BerandaTafsir TematikTafsir Surah Alhadid Ayat 23: Ciri-Ciri Zuhud

Tafsir Surah Alhadid Ayat 23: Ciri-Ciri Zuhud

Tasawuf dengan salah satu ajarannya yakni zuhud seringkali disalahartikan sebagai ajaran tentang membenci kehidupan dunia, sehingga ajaran zuhud dianggap tidak sesuai dengan kenyataan kehidupan dunia. Apakah memang demikian? Surah Alhadid ayat 23 berikut menyinggung tentang salah satu ciri-ciri dari zuhud.

لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (Q.S. Al-Hadid [57]: 23)

Baca Juga: Zuhud yang Sejati

Tafsir surah Alhadid ayat 23: bersikap wajar terhadap kesedihan dan kegembiraan

Menurut Tafsir Kementerian Agama, melalui ayat ini Allah menyatakan bahwa semua peristiwa ditetapkan sebelum terjadinya, agar manusia bersabar menerima cobaan Allah. Cobaan tersebut adakalanya berupa kesengsaraan dan malapetaka, ada pula berupa kesenangan dan kegembiraan.

Karena itu janganlah terlalu bersedih hati ketika ditimpa kesengsaraan dan malapetaka. Sebaliknya, jangan pula terlalu bersenang hati dan bergembira menerima sesuatu yang menyenangkan hati. Sikap yang paling baik ialah sabar dalam menerima bencana dan malapetaka yang menimpa serta bersyukur kepada Allah setiap menerima pemberian yang dianugerahkan-Nya.

M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah juga menkelaskan bahwa ayat ini memberitahukan kepada manusia agar tidak terlalu kecewa atas apa yang tidak diperoleh, dan tidak terlalu senang dengan apa yang diterima. Sebab Allah tidak menyukai orang yang membangga-banggakan apa-apa yang dia miliki kepada orang lain.

Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir kemudian menambahkan bahasan tentang ayat sebelumnya, yaitu ayat 22. Di situ telah Allah jelaskan bahwa setiap hal yang terjadi di dunia merupakan ketetapan, qada dan qadar dari Allah. Ini nyambung dengan pesan di ayat berikutnya, yaitu ayat 23 bahwa sebaik dan seburuk ‘bagian’ yang diterima oleh seseorang, hal itu tetap dari Allah. Di sini berarti bahwa orang yang zuhud di saat yang sama berarti orang yang menerima dengan lapang dada ketentuan dari Allah. Praktiknya adalah, tidak larut sedih ketika menghadapi takdir buruk dan tidak terlampau bahagia jika diberi takdir baik.

Melalui ayat ini pula dapat diketahui bahwa kesedihan yang tercela adalah kesedihan yang tidak dibarengi dengan kesabaran serta kerelaan dan keridaan atas qada dan qadar Allah SWT. Sedangkan kegembiraan yang terlarang adalah bergembira hingga lupa diri yang mendorong seseorang melakukan perbuatan melampaui batas dan melalaikannya dari rasa syukur.

Baca Juga: Ketika Alquran Berbicara tentang Miskin dan Kaya

Rekonstruksi sikap zuhud untuk mencapai ketenangan hidup

Ibnul Qayyim rahimahullah pernah berkata, “Seseorang yang zuhud tidak akan bergembira dengan dunia yang ia dapatkan, juga tidak akan bersedih atas dunia yang hilang darinya.” Hal tersebut sejatinya merujuk kepada surah Alhadid ayat 23 di atas.

Selain menjalankan perintah Allah, bersikap zuhud dengan implementasi seperti dalam surah Alhadid ayat 23 di atas juga dapat mendatangkan ketenangan hati, karena tidak mempunyai kecenderungan apa pun, satu-satunya kecenderungan hatinya adalah percaya terhadap semua yang datang dari Allah adalah baik untuk dirinya.

Bahasa lain dari ciri-ciri zuhud di atas juga disampaikan oleh Ibnu Qadamah yang dikutip oleh B. Wiwoho dalam buku Bertasawuf di Zaman Edan. Dia menyatakan bahwa orang zuhud mempunyai tiga sifat. Beberapa di antaranya yaitu menggemari dunia dan menerima apa yang ada serta tidak merisaukan sesuatu yang sudah tidak ada. Hal ini senada dengan kandungan surah Alhadid ayat 23 sebelumnya yang memerintahkan kepada manusia agar manusia bersikap wajar terhadap nikmat dan ujian Allah. Hal tersebut bertujuan agar mendapatkan ketenangan hidup dan tidak terlalu tamak dengan segala keindahan dunia.

Penutup

Poin penting Surah Alhadid ayat 23 di atas adalah berupaya menerima dan tidak berlebihan dalam menghadapi ketetapan Allah sebagai ciri utama dari sifat zuhud harus dihadirkan dalam mencapai ketenangan hidup di zaman sekarang. Ketika tidak mendapatkan target yang diinginkan, maka berusahalah memainkan peran zuhud dalam hati agar merasa lega terhadap ketentuan tersebut. Begitu pula ketika berhasil, maka terapkanlah sifat zuhud untuk tidak terlalu tertarik pada keangkuhan.

Dengan demikian bahwa pemaknaan zuhud yang dirasa tepat zaman sekarang adalah bagaimana memposisikan segala sesuatu yang terjadi dengan sikap menerima dan menyikapinya secara wajar. Hal ini kemudian menepis anggapan bahwa zuhud tidak selalu bermakna sikap melepaskan diri dari semua kenikmatan duniawi yang selama ini selalu disalahpahami. Wallahu A’lam.

Saibatul Hamdi
Saibatul Hamdi
Minat Kajian Studi Islam dan Pendidikan Islam
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...