Dalam Alquran, Allah seringkali menyertakan qasam atau sumpah, baik dengan DzatNya sendiri maupun dengan makhlukNya. Sebab, Alquran turun kepada Rasulullah Saw. di tengah-tengah bangsa Arab, dimana tradisi sumpah adalah hal lumrah yang digunakan sebagai penguat ucapan seseorang agar lawan bicaranya tidak ragu akan apa yang dikatakan.
Salah satunya, Allah bersumpah dengan “waktu dhuha” dan “malam yang sunyi” dalam surah adh-Dhuha. Surah adh-Dhuha sendiri merupakan surah yang terletak pada urutan 93 dalam runtutan mushaf, terdiri dari 11 ayat dan tergolong ke dalam surah Makkiyah.
Di dalamnya Allah mengawali ayat dengan sumpah atas nama adh-dhuhā dan al-lail idzā sajā. Kemudian setelahnya Allah menjelaskan bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan Nabi Muhammad seperti anggapan kaum musyrikin saat itu, sebab tidak menurunkan wahyu selama beberapa hari.
Baca Juga: Kegundahan Nabi Muhammad Saw Dibalik Turunnya Surah Ad-Dhuha
Kronologi Turunnya Surah adh-Dhuha
Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir (Juz 30, h. 283) menerangkan terkait sebab turunnya tiga ayat surah adh-Dhuha, dengan mengutip riwayat. Salah satunya dari Imam Bukhari dan Muslim, bahwa kala itu Nabi Saw sakit sehingga tidak qiyamul lail selama satu atau dua malam. Hal tersebut menimbulkan reaksi dari orang kafir. Mereka mengira Allah telah meninggalkan dan membenci Nabi, sehingga tidak menurunkan wahyu lagi kepada Nabi.
Kemudian seorang perempuan mendatanginya seraya berkata, “Hai Muhammad, aku tidak melihat setanmu kecuali dia telah meninggalkanmu. Lalu Allah menurunkan ayat: (1) Demi waktu dhuha (ketika matahari naik sepenggalah), (2) dan demi malam apabila telah sunyi. (3) Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu.”
Mengenai terputusnya wahyu terdapat banyak riwayat, ada yang mengatakan 12 hari, 15 hari, dan pendapat Ibnu Abbas adalah 25 hari. Sementara al-Suddi dan Muqatil berkata 40 hari. (Tafsir Mafatih al-Ghaib, Juz 31, h. 221).
Pada waktu itu, Rasulullah merasa bimbang dan sedih sehingga orang-orang Kafir Quraisy mencemooh Nabi Muhammad. Imam al-Farra’ menyebutkan bahwa ketika wahyu lama tidak turun kepada Rasulullah, dan Malaikat pun datang menyampaikan surah adh-Dhuha setelah sekian lama tidak turun, seketika itu Rasulullah langsung bertakbir karena saking bahagia dengan kembalinya penurunan wahyu kepadanya Saw.
Baca Juga: Inilah Macam-Macam Qasam dalam Al-Quran, Simak Penjelasannya
Dalam riwayat ini ada tambahan dari al-Qurtubi bahwa ketika wahyu telah kembali turun kepada Rasulullah, malaikat Jibril mendatangi Rasulullah, dan Rasulullah pun bertanya kepada malaikat Jibril, “Wahai Jibril apa yang membuatmu tidak mendatangiku sekian hari lamanya sampai aku sangat rindu kepadamu?”. Malaikat Jibril pun menjawab, “Aku pun lebih rindu terhadap engkau wahai Rasulullah, tetapi aku hanyalah hamba yang diperintah. (Tafsir Jami’ li-Ahkam al-Quran, Juz 22, h. 339)
Ini menandakan bahwa risalah atau wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad itu tidak sekehendak Nabi, melainkan hak preogatif Allah dan Nabi Muhammad harus diajarkan dan dibiasakan dengan tersebut, beliau Saw tidak bisa mengarang Alquran dan memaksa ayat turun karena itu merupakan ketentuanNya. Sehingga kaum kafir Quraisy akan menerima bahwa Alquran adalah benar-benar wahyu yang turuan dari Allah.
Hikmah Sumpah Waktu Dhuha dan Malam Yang Gelap
Sebagaimana telah disampaikan di atas bahwa sumpah Allah dalam Alquran tujuannya untuk memberikan penegasan dan pengukuhan atas informasi yang disampaikan dalam suatu pesan. Sehingga ayat qasam pasti terdapat kaitannya dengan jawab qasam.
Seperti Fakhruddin ar-Razi mengatakan di antara hikmah mengapa dalam surah adh-Dhuha Allah hanya bersumpah dengan waktu dhuha dan malam, seakan-akan Allah mengatakan seorang hamba untuk melihat hikmah dari waktu malam yang bersisian dengan siang. (Tafsir Mafatih Al-Ghaib, Juz 31, h. 209)
Sumpah “demi waktu dhuha” yang waktu pagi tersebut lazim digunakan manusia sebagai awal memulai aktivitas kehidupan hal ini juga sebagai gambaran kabar gembira. Dan juga “malam yang hening” gambaran seseorang dalam kegelisahan dan penderitaan.
Malam hari ketika petang setelah matahari tenggelam atau waktu maghrib belum dikatakan dengan gelap, namun kegelapan malam sunyi dan hening yang pada waktu tersebut semua makhluk dalam kondisi terlelap, inilah yang kemudian dinarasikan sebagai gambaran sangat beratnya ujian yang dihadapi Rasulullah.
Baca Juga: Menilik Keutamaan dan Tujuan Qasam dalam Al-Quran
Menariknya dalam awal surah ini, Allah mendahulukan waktu dhuha terlebih dahulu bukan menyebutkan malam sebagai simbol dari kesusahan, untuk meyakinkan bahwa kebahagian itu pasti datang. Rasulullah dalam kegelisahannya menantikan turunnya wahyu seakan-akan Allah mengatakan kepada Nabi Saw, bahwa kepastian setelah ‘malam yang gelap gulita’ sebentar lagi akan ada ‘waktu dhuha’.
Sehingga pada ayat setelahnya, Allah menghibur Nabi bahwa dirinya tidak pernah ditinggalkan. Allah tidak hendak memutus wahyu dan membenci Nabi sebagaimana yang telah disangkakan oleh orang Kafir, juga memberikan kabar gembira bahwa masa depan yang akan dihadapi Nabi akan lebih baik dibanding dengan hari-hari sebelumnya, dan mengingatkan Nabi bahwa ujian yang berat ini hanya sementara dan akhirat jauh lebih baik.
Dengan demikian, mengapa Allah mengawali sumpah dengan dua waktu tersebut, ini mengajarkan kepada Rasulullah khususnya pada peristiwa ini dan juga kepada umatnya, bahwa waktu malam yang gelap gulita tidak akan terjadi lama, namun akan datang sesudah itu pagi dengan cahayanya, bahwa bahkan dalam situasi sulit atau menantang, selalu ada secercah harapan dan kebahagian setelahnya. Wallahu a’lam.[]