur’an berkaitan dengan seperti apa dan sejauh mana Al-Qur’an diresepsi oleh masyarakat.
Resepsi Al-Qur’an sendiri menurut Ahmad Rafiq, salah seorang tokoh yang mempopulerkan kajian ini, ada tiga macam; resepsi eksegesis yang berkaitan dengan tafsir Al-Qur’an, resepsi estetis yang berkaitan dengan aspek keindahan Al-Qur’an, dan resepsi fungsional yang berkaitan dengan fungsi Al-Qur’an sebagai sesuatu yang diamalkan oleh pembaca.
Berikut beberapa contoh praktik resepsi fungsi penyembuhan Al-Qur’an yang ada di masyarakat:
- Jampi-jampi dengan bacaan Al-Qur’an
Di Lombok, ada tradisi sebagian masyarakat yang ketika mengalami sakit, mereka tidak pergi ke rumah sakit atau membeli obat, melainkan meminta dijampi kepada tokoh agama. Jampi yang dibacakan berbeda-beda sesuai penyakit yang diderita.
Misalnya jika pasien mengalami masuk angin, ia dibacakan QS. Al-Anbiya’: 87. Jika merasa demam, dibacakan QS. Al-Fatihah: 1-7. Jika sakit kepala, dibacakan kaf ha’ ya’ ‘ain sad (QS. Maryam: 1). Jika sakit mata, maka dibacakan QS. Yusuf: 4. Sedangkan jika sakit gigi, ia dibacakan QS. Al-Baqarah: 72.
Tradisi di Lombok ini mengingatkan kita dengan apa yang dilakukan seorang sahabat bernama Abu Said al-Khudri yang telah diceritakan pada artikel sebelumnya. Beliau dalam HR. al-Bukhari no. 2115 diceritakan mengobati seorang kepala suku yang jatuh sakit dengan membacakannya surah Al-Fatihah. Perbuatannya ini kemudian diafirmasi oleh Nabi sebagai sesuatu yang tidak bertentangan dengan syariat.
Baca juga: Maksud Al-Qur’an Penyembuh Bagi Mukmin dan Penambah Kerugian Bagi Kafir
- Ruqyah kerasukan jin atau gangguan sihir
Ini pernah dilakukan oleh Nabi sendiri. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Nabi pernah membaca al-mu’awwizatain (surah Al-Falaq dan surah An-Nas) secara khusus ketika dirinya disihir (Asbab Nuzul al-Qur’an, hal. 515).
Di Indonesia, praktik ini biasa dikenal dengan nama ruqyah syar’iyyah. Misalnya apa yang dilakukan oleh para terapis di MABRUQ (Markaz Bekam Ruqyah) di Jambi. Mereka membacakan pasien ayat-ayat Al-Qur’an, mendoakannya, dan terkadang mengajak bicara jin yang diyakini berada di tubuh pasien supaya berhenti mengganggunya.
Ayat-ayat yang dibacakan kepada pasien antara lain QS. Al-Fatihah: 1-7; Al-Baqarah: 1-5, 102, 161-166, 255-258, 285-286; Ali Imran: 26-27; Al-A’raf: 117-122; Yunus: 79-81; Al-Isra: 81; dan Taha: 65-69.
Praktik ruqyah ini di beberapa tempat sudah terlembagakan, sehingga menjadi lebih sistematis dan memasyarakat. Selain MABRUQ (Markaz Bekam Ruqyah) di Jambi, lembaga serupa juga terdapat di Bandung dengan nama Bekam Ruqyah Center (BRC) Bandung.
- Terapi penyembuhan untuk orang sakit
Praktik terapi di sini mirip seperti praktik jampi-jampi yang disebutkan di awal, hanya saja bacaan Al-Qur’an yang dipilih lebih banyak dan biasanya sudah ada susunan patennya atau tidak ada bacaan khusus untuk penyakit tertentu. Ini misalnya praktik yang dilakukan di Ma’had Tahfidzul Qur’an Bahrusysyifa’ Bagusari Jogotrunan, Lumajang.
Di sana, terapi dilakukan dengan pertama-tama memberikan pasien minuman air putih yang telah dibacakan 30 Juz Al-Qur’an oleh pengasuh, para ustaz, dan para santri penghafal Qur’an. Kemudian bagian tubuh pasien yang sakit dibacakan beberapa ayat pilihan, yaitu QS. Al-Fatihah sebanyak 7 kali; Al-Baqarah: 1-5, 102-105, 283-286, ayat kursi; Ali-Imran: 1-3; Al-Hasyr: 20-24; Al-Kahfi; Al-Ikhlas; Al-Falaq; dan An-Nas.
Praktik terapi Al-Qur’an di Pesantren At-Tin, Doplang, Purworejo lebih unik lagi. Di sana pasien diminta membawa seekor ayam. Setelah dibacakan QS. Al-Isra: 82, QS. Asy-Syu’ara: 80, dan zikir lainnya, sang ustaz kemudian menyembelih ayam tersebut dan memperhatikan kondisi organ dalamnya. Dari situ ia mendiagnosis penyakit pasien dan menentukan obat herbal serta zikir yang perlu diamalkan oleh si pasien.
- Terapi murattal Al-Qur’an di rumah sakit
Di beberapa rumah sakit saat ini, terutama rumah sakit Islam, banyak yang telah menggunakan murattal Al-Qur’an sebagai salah satu bentuk terapi. Murattal Al-Qur’an diperdengarkan kepada pasien guna mempercepat pemulihan, menurunkan stres, memperlancar operasi, dan tujuan lain sebagainya. Beberapa rumah sakit yang melakukan terapi ini antara lain R.S. Roemani Muhammadiyah Semarang, R.S. Ridhoka Salma Cikarang, dan R.S. Ginjal Rasyida Medan.
Demikian sebagian ragam praktik resepsi atas fungsi syifa Al-Qur’an yang ditemukan di masyarakat Indonesia. Bagi sebagian kalangan mungkin saja hal ini tidak masuk akal, termasuk pemilihan ayat yang digunakan untuk penyembuhan, namun beginilah realitanya.
Al-Qur’an ditafsiri dan diresepsi sedemikian rupa oleh masyarakat sebagai bentuk optimisme mereka terhadap khasiat Al-Qur’an, sekaligus sebagai salah satu usaha membumikan kitab suci yang dianggap sakral tersebut. Semoga kita senantiasa mendapatkan keberkahannya, amin.
Baca juga: Beragam Bentuk Rajah dan Pandangan Para Ulama, Simak Penjelasannya