Islam terus menjadi agama dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Menurut laporan Pew Research Center, populasi muslim global diproyeksikan meningkat sekitar 35% dalam 20 tahun, dari 1,6 miliar pada 2010 menjadi 2,2 miliar pada 2030. Muslim diperkirakan akan menjadi 26,4% dari populasi dunia pada 2030, naik dari 23,4% pada 2010. Pertumbuhan ini didorong oleh tingkat kelahiran yang tinggi, populasi muda, dan perbaikan kualitas hidup di negara-negara mayoritas muslim.
Kementerian Agama RI mencatat, berdasarkan data demografis, mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, dengan jumlah sekitar 229,62 juta jiwa atau 87,2% dari total populasi Indonesia yang mencapai 269,6 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan proyeksi populasi muslim global yang diperkirakan mencapai 2,2 miliar pada tahun 2030 (23% dari populasi dunia), jumlah penduduk muslim di Indonesia menyumbang sekitar 13,1% dari total umat Islam di seluruh dunia.
Angka pertumbuhan umat muslim tidak sekadar bicara soal jumlah. Di balik statistik itu, ada cerita-cerita nyata tentang orang-orang yang menemukan keyakinan baru. Mereka membutuhkan keberanian untuk meninggalkan kepercayaan lama dan menghadapi tantangan sosial demi menemukan kebenaran yang mereka yakini.
Salah satu kisah yang menggambarkan perjalanan ini adalah kisah Ratu Bilqis. Meskipun seorang pemimpin kuat dengan keyakinan sendiri, dia tetap mau mendengarkan pemikiran baru. Sikapnya menunjukkan bahwa terbuka terhadap pemikiran lain bisa membuat kita bijak dalam mengambil keputusan dan menemukan kebenaran yang sebenarnya
Ratu Bilqis dan Kebijaksanaan Musyawarah
Setelah menerima surat dari Nabi Sulaiman, Ratu Bilqis tidak bertindak gegabah. Ia mengumpulkan para pembesarnya untuk meminta pendapat mereka. Diceritakan dalam Alquran, ia berkata:
قَالَتْ يٰٓاَيُّهَا الْمَلَؤُا اَفْتُوْنِيْ فِيْٓ اَمْرِيْۚ مَا كُنْتُ قَاطِعَةً اَمْرًا حَتّٰى تَشْهَدُوْنِ
Dia (Balqis) berkata, “Wahai para pembesar, berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini). Aku tidak pernah memutuskan suatu urusan sebelum kamu hadir (dalam majelisku).” (Q.S. An-Naml [27]: 32).
Fakhr al-Din al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb (juz 24/hlm. 555) menjelaskan bahwa istilah afṭūnī (berikanlah fatwa kepadaku) berasal dari kata faty yang berarti sesuatu yang muda dan segar. Dalam hal ini, Ratu Bilqis meminta pandangan baru yang matang dari para penasihatnya. Sikapnya yang tidak bertindak sepihak mencerminkan kepemimpinan yang inklusif, yang menempatkan musyawarah sebagai bagian integral dari pengambilan keputusan.
Pelajaran dari tindakan Bilqis ini adalah bahwa seorang pemimpin yang bijak adalah mereka yang mendengarkan dan menghormati pandangan orang lain, terutama dalam menghadapi tantangan besar.
Keberanian untuk Menguji dan Menerima
Setelah bermusyawarah, Bilqis memutuskan untuk menguji Nabi Sulaiman dengan mengirim hadiah. Namun, Nabi Sulaiman menolak hadiah tersebut, menunjukkan bahwa tujuannya adalah menyampaikan kebenaran, bukan kekayaan atau kekuasaan.
Bilqis akhirnya menemui Nabi Sulaiman. Tiba-tiba ia dihadapkan pada keajaiban ketika singgasananya dipindahkan dalam sekejap mata, dan ia diminta untuk masuk ke dalam sebuah istana kaca yang sangat bening.
Baca juga: Kisah Al-Quran: Ratu Balqis, Pemimpin Perempuan nan Demokratis dan Diplomatis
Ar-Razi (juz 24/hlm. 559) memberikan penjelasan mendalam tentang peristiwa ini. Menurutnya, lantai kaca istana yang dibangun Nabi Sulaiman menyerupai air jernih. Ketika Bilqis melihatnya, ia mengira bahwa lantai itu adalah air, sehingga ia mengangkat kainnya untuk melangkah. Keajaiban ini semakin memperkuat keyakinannya tentang kekuasaan Allah dan kenabian Nabi Sulaiman.
Bilqis kemudian berkata yang diabadikan dalam Alquran:
قَالَتْ رَبِّ اِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ وَاَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمٰنَ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ࣖ
Dia (Balqis) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku. Aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. An-Naml [27]: 44).
Dalam tafsirnya, Ar-Razi menyoroti bahwa ucapan Bilqis ini menandakan pengakuan atas kesalahan masa lalunya, baik karena kekufurannya maupun karena prasangka buruk terhadap Nabi Sulaiman. Keputusannya untuk berserah diri kepada Allah adalah puncak dari perjalanan spiritualnya yang penuh dengan kebijaksanaan dan keberanian.
Hudhud: Simbol Teknologi dalam Penyebaran Kebenaran
Burung Hudhud dalam kisah ini memainkan peran penting dalam menyampaikan berita tentang Ratu Bilqis kepada Nabi Sulaiman. Dalam konteks modern, Hudhud dapat diibaratkan sebagai simbol teknologi, alat untuk menyampaikan informasi dengan cepat dan akurat.
Menurut Tafsir Ar-Razi (juz 24/hlm. 550) Hudhud memiliki kemampuan unik untuk mendeteksi sumber air dan membawa berita yang “yakin” (pasti dan terverifikasi). Hal ini dapat dipahami sebagai metafora untuk teknologi digital saat ini yang memungkinkan akses informasi dengan cepat dan luas.
Baca juga: Kisah Burung Hudhud, Pasukan Intelijen Nabi Sulaiman
Teknologi di era modern dapat berperan seperti Hudhud, membantu menyebarkan kebenaran Islam kepada mereka yang ingin mencari informasi. Namun, seperti halnya Hudhud yang membawa berita yang valid, informasi yang tersebar melalui teknologi juga harus diverifikasi dan digunakan untuk tujuan yang baik.
Sebagaimana Hudhud membuka jalan dakwah Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis, teknologi saat ini adalah Hudhud umat Islam untuk menjangkau dunia. Tanggung jawab kita adalah memastikan bahwa informasi yang disampaikan adalah benar, bijak, dan membawa manfaat.
“Jika Hudhud adalah penghubung di masa Nabi Sulaiman, teknologi adalah Hudhud di era modern untuk membawa pesan Islam ke seluruh penjuru dunia.”
Pelajaran dari Hijrah Ratu Bilqis
Kisah hijrah Ratu Bilqis memberikan pelajaran yang relevan bagi kehidupan modern:
- Berpikir Terbuka Adalah Awal Perubahan
Keputusan Bilqis untuk tidak langsung menolak surat Nabi Sulaiman menunjukkan pentingnya sikap terbuka terhadap ide-ide baru dan pencarian kebenaran. - Musyawarah Adalah Landasan Kepemimpinan
Melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan adalah tanda kepemimpinan yang bijak. Bilqis menunjukkan bahwa musyawarah tidak hanya memperkuat legitimasi keputusan, tetapi juga menghasilkan solusi terbaik. - Keberanian untuk Berubah
Sebagai pemimpin yang kuat, Bilqis menunjukkan keberanian untuk mengubah keyakinannya setelah menyadari kebenaran. Transformasi ini menjadi teladan bagi mereka yang ingin keluar dari zona nyaman untuk menemukan kebenaran sejati. - Diplomasi Lebih Baik daripada Kekerasan
Nabi Sulaiman menunjukkan bahwa perubahan besar dapat dicapai melalui diplomasi, bukan peperangan. Ajakan yang penuh hikmah dan keajaiban membuka hati Bilqis untuk menerima Islam.
Alhasil, kisah Ratu Bilqis mengajarkan kita bahwa perubahan sejati datang dari keterbukaan pikiran dan keberanian untuk mengakui kesalahan. Dalam perjalanan spiritual, kita tidak perlu takut meninggalkan keyakinan lama jika menemukan kebenaran baru. Kepemimpinan yang baik ditandai dengan kemampuan mendengarkan, berpikir terbuka, dan berani berubah.
Transformasi bukan soal kekuatan fisik, melainkan kekuatan hati dan pikiran. Bilqis membuktikan bahwa seorang pemimpin sejati adalah mereka yang rendah hati, mau belajar, dan berani mengakui keterbatasan dirinya. Dalam setiap perjalanan menemukan kebenaran, diperlukan keberanian untuk melangkah keluar dari zona nyaman dan mempertanyakan apa yang selama ini diyakini. Wallahu ‘alam.