BerandaUlumul QuranMubarak Atau Mabruk, Manakah yang Lebih Pas?

Mubarak Atau Mabruk, Manakah yang Lebih Pas?

Seringkali kita mendengar kata “Mabruk Alfa Mabruk” diberikan kepada orang yang sedang ulang tahun. Sederhananya, lafal tersebut jika diartikan adalah berkah seribu berkah seribu berkah. Namun, banyak edaran pesan-pesan di media sosial bahwa lafal tersebut tidak mengandung makna diberkahi. Lafal yang mestinya diucapkan ialah mubarak (diberkahi). Keduanya diucapkan agar orang didoakan senantiasa mendapatkan keberkahan. Lantas, mana yang lebih baik untuk diucapkan? Simak penjelasan singkat kedua kata tersebut.

Lafadz Mubarak dalam al Quran

Kata Mubarak atau Baarakallah adalah sesuatu yang memperoleh atau didoakan agar memperoleh kebajikan yang melimpah. Biasanya, kata Mubarak maupun Barakallah, mengandung sebuah ucapan selamat kepada siapapun yang memperoleh nikmat.

Selain itu, ia juga mengandung makna keberkahan yang bersumber dari Allah yang sering tidak diduga atau dirasakan secara material tanpa batas dan ukuran. Hal ini selaras dengan ayat al-Quran surat al-Mu’minun (20):29 dan Qaf (50):9 sama-sama menjelaskan tentang nilai keberkahan yaitu:

وَقُلْ رَبِّ أَنْزِلْنِي مُنْزَلًا مُبَارَكًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْمُنْزِلِينَ

“Dan berdoalah (ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi,dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat).” (QS. al-Mukminun 29)

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

“Dan langit kami turunkan air yang memberi berkah, lalu kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dari biji-bijian yang dapat dipanen.” (QS. Qof 9)


Baca juga: Ibn Jarir At-Thabari: Sang Bapak Tafsir


Mubarakan Thayyiban : Doa Andalan Nabi Selesai Makan.

Quraish Shihab dalam bukunya Kosakata Keagamaan, ia mengulas sebuah contoh tentang seseorang yang mendapati berkah dalam hal waktu. Pastinya, ia akan diberikan kesempatan untuk meraih kebajikan yang dapat terlaksana saat itu melalui segudang aktivitasnya.

Waktu yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia itu sama banyaknya, namun sedikit yang memperoleh keberkahan waktu. Selanjutnya, berkah yang selalu dinanti oleh semua orang ialah pada makanan.

Tentunya, kita berharap makanan itu bisa mengenyangkan, melahirkan kesehatan, menolak penyakit, dan mendorong aktivitas positif setiap harinya. sedikit Melihat dari kedua contoh ini, sangat terlihat bahwa keberkahan itu berbeda-beda dan menyesuaikan dengan fungsi sesuatu yang diberkati itu.

Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari dalam karya fenomenalnya al-Jami’ al-Shahih al-Bukhari, Rasulullah sering kali berdoa dengan menggunakan kata Mubarak apabila hidangan diangkat setelah selesai disantap. Hadis tersebut berbunyi:

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ ثَوْرٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَفَعَ مَائِدَتَهُ قَالَ: «الحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلاَ مُوَدَّعٍ وَلاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ، رَبَّنَا»

“Menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, Abu Sufyan, dari Tsaur dari Khalid Bin Ma’dan dari Abu Umamah, ia berkata, saat Nabi Muhammad Saw mengangkat hidangannya beliau berdoa : (segala puji bagi Allah pujian yang banyak yang baik dan diberkati tidaklah cukup dan tiada akhir dengan makanan itu wahai Tuhan kami). (HR.Bukhari)


Baca juga: Tinjauan Tafsir terhadap Jihad, Perang dan Teror


Imam al-Bukhari memberikan catatan dalam bab ini, yang dimaksud dengan Goiru Makfiyyin (tidak cukup) ialah apa yang telah kami makan tidaklah cukup namun nikmatmu terus berlanjut mengalir kepada kami, bahkan tidak sedikitpun hilang sepanjang hidup kami.

Telah jelas paparan kata Mubarak diatas, lalu bagaimana dengan ucapan Mabiperruk yang telah menjelma selama ini? Bolehkah kata tersebut diucapkan sama seperti Mubarak?


baca juga: Viral Aksi Meludahi Al Quran, Ini Cara Pilih Sikap menurut Al Quran!


Pandangan Ulama Bahasa Arab Tentang Mabruk

Mabruk merupakan isim maf’ul yang berasal dari fi’il Baraka-Yabruku diartikan sebagai berdiam diri. Sebagian ulama menolak kata Mabruk atas landasan tersebut. Salah satu contohnya ialah ungkapan Baraka al-Jamalu atau diartikan sebagai unta yang menderum. Hal ini sebagaimana bisa ditemukan dalam sebuah redaksi hadis Nabi yang berbunyi:

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَسَنٍ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ، وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ»

“Menceritakan kepada kami Sa’id bin Manshur, Abdul Aziz bin Muhammad, bercerita padaku Muhammad bin Abdillah bin Hasan dari Abi al-Zinad dari A’raj dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda: (apabila salah seorang dari kalian sujud maka janganlah dia menderum seperti menderumnya unta, dan hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya.” (HR.Bukhari)

Namun, dalam referensi ilmu bahasa Arab, Mukhtar Umar dalam kitabnya, Mu’jam al-Shawab al-Lughawi menjelaskan bahwa kata Baraka merupakan musytaq dari ba,ra, dan ka, yang merupakan asal huruf dari kata al-barakah.

Jika kata tersebut bersandingan dengan kata Fihi, dengan versi lengkapnya baraka fihi, ia memiliki arti da’a Lahu bi al-barakah (mendoakan semoga diberkahi). Dengan begitu, ketika diambil isim maf’ulnya dapat berbunyi mabruk fihi. Maka, tidak ada batasan jika kata mabruk memiliki arti yang sama dengan kata mubarak. Perkataan mabruk tidak lain ialah bermaksud mendoakan keberkahan. Dengan begitu, kata mabruk dapat semakna dengan kata mubarak dalam bahasa Arab.

Jadi, baik kata mabruk atau mubarak sama-sama bisa digunakan serta memiliki makna yang sama yaitu diberkati, semoga selalu diberkati, atau berkah. wallahu’alam

Rifa Tsamrotus Saadah
Rifa Tsamrotus Saadah
Aktif kajian islamic studies, alumni Uin Syarif Hidayatullah Jakarta dan pernah mengenyam kajian seputar Hadis di Darussunah International Institute For Hadith Sciences.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...