BerandaTafsir TematikDalil dan Aturan Tayamum, Tafsir Surat An-Nisa Ayat 43

Dalil dan Aturan Tayamum, Tafsir Surat An-Nisa Ayat 43

Dalam Islam kita mengenal istilah tayamum. Tayamum adalah alternatif bersuci selain wudu dan mandi wajib. Tayamum dijadikan sebagai syarat boleh melaksanakan ibadah. Dasar tayamum ini dapat kita temukan dalam Alquran, surat An-Nisa’ ayat 43.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا۟ مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِى سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. an-Nisa’ [4]: 43)

Tayamum adalah satu di antara beberapa cara yang ditawarkan oleh Alquran untuk bersuci dari hadas. Sebagaimana diketahui bahwa keadaan suci menjadi syarat wajib dan sah bagi suatu ibadah, maka wajib bagi setiap muslim untuk mengetahui tayamum.

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan tayamum secara bahasa memiliki arti bertujuan. Seperti perkataan orang Arab, “tayammamakallahu bi hifzhihi” artinya semoga Allah berkenan memelihara dirimu yakni bertujuan untuk melindungimu. Adapun dalam istilah fiqih, tayamum adalah cara bersuci pengganti wudu dan mandi untuk menghilangkan hadas kecil dan besar tanpa menggunakan air sebab dalam keadaan mendesak.

Baca Juga: Hikmah Bersuci Dalam Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 6

Kapan boleh bertayamum?

Berdasarkan surat an-Nisa’ ayat 43 di atas, setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan seseorang boleh melakukan tayamum. Pertama, saat berada dalam kondisi sakit. Kedua, ketika sulit mendapatkan air atau ketersediaan air yang ada tidak cukup.

Imam Al-Ghazali dalam dalam Ihya’-nya juga menjelaskan lebih rinci tentang faktor yang memperbolehkan tayamum,

مَنْ تَعَذذَّرَ عَلَيْهِ اسْتِعْمَالُ الْمَاءِ لِفَقْدِهِ بَعْدَ الطَّلَبِ اَوْ بِمَانِعٍ لَهُ عَنِ الْوُصُوْلِ اِلَيْهِ مِنْ سَبُعٍ اَوْ حَابِسٍ اَوْ كَانَ الْمَاءُ الْحَاضِرَ يَحْتَاجُ اِلَيْهِ لِعَطَشِهِ اَوْ لِعَطَشِ رَفِيْقِهِ اَوْ كَانَ مِلْكًا لِغَيْرِهِ وَلَمْ يَبِعْهُ اِلاَّ بِأَكْثَرَ مِنْ ثَمَنِ الْمِثْلِ اَوْ كَانَ بِهِ جَرَاحَةٌ اَوْ مَرَضٌ وَخَافَ مِنِ اسْتِعْمَالِهِ فَسَادَ الْعَضْوِ اَوْ شِدَّةَ الضَّنَا فَيَنْبَغِيْ اَنْ يَصْبِرَ حَتَّى يَدْخُلَ عَلَيْهِ وَقْتُ الْفَرِيْضَةِ

Artinya: “Siapa saja yang keesulitan menggunakan air, baik karena ketiadaannya setelah berusaha mencari, atau karena ada yang menghalangi, seperti takut binatang buas, karena dipenjara, air yang ada hanya cukup untuk minumnya atau kawannya, air yang menjadi milik orang lain dan tidak dijual kecuali dengan harga yang lebih mahal dari harga normal, atau karena luka, karena penyakit yang bisa menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau makin menambah rasa sakit jika terkena air, maka hendaknya ia bersabar sampai masuk waktu fardu.”

Dalam kitab-kitab fiqih yang berafiliasi pada mazhab Syafi’iyah, penjelasan mengenai faktor-faktor ini bahkan diperluas. Seperti dalam kitab al-Fiqhul Manhaji ‘alal Madzahib al-Imam as-Syafi’i dijelaskan, termasuk faktor diperbolehkannya tayamum adalah cuaca yang sangat dingin. Jika seseorang menggunakan air lalu kedinginan, sementara tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan sebagai penghangat tubuh, maka diperbolehkan tayamum. Hal ini pernah dilakukan oleh salah seorang sahabat yang bernama ‘Amr bin ‘Ash yang bertayamum dari junubnya karena kedinginan. Rasulullah saw yang mendengar hal tersebut kemudian mendiamkannya. Namun, penulis kitab tersebut melanjutkan bahwa untuk kondisi yang disebutkan terakhir ini seseorang tersebut diharuskan mengqadha shalatnya.

Masih dari ayat yang sama, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa tayamum tidak hanya berlaku sebagai pengganti wudu melainkan berlaku pula sebagai pengganti mandi wajib. Hal ini sebagaimana penafsiran sebagian ulama terhadap lafal la mastumun nisa’ yang mengandung makna berhubungan badan.

Baca Juga: Apa Saja Amalan Sunnah 10 Muharram? Berikut Penjelasannya, Esensi Sujud dan Fungsi Masjid Yang Sebenarnya

Dengan apa kita bertayamum?

Adapun media yang digunakan untuk tayamum adalah tanah yang baik/suci. Sebagaimana Nabi bersabda,

فُضِّلْنَا عَلَى النَّاسِ بِثَلاَثٍ: جُعِلَتْ صُفُوْفُنَا كَصُفُوْفُ الْمَلاَئِكَةِ، وَجُعِلَتْ لَنَا الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا، وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُوْرًا اِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ

“Kita diberi keutamaan di atas semua orang (umat) karena tiga hal, yaitu barisan kita dijadikan seperti barisan para malaikat, bumi dijadikan bagi kita semua sebagai tempat sujud (shalat), dan tanah dijadikan bagi kita suci lagi menyucikan jika kita tidak menemukan air.” (HR. Muslim)

Melanjutkan penjelasan Ibnu Katsir, kata ‘sha’idan’ memiliki versi berbeda di antara ulama. Imam Malik mengatakan yang dimaksud dengan kata tersebut adalah segala sesuatu yang muncul di permukaan bumi. Hal ini mencakup debu, pasir, pepohonan, bebatuan, dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan Imam Abu Hanifah mengartikannya sebagai sesuatu yang sejenis debu, seperti pasir, granit, dan kapur. Sementara Imam Syafi’i dan Imam Ahmad sepakat bahwa maksud dari tanah (sha’idan) hanya berlaku untuk debu, tidak pada yang lain. Pendapat ini berangkat dari firman Allah surat Al-Kahfi ayat 40 yang memahami sha’idan juga dengan debu atau tanah yang licin.

Wallahu A’lam.

Lutfiyah
Lutfiyah
Mahasiswa Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Institut Pesantren KH. Abdul Chalim (IKHAC) Mojokerto
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...