Sihir: Antara Fakta dan Trik Belaka

Sihir: Antara Fakta dan Trik Belaka
Sihir: Antara Fakta dan Trik Belaka

Akhir-akhir ini sedang ramai perbincangan mengenai ilmu perdukunan setelah perselisihan antara pesulap merah dengan orang-orang yang dianggap paranormal mencuat. Praktisi sulap tersebut mengaku tidak memercayai hal-hal berbau perdukunan seperti santet dan pelet. Menurutnya semua itu hanyalah trik semata. Pandangannya ini kemudian dikaitkan dengan ketidakpercayaan terhadap sihir yang sering dianggap semakna dengan santet.

Pasalnya dalam Alquran Allah Swt. banyak sekali berbicara masalah sihir. Misalnya dalam Q.S. Albaqarah [2]: 102 dijelaskan awal mula munculnya ilmu sihir dari dua malaikat bernama Harut dan Marut yang diutus Allah di Negeri Babil. Dalam ayat lain, Q.S. Azzariyat [51]: 52 juga dijelaskan bahwa umat terdahulu mengklaim para utusan Allah sebagai tukang sihir atau orang gila. Selain itu masih banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan tentang sihir.

Dari ayat-ayat tersebut terdapat tendensi bahwa ilmu sihir itu eksis dan pernah dipraktikkan sejak dulu. Namun, jika dikaji secara mendalam ternyata ada sebagian ulama yang tidak memercayai adanya praktik sihir secara riil. Ahmad Musthafa Al-Maraghi misalnya dalam tafsirnya menyebutkan bahwa sihir sebenarnya hanya merupakan tipuan mata belaka. Artinya sihir tidak memiliki kekuatan apa-apa selain hanya punya cara yang tidak diketahui orang lain, yaitu bagaimana cara menipu pandangan orang.

Dari ketarangan di atas berarti ilmu sihir keberadaanya masih diperdebatkan. Pandangan ulama yang mengatakan bahwa sihir itu fakta mempunyai dalil dan argumennya. Begitupun bagi ulama yang mengatakan sihir itu hanya pengelabuan si tukang sihir terhadap orang lain. Pun, meraka mempunyai dalil dan argumennya sendiri.

Dari kedua pandangan tersebut manakah yang dapat kita jadikan pegangan? Sejauh mana pertentangan dari keduanya? Apakah sihir itu mempunyai hakikat (fakta)? Atau apakah sihir itu hanya sekadar mitos yang tidak memiliki hakikat?

Baca juga: Kisah Sihir dalam Alquran dan Hadis

Pendapat yang mengatakan sihir fakta dan punya hakikat

Asrifin An-Nakhrawie dalam bukunya, Sihir dan Klenik Perdukunan, mengemukakan bahwa mayoritas ulama berpendapat sihir betul-betul ada. Hal ini disandarkan pada dalil-dalil atau nas yang sudah jelas terdapat dalam Alquran maupun hadis Nabi. Argumenya jika sekiranya sihir tersebut tidak ada eksistensinya atau tidak punya esensi yang nyata, tentu syariat agama tidak memuat hukum-hukum tentang larangan maupun hukum bagi para pelaku sihir.

Quraish Shihab dalam salah satu tulisanya menyatakan bahwa pada mulanya ilmu sihir diajarkan oleh dua malaikat, yakni Harut dan Marut, yang terkisah dalam Q.S. Albaqarah [2]: 102. Kemudian ilmu ini disalahgunakan oleh setan dengan diajarkan kepada sembarang manusia untuk tujuan-tujuan jahat.

Jika ilmu sihir itu tidak ada hakikatnya lantas apa yang dibawa oleh Harut dan Marut jika tidak ilmu sihir? Lalu apa yang manusia pelajari dari setan? Itulah yang menjadi argumen eksistensi keberadaan ilmu sihir yang tertuang dalam Alquran.

Lebih lanjut dalam surah Alfalaq dijelaskan pada ayat ke-4 bahwa adanya praktek sihir yang dilakukan oleh beberapa wanita. Secara historis surah ini diturunkan malaikat Jibril ketika Nabi saw. disihir oleh Lubaid bin Al-Asham. Sihirnya berupa gulungan yang disimpan di sebuah sumur di bawah sebuah batu yang besar.

Setelah mendapat berita dari malaikat, keesokan harinya Nabi mengutus Amar bin Yasir dengan kawannya untuk mengambil gulungan tersebut. Dan benar saja di sana terdapat gulungan tali yang terdiri dari 11 simpul. Nabi saw. Kemudian diperintah Allah membaca surah al-Mu’awwidzatain yang juga berjumlah 11 ayat. Setiap satu ayat dibaca, terlepaslah satu tali sampulnya (Jamaluddin Al-Suyuti, Asbabun Nuzul, hal. 628).

Selain itu sihir disinyalir dari perbuatan setan atau jin. Jika melihat konteks Alquran diketahui bahwa kedua makhluk halus ini benar keberadaanya. Kata jin saja dalam Alquran terulang 22 kali, sedangkan kata al-jan (yang berarti sama dengan kata jin) disebut tujuh kali. Adapun kata syaithan (setan) disebutkan 68 kali dan jamaknya, syayathin disebutkan 17 kali. Sampai-sampai ada surah yang diberi nama surah Aljin.

Itulah sebagian argumen dari para ulama sebagai bukti adanya praktik sihir yang telah dilakukan sejak zaman Nabi saw, bahkan sebelumnya.

Baca juga: Surah Al-Mu’awwidzatain dan Memahami Kisah Disihirnya Nabi Muhammad

Pendapat yang mengatakan sihir hanya mitos dan tidak memiliki hakikat

Sebagian ulama berpendapat bahwa sihir itu esensinya tidak ada dan hanya merupakan kebohongan atau penipuan terhadap pandangan mata.

Asrifin An-Nakhrawie mengatakan memang ada beberapa nas Alquran yang menyatakan adanya praktik sihir. Akan tetapi, itu bukan berarti memberikan indikasi bahwa sihir itu punya hakikat. Sihir yang dimaksud dalam Alquran adalah ilmu yang tak beresensi dan hanya merupakan ilusi atau pengelabuhan pandangan semata.

Hal ini dapat dibuktikan dalam Q.S. Ala’raf [7] ayat 116 yang artinya “Mereka menyihir/menyulap mata orang dan menjadikan banyak orang takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan).” Dalam ayat lain Allah Swt. menjelaskan bahwa sihirnya tukang sihir Firaun hanyalah sebuah ilusi yang tidak ada kenyataanya:

فَاِذَا حِبَالُهُمۡ وَعِصِيُّهُمۡ يُخَيَّلُ اِلَيۡهِ مِنۡ سِحۡرِهِمۡ اَنَّهَا تَسۡعٰى

Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran pengaruh sihir mereka (Q.S. Thaha [20]: 66).

Kata “terbayang” dan “seakan-akan” dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa sihir mengadakan sesuatu yang hanya nampak seperti ada padahal sebenarnya tidak ada.

Ahmad Musthafa Al-Maraghi menyebutkan bahwa ketika menghadapi Musa, tukang sihir Firaun menggunakan air raksa untuk menampakkan tali dan tongkat terlihat menjadi wujud ular (Tafsir al-Maraghi, hal. 318).

Lebih lanjut, Abu Bakar Arrozi mengatakan jika tukang sihir betul bisa mendatangkan manfaat dan madarat seperti aneka pengakuannya, tentunya mereka tidak akan kesulitan meminta sesuatu yang dimiliki manusia. Kenyataanya tukang sihir tidak bisa berbuat apa-apa sesuai kehendak nafsunya.

Soal hadis yang menyatakan bahwa Nabi terkena sihir yang dibuat oleh Lubaid bin Al-Asham perlu dipertanyakan lagi tingkat kesahihanya. Pasalnya hadis tersebut bertentangan dengan ayat Q.S. Al-Maidah [5]: 67 yang artinya “Allah memelihara kamu dari gangguan manusia.

Selain daripada itu bila dikaji secara mendalam, sihir sebenarnya perbuatan setan; dan siapapun sepakat bahwa setan tak akan mampu menguasai rasul dan para Nabi. Jika kita memercayai bahwa Nabi Muhammad pernah kena sihir, maka hal tersebut secara tidak langsung mencemarkan kredibilitas kenabian beliau.

Itulah perbedaan ulama soal keaslian ilmu sihir. Namun, hemat penulis kita hendaknya tetap percaya yang namanya sihir. Sebab, mayoritas ulama berpendapat demikian. Jika ada perbedaan ulama maka baiknya pendapat yang mayoritas yang dibuat pegangan. Wallahua’lam.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Apakah Boleh Mempelajari dan Mengajarkan Ilmu Sihir?