Sebagai lanjutannya, dalam Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 12 Part 2 menjelaskan tentang larangan bergunjing atau membicarakan aib seseorang.
Terdapat banyak banyak Riwayat larangan berbuat demikian di dalam Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 12 Part 2 bahkan Allah swt mengumpakan orang yang bergunjing, ghibah, ifk, dan buhtan laksana orang yang memakan daging bangkai saudaranya sendiri.
Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 12 Part 2 ditutup dengan enam perkara yang menjadi pengecualian untuk bergunjing. Selengkapnya baca Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 12 Part 2 di bawah ini, dan semoga kita senantiasa terjaga dari sifat tercela dan suka bergunjing.
Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 11
Ayat 12 Part 2
Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abu Barzah al-Aslami, Rasulullah saw bersabda:
يَا مَعْشَرَ مَنْ اٰمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْﻹِيْمَانُ قَلْبَهُ لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَّتَّبِعْ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِيْ بَيْتِهِ. (رواه أحمد عن أبي برزه اﻷسلمى)
Wahai orang-orang yang beriman dengan lidahnya, tetapi iman itu belum masuk ke dalam hatinya, jangan sekali-kali kamu bergunjing terhadap kaum Muslimin, dan jangan sekali-kali mencari-cari aib-aib mereka. Karena siapa yang mencari-cari aib kaum Muslimin, maka Allah akan membalas pula dengan membuka aib-aibnya. Dan siapa yang dibongkar aibnya oleh Allah, niscaya Dia akan menodai kehormatannya dalam rumahnya sendiri.” (Riwayat Ahmad dari Abu Barzah al-Aslami).
Imam at-Tabrani meriwayatkan sebuah hadis dari Harithah bin an-Nu’man:
ثَلاَثٌ لاَزِمَاتٌ ِﻷُمَّتِى الطَّيْرَةُ وْالحَسَدُ وَسُوْءُ الظَّنِّ فَقَالَ رَجُلٌ مَا يُذْهِبُهُنَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ مِمَّنْ هُنَّ فِيْهِ؟ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا حَسَدْتَ فَاسْتَغْفِرِ الله َوَاِذَا ظَنَنْتَ فَلاَ تُحَقِّقْ وَاِذَا تَطَيَّرْتَ فَامْضِ. (رواه الطبرانى عن حارثة بن النعمان)
Ada tiga perkara yang tidak terlepas dari umatku, yaitu anggapan sial karena sesuatu ramalan, dengki, dan buruk sangka. Maka bertanya seorang sahabat, “Ya Rasulullah, apa yang dapat menghilangkan tiga perkara yang buruk itu dari seseorang?” Nabi menjawab, “Apabila engkau hasad (dengki), maka hendaklah engkau memohon ampun kepada Allah. Dan jika engkau mempunyai buruk sangka, jangan dinyatakan, dan bilamana engkau memandang sial karena sesuatu ramalan maka lanjutkanlah tujuanmu.” (Riwayat at-Tabrani dari Harithah bin an-Nu’man).
Baca Juga: Jangan Berprasangka Buruk! Renungkanlah Pesan Surat Al-Hujurat Ayat 12
Abu Qilabah meriwayatkan bahwa telah sampai berita kepada ‘Umar bin Khattab, bahwa Abu Mihjan as-Shaqafi minum arak bersama-sama dengan kawan-kawannya di rumahnya. Maka pergilah ‘Umar ke rumahnya dan kemudian masuk ke dalam, tetapi tidak ada seorang pun di rumah kecuali seorang Abu Mihjan sendiri. Maka Abu Mihjan berkata, “Sesungguhnya perbuatanmu ini tidak halal bagimu karena Allah telah melarangmu untuk mencari-cari kesalahan orang lain.” Kemudian ‘Umar keluar dari rumahnya.
Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain. Yang dinamakan gibah atau bergunjing itu ialah menyebut-nyebut suatu keburukan orang lain yang tidak disukainya sedang ia tidak berada di tempat itu, baik dengan ucapan atau isyarat, karena yang demikian itu menyakiti orang yang diumpat. Umpatan yang menyakitkan itu ada yang terkait dengan cacat tubuh, budi pekerti, harta, anak, istri, saudaranya, atau apa pun yang ada hubungannya dengan dirinya.
Hasan, cucu Nabi, berkata bahwa bergunjing itu ada tiga macam, ke-tiga-nya disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu gibah, ifk, dan buhtan. Gibah atau bergunjing, yaitu menyebut-nyebut keburukan yang ada pada orang lain. Adapun ifki adalah menyebut-nyebut seseorang mengenai berita-berita yang sampai kepada kita, dan buhtan atau tuduhan yang palsu ialah bahwa menyebut-nyebut kejelekan seseorang yang tidak ada padanya. Tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama bahwa ber-gunjing ini termasuk dosa besar, dan diwajibkan kepada orang yang bergunjing supaya segera bertobat kepada Allah dan meminta maaf kepada orang yang bersangkutan.
Mu’awiyah bin Qurrah berkata kepada Syu’bah, “Jika seandainya ada orang yang putus tangannya lewat di hadapanmu, kemudian kamu berkata ‘Itu si buntung,” maka ucapan itu sudah termasuk bergunjing.”
Baca Juga: Pentingnya Berprasangka Baik Dalam Rangka Toleransi Beragama dalam Al-Quran
Allah mengemukakan sebuah perumpamaan supaya terhindar dari bergunjing, yaitu dengan suatu peringatan yang berbentuk pertanyaan, “Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging bangkai saudaranya? Tentu saja kita akan merasa jijik memakannya. Oleh karena itu, jangan menyebut-nyebut keburukan seseorang ketika ia masih hidup atau sudah mati, sebagaimana kita tidak menyukai yang demikian itu, dalam syariat hal itu juga dilarang.”
‘Ali bin al-Husain mendengar seorang laki-laki sedang mengumpat orang lain, lalu ia berkata, “Awas kamu jangan bergunjing karena bergunjing itu sebagai lauk-pauk manusia.”
Nabi dalam khutbahnya pada haji wada’ (haji perpisahan) bersabda:
اِنَّ دِمَاءَكُمْ وَاَمْوَالَكُمْ وَاَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هٰذَا فِيْ شَهْرِكُمْ هٰذَا فِيْ بَلَدِكُمْ هٰذَا. (رواه البخاري ومسلم عن ابن عباس)
Sesungguhnya darahmu, hartamu, dan kehormatanmu haram bagimu seperti haramnya hari ini dalam bulan ini dan di negerimu ini. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas);Allah menyuruh kaum mukminin supaya tetap bertakwa kepada-Nya karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap orang yang ber-tobat dan mengakui kesalahan-kesalahannya. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang, dan tidak akan mengazab seseorang setelah ia bertobat.
Bergunjing itu tidak diharamkan jika disertai dengan maksud-maksud yang baik, yang tidak bisa tercapai kecuali dengan gibah itu, dan soal-soal yang dikecualikan dan tidak diharamkan dalam bergunjing itu ada enam perkara:
- Dalam rangka kezaliman agar dapat dibela oleh orang yang mampu menghilangkan kezaliman itu.
- Jika dijadikan bahan untuk mengubah suatu kemungkaran dengan menyebut-nyebut kejelekan seseorang kepada seorang penguasa yang mampu mengadakan tindakan perbaikan.
- Di dalam mahkamah, orang yang mengajukan perkara boleh melapor-kan kepada mufti atau hakim bahwa ia telah dianiaya oleh seorang penguasa yang (sebenarnya) mampu mengadakan tindakan perbaikan.
- Memberi peringatan kepada kaum Muslimin tentang suatu kejahatan atau bahaya yang mungkin akan mengenai seseorang; misalnya menu-duh saksi-saksi tidak adil, atau memperingatkan seseorang yang akan melangsungkan pernikahan bahwa calon pengantinnya adalah orang yang mempunyai cacat budi pekerti, atau mempunyai penyakit yang menular.
- Bila orang yang digunjingkan itu terang-terangan melakukan dosa di muka umum, seperti minum minuman keras di hadapan khalayak ramai.
- Mengenalkan seorang dengan sebutan yang kurang baik, seperti ‘awar (orang yang matanya buta sebelah) jika tidak mungkin memperkenalkannya kecuali dengan nama itu.
(Tafsir Kemenag)
Baca Setelahnya: Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 13-14