BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Surah Attaubah Ayat 36: Kesunahan Puasa Rajab

Tafsir Surah Attaubah Ayat 36: Kesunahan Puasa Rajab

Semua jenis ibadah pada hakikatnya adalah baik bahkan kebaikan itu sendiri, terlepas dari waktu dan tempat dilaksanakannya ibadah tersebut. Hanya saja terkadang waktu dan tempat menjadi sebab tidak sahnya suatu ibadah, semisal salat dihukumi batal bila dilaksanakan di dalam kamar mandi, atau seperti puasa di hari raya, baik idul fitri maupun idul adha.

Waktu dan tempat juga dapat menjadi sebab nilai pahala suatu ibadah menjadi bertingkat dan berlipat-lipat, seperti ibadah di yang dilakukan di waktu dan di tempat-tempat yang memiliki keutamaan.

Di antara beberapa ibadah yang terikat dengan waktu sehingga nilai pahalanya bertingkat-tingkat adalah puasa. Selain wajib, puasa juga memiliki hukum sunah yaitu selain puasa Ramadan, puasa karena nazar, dan puasa karena denda. Jika demikian maka puasa sunah adalah puasa-puasa yang dilakukan tidak karena suatu tuntutan wajib tetapi semata karena hendak mendekat (taqarrub) kepada Allah, sebut saja puasa Rajab.

Baca Juga: Tafsir Surah At-Taubah Ayat 36: Menanam Amalan di Bulan Rajab

Tingkatan puasa-puasa sunah

Menurut Imam Ghazali puasa-puasa sunah dapat menjadi utama (muakkad) jika dilakukan diwaktu-waktu yang utama pula. Dalam kitab Ihya’-nya, beliau berkata:

اعْلَمْ أَنَّ اسْتِحْبَابَ الصَّوْمِ يَتَأَكَّدُ فِي الْأَيَّامِ الْفَاضِلَةِ وَفَوَاضِلُ الْأَيَّامِ بَعْضُهَا يُوجَدُ فِي كُلِّ سَنَةٍ وَبَعْضُهَا يُوجَدُ فِي كُلِّ شَهْرٍ وَبَعْضُهَا في كل أسبوع

Ketahuilah, bahwa puasa-puasa sunah dapat menjadi utama (muakkad) jika dilakukan pada waktu-waktu utama (fadilah). Dan waktu-waktu utama itu ada yang terulang setiap pergantian tahun, bulan dan setiap pergantian minggu”

Adapun puasa sunah yang dilakukan setiap perputaran minggu seperti puasa senin, kamis dan jumat. Semetara bulanan adalah puasa diawal, tengah dan akhir setiap bulan. Sedangkan puasa tahunan seperti puasa di hari-hari Arafah, ‘Asyura, sepulah pertama bulan Zul Hijjah dan sepuluh pertama bulan Muharram. Kemudian puasa dibulan-bulan utama, seperti bulan Zul-Qa’dah, Zul Hijjah, Muharram dan Rajab ditambah dengan bulan Sya’ban. (Ihya Ulumiddin vol. 1 hal. 928)

Atas dasar itu, menurut Imam Ghazali Rajab merupakan salah satu bulan yang dianjurkan berpuasa.

Bulan Rajab menjadi mulia (utama) karena termasuk dari empat bulan haram yang tersebut di dalam al-Quran Surah at-Taubah ayat 36 Allah berfirman:

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.”

Empat bulan haram itu adalah Zul Qa’dah, Zul Hijjah, Muharram dan Rajab sesuai dengan sebuah riwayat yang dikutib oleh  Fakhruddin ar-Razi:

قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فِي الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ:وَاحِدٌ فَرْدٌ وَثَلَاثَةٌ سَرْدٌ

Bulan haram itu satu tunggal dan tiga berurutan” (Mafatih al-Ghaib vol. 1 hal. 121)

Baca Juga: Mengapa Empat Bulan Ini Disebut Bulan Haram? Simak Penjelasannya

Kemuliaan bulan Rajab

Tentang keutaman bulan Rajab menurut Syekh Mulla Ali Qari (W. 1014 H) diisyaratkan oleh penggalan ayat

فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ

Bahwa dilipat gandakannya dosa kezaliman dibulan-bulan haram demikian pula pahala amal-amal kebaikan, itu menunjukkan bahwa bulan-bulan itu amat mulia termasuk bulan rajab sendiri. Walaupun pada dasarnya setiap kezaliman itu buruk tetapi keburukan dosa yang dilakukan dibulan haram lebih keci dari pada bulan lainnya dengan bukti sangat dilarangnya perperangan dibulan-bulan haram itu. Sebaliknya amal kebaikan tentu bernilai lebih pula.

Hal ini sesuai ucapan Qatadah yang beliau kutib “Pahala amal kebaikan yang dilakukan dibulan-bulan haram lebih besar dari bulan-bulan lain, begitu pula dosa kezaliman dibulan-bulan itu lebih besar dari pada dosa kezoliman dibulan-bulan lain” (Risalah al-Adab Fi Rajab, hal. 25)

Baca Juga: Inilah Larangan di Bulan Haram yang Perlu Diketahui

Puasa Rajab antara sunah dan tidak

Salah satu pembahasan khusus yang dijelaskan Syekh Mulla Ali Qari dalam Risalah al-Adab fi Rajab-nya adalah tentang apakah benar puasa dibulan Rajab itu disunahkan berdasarkan hadis-hadis Nabi ataukah tidak?

Menurut dia, puasa di bulan Rajab, meskipun hadis-hadis yang meriwayatkannya hampir semuanya dhaif (lemah) namun dengan banyaknya jalur hadis-hadis yang meriwayatkanya maka hadis itu dapat dianggap kuat. Selain itu bukankah kaidah ilmu hadis menyebutkan bahwa hadis-hadis dhaif dapat diamalkan jika berkaitan dengan keutamaan-keutamaan ibadah (fadhailul a’mal). Terdapat tidak kurang dari 14 hadis yang dia sebutkan tentang kesunahan puasa di bulan Rajab itu. (Risalah al-Adab Fi Rajab, hal. 30)

Atas dasar itu, dia memiliki pandangan yang sama dengan Imam Ghazali yang juga mengakui kesunahan puasa di bulan Rajab. Dan salah satu hadis yang beliau kutip adalah:

رَجَبٌ شَهْرٌ عَظِيمٌ، يُضَاعِفُ اللهُ فِيهِ الْحَسَنَاتِ، فَمَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ سَنَةً

Rajab adalah bulan agung, Allah lipat gandakan di dalamnya pahala kebaikan, barang siapa yang berpuasa sehari dalam bulan Rajab maka seakan dia telah puasa selama setahun”( al-Mu’jam al-Kabir Li at-Thabrani vol. 6 hal. 69)

Jawaban Mulla Ali Qari kepada orang yang melarang puasa Rajab

Yang menarik adalah Mulla Ali Qari mengkritik ulama yang tidak mengakui kesunahan puasa Rajab yang bahkan melarang serta mengklaim puasa Rajab itu bidah.

Dia berkata: “Tidak ada gunanya tindakan sebagian ulama yang melarang puasa di bulan Rajab bahkan mengklaim bidah itu, karena bagaimanapun puasa pada hakikatnya adalah ibadah sedangkan ibadah pastilah baik. Manusia tidaklah diciptakan kecuali untuk beribadah. Selain itu, bukankah semua ulama telah sepakat bahwa hadis-hadis dhaif boleh di amalkan jika berkaitan dengan fadhailul amal”. (Risalah al-Adab Fi Rajab, hal. 41-42)

Sehingga terlepas dari waktu kapan puasa itu dilakukan, selagi tidak dalam waktu yang diharamkan pada dasarnya puasa tetaplah dianjurkan, apalagi di bulan Rajab yang termasuk dari bulan-bulan haram yang tentu memiliki keutamaan dari bulan-bulan lain.

Dengan begitu, sekiranya tidaklah patut mempermasalahkan orang disekitar kita yang dengan tulus hati berpuasa dibulan Rajab, tanpa perlu mengucilkannya hanya karena hadis yang digunakan itu dhaif. Karena bagaimanapun tetap ada ulama yang menganggap puasa Rajab itu sunah. Wallahu a’lam.

M. Yoeki Hendra
M. Yoeki Hendra
Mahasantri Ma'had 'Aly Situbondo, gemar membaca kitab-kitab turats
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...