Hingga tahun 2019, terjemahan Alquran ke bahasa lokal tidak kurang dari 21 terjemahan. Jumlah ini tidak lepas dari adanya formalisasi penerjemahan Alquran ke bahasa daerah oleh pemerintah yang dalam hal ini digawangi oleh Kementerian Agama. Namun jauh sebelum itu, beberapa tokoh masyarakat di daerah tertentu di Indonesia sudah melakukan penerjemahan secara pribadi. Salah satunya adalah Hamzah Manguluang. Beliau adalah salah satu tokoh yang berperan penting dalam penerjemahan Alquran ke dalam bahasa Bugis dengan aksara Lontara.
Biografi Hamzah Manguluang
Hamzah Manguluang adalah seorang ulama dan ahli bahasa Bugis yang berdedikasi untuk memperluas pemahaman agama Islam bagi komunitas Bugis melalui penerjemahan Alquran ke dalam bahasa ibu mereka. Beliau dilahirkan pada tahun 1925 di Sengkang atau Callaccu (Kampung Arab), Sulawesi Selatan.
Sejak kecil, Hamzah Manguluang belajar langsung pada Guru Besar Muhammad As’ad, mulai jenjang Ibtidaiyyah sampai Aliyah. Saat umur beliau masih tergolong anak-anak, beliau sudah menghafalkan seribu bait nadzam Alfiah, sehingga beliau diberi gelar ‘Alfiah Berjalan’. Hamzah Manguluang tergolong murid yang sangat cerdas, bahkan di antara murid-murid Muhammad As’ad yang lain, beliaulah yang paling kuat hafalannya.
Memasuki usia remaja, beliau sudah dipercayakan mengemban amanah menjadi sekretaris Guru Besar Muhammad As’ad dan beberapa tugas berat lainnya. Pada saat duduk di bangku tsanawiyah keilmuan beliau sudah diakui, bahkan sudah dikategorikan ulama muda berbakat sampai menghabiskan masa tuanya dengan menyebarkan dakwah dan membuka pengajian umum di berbagai Masjid.
Pada tahun 1944-1945, zaman penjajahan Jepang, MAI atau Madrasah Arabiyah Islamiyah yang didirikan A.G. Muhammad As’ad ditutup. Akhirnya proses pembelajaran mata pelajaran madrasah di alihkan di salah satu masjid yang ada di Sengkang, yaitu Masjid Jami. Dan MAI kembali dibuka Setelah Indonesia dinyatakan merdeka pada tahun 1945.
Kemudian setelah itu pada tahun 1946 Anregurutta Muhammad As’ad menunjuknya untuk mengajar pada tingkat Ibtidaiyah. Sembari mengajar, Hamzah manguluang tetap aktif mengikuti pembelajaran di pondok pesantren yang diampu langsung oleh Guru Besar Muhammad As’ad.
Berdasarkan penelitian Simlitbang Kementerian Agama RI tentang Biografi Dan Karya Tulis Ulama Lokal Di Kawasan Timur Indonesia, menyatakan bahwa aktivitas Hamzah Manguluang lebih banyak di bidang pendidikan, sebagai guru negeri, dan termasuk dalam unsur pimpinan Pesantren As’adiyah (MAI Wajo). Beliau termasuk ulama yang kreatif dan banyak menulis.
Selama hidupnya, Hamzah Manguluang mengabdikan dirinya di pesantren As’adiyah Sengkang Wajo, pesantren yang mengantarkannya menjadi seorang yang alim. Hamzah manguluang menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1998. Demikian hasil penelitian Moh. Fadhil Nur.
Baca Juga: Mengenal AG.H. Daud Ismail: Mufasir Bugis dengan Kitab Tafsir Pertama Lengkap 30 Juz
Karya-karya Hamzah Manguluang
Selama hidupunya, Kontribusi terbesar Hamzah Manguluang di bidang Alquran yaitu terjemah Alquran berbahasa Bugis dengan aksara Lontara pertama yang memuat 30 juz lengkap. Adapun karya berbahasa Bugis lainnya yaitu Sallu Kama Raitumuni Usalli, yang berisi tentang bacaan dan tata cara salat, dan Tarjamah dan Tafsir Kitab Wasiyyah al-Qayyimah, adalah terjemahan dari kitab-kitab syair Arab yang ditulis oleh AG. H. Muhammad As’ad yang diterjemahkan ke dalam bahasa Bugis. Bahkan berdasarkan penelitian Simlitbang Kementerian Agama RI diketemukan 17 buah karya tulisnya yang pada umumnya di bidang Fiqih.
Tarjumah al-Qur’an al-Karim: Tarejumanna Akorang Malebbie Mabbicara Ogi
Terjemahan Alquran ke dalam bahasa Bugis, terlebih dengan aksara Lontara memiliki signifikansi yang besar bagi masyarakat Bugis. Bahasa Bugis merupakan salah satu bahasa daerah yang banyak digunakan di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan beberapa wilayah di Indonesia Timur. Dengan adanya terjemahan Alquran ke dalam bahasa Bugis, diharapkan umat muslim Bugis dapat lebih mudah memahami pesan-pesan Alquran dan menjalankan ajaran agama mereka dengan lebih baik.
Hamzah Manguluang, dengan keahlian bahasa Bugis yang mendalam dan pengetahuan agama Islam yang luas, telah mengabdikan dirinya untuk melakukan terjemahan yang akurat dan memperhatikan nuansa bahasa Bugis yang khas. Tantangan dalam menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Bugis adalah menemukan padanan kata yang tepat sehingga pesan yang terkandung dalam Alquran tetap dapat tersampaikan dengan baik.
Melalui terjemahan Alquran ke dalam bahasa Bugis, Hamzah Manguluang telah memberikan sumbangsih yang berarti dalam upaya menjembatani kesenjangan pemahaman agama dan budaya di kalangan umat muslim Bugis. Karya ini menjadi bukti bahwa agama dan budaya dapat berdampingan harmonis, sehingga memperkuat identitas keislaman dan kesukuan masyarakat Bugis.
Baca Juga: Mengenal Vernakularisasi Tafsir Al-Quran di Bugis
Latar Belakang Penulisan
Alquran, kitab suci umat Islam ini menggunakan bahasa Arab, sementara itu tidak semua umat Islam pandai memamahami bahasa Arab, terlebih memahami Alquran, maka dari itu perlu ada upaya yang bisa mengantarkan masyarakat ini memahami Alquran. Menurut Anregurutta Hamzah Manguluang, salah satu caranya adalah dengan mempelajari terjemahannya terlebih dahulu, baru setelah itu orang-orang bisa lebih mudah untuk memahami pesan yang disampaikan oleh Allah swt dalam Alquran.
Berangkat dari permasalahan tersebut sehingga muncul di dalam hati Anregurutta Hamzah Manguluang keinginan untuk menerjemahkan Alquran kedalam bahasa Bugis agar bisa mempermudah orang-orang yang berkeinginan memahami Alquran.
Terjemahan dan penjelasan singkat
Dalam penulisannya, Hamzah Manguluang membuat dua kolom dalam setiap halaman. Di kolom sebelah kiri, beliau menuliskan ayat-ayat Alquran, sedangkan terjemahnya ditulis di kolom sebelah kanan. Pada sebagian besar halaman bagian bawah kitab itu, terdapat penjelasan singkat dari ayat tertentu, yang ditulis di bawah garis pemisah sepanjang halaman di bawah dua kolomnya, sebagaimana dalam gambar berikut,