BerandaTafsir TematikEtika Berbicara Bagi Perempuan dalam Surah Al-Ahzab Ayat 32

Etika Berbicara Bagi Perempuan dalam Surah Al-Ahzab Ayat 32

Etika berbicara merupakan sebuah bentuk komunikasi yang tidak akan lepas dari kehidupan sehari-hari. Bicara yang sopan akan mempengaruhi kualitas seseorang menjadi baik. Bahkan di dalam al-Qur’an sendiri telah memberikan petunjuk terkait bagaimana mengimplementasikan pembicaraan yang baik dan benar. Apalagi etika berbicara perempuan kepada laki-laki. Penulis memandang alasan terdapat ayat al-Qur’an yang khusus dihadapkan kepada perempuan adalah karena Islam hadir untuk memberikan keadilan dan kehormatan perempuan lewat al-Qur’an yang dijadikan sebagai pedoman. Salah satu ayat al-Qur’an yang jelas diperuntukan kepada perempuan terkait etika berbicara perempuan adalah QS.Al-Ahzab [33]:32.

يٰنِسَاۤءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِيْ فِيْ قَلْبِهٖ مَرَضٌ وَّقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوْفًاۚ ٣٢

Artinya : “Wahai istri-istri Nabi, kamu tidaklah seperti perempuan-perempuan yang lain jika kamu bertakwa. Maka, janganlah kamu merendahkan suara (dengan lemah lembut yang dibuat-buat) sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab [33]:32).

Baca Juga: Tafsir Ayat-ayat Syukur: Hiduplah dengan Bahagia!

Satu ayat yang di dalamnya mengandung perintah larangan, penyebab adanya larangan, bahkan solusi dari perintah larangan. Perintah yang dimaksud adalah berupa merendahkan atau melunakkan atau melembutkan suara. Ayat tersebut secara jelas diberikan kepada para Istri Nabi Muhammad SAW, dengan demikian ayat tersebut juga berlaku kepada para perempuan mukmin lainnya. Takwa menjadi syarat utama adanya perintah pelarangan untuk melunakkan suara. Hal tersebut bukan berarti mengidentifikasikan bahwa para istri Nabi SAW dulu belum bertakwa, akan tetapi tujuannya supaya lebih untuk bertakwa guna meninggikan kemuliannya. Kaitannya dalam hal ini apakah suara perempuan dikategorikan sebagai aurat?

Al-Qurthubi menjelaskan dalam tafsirnya Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an melembutkan suara yang dimaksud adalah layaknya seperti perempuan penggoda. Sedangkan Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbahnya memberikan pemaparan lebih komprehensif bahwa larangan dalam arti membuat-buat suara lebih lembut yang dianggap melebihi kodrat dan kebiasaan berbicara. Bentuk bicara yang dibuat-buat tersebut terbilang sebagai menampakkan kemanjaan terhadap lawan jenis, sehingga menyebabkan hal-hal yang dilarang syari’at. Larangan tersebut jelas tertuju kepada yang bukan mahram. Apabila kepada suami tidaklah dilarang.

Sedangkan sebab adanya perintah larangan dikhawatirkan ketika perempuan melembutkan suara kepada laki-laki dapat membangkitkan nafsunya sehingga terjerumus pada hal yang tidak diinginkan seperti zina. Ayat tersebut secara tersirat mengandung indikasi adanya pemuliaan bagi perempuan. Flasback dalam sejarah bahwa perempuan pada masa jahiliyyah dianggap sangat rendah kedudukan dan harga dirinya. Dengan begitu, ayat-ayat al-Qur’an turun perlahan guna memberikan petunjuk jalan untuk meluruskan perbuatan-perbuatan menyimpang yang dilakukan para perempuan jahiliyyah umumnya supaya diangkat kemuliaannya.

Sehingga solusi dalam Surah Al-Ahzab [33]:32 sebagai bentuk pengganti larangan adalah berbicara yang baik (Qaulan Ma’ruf). Bicara yang ma’ruf tentunya pembicaraan yang sesuai syari’at dan tidak menyinggung perasaan. Hasby Ash-Siddieqy dalam tafsirnya An-Nur memberikan penjelasan qaulan ma’ruf kaitannya dalam ayat tersebut adalah bicara yang padat, singkat, dan menjauhi dari semua yang dapat menimbulkan salah paham orang lain. Dan Quraish Shihab menambahkan qaulan ma’ruf juga bisa dipahami sebagai berbicara dalam kebiasaan masyarakat yang mencakup suara yang wajar, gerak-gerik yang sopan, bahkan kalimat yang diucapkan itu baik, benar, sesuai sasaran, tidak menyebabkan persinggungan perasaan dan rangsangan.

Baca Juga: Filosofi Hijrah Rasulullah Saw Menuju Transformasi Sosial

Maka, Surah Al-Ahzab [33]:32 dipahami sebagai ayat yang menjelaskan etika berbicara perempuan supaya tidak dianggap mempunyai kedudukan yang rendah, bukan terkait suara perempuan sebagai aurat. Tidak ada ayat yang tegas mengatakan bahwa suara perempuan termasuk aurat. Dengan ini, tafsir tematik kemenag menjelaskan ayat tersebut bukan berarti perempuan dilarang untuk bersuara, perkara yang dilarang adalah bersuara dengan suara lembut yang dibuat-buat.

Hal tersebut menunjukkan bahwa suara perempuan bukanlah aurat. Berdasarkan hadis Nabi saw yang memerintahkan para sahabat Nabi SAW untuk belajar pada Sayyidah Aisyah, apabila suara perempuan termasuk dalam kategori aurat, tentu Nabi saw pada saat itu tidak menyuruh para sahabat untuk belajar dari Aisyah, karena mengajar pasti bersuara. Dengan demikian secara jelas bahwa suara perempuan bukan termasuk aurat. Untuk itu, sebagai perempuan yang mukmin tetap selalu memperhatinkan perintah maupun larangan dalam al-Qur’an supaya tetap terjaga kemuliaannya sebagai perempuan.

Miftahur Rohmah
Miftahur Rohmah
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kaijaga Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...