BerandaTokoh TafsirTokoh Tafsir IndonesiaGus Baha Jelaskan Pentingnya Tata Krama dalam Interaksi Sosial

Gus Baha Jelaskan Pentingnya Tata Krama dalam Interaksi Sosial

Dalam interaksi antar sesama di kehidupan bermasyarakat, Islam mengajarkan bahwa  muslim harus memperhatikan adab dan tata krama sosial, terlepas dari status dan kedudukan dalam strata sosialnya, baik pejabat, pemimpin, imam, ataupun pemuka agama.

Gus Baha dalam satu ceramahnya menerangkan bahwa hukum sosial tersebut tidak pernah mengikat hanya pada satu kelompok atau seorang saja, melainkan melibatkan semuanya. sekalipun orang-orang saleh dan para kekasih Allah, anbiya wa mursalin juga dinasihati untuk memperhatikan tata krama sosial.

Sebagaimana termaktub dalam ayat 159 Surah Ali Imran, Nabi Muhammad saw. sebagai seorang yang kepadanya risalah Islam diturunkan, beliau tetap terkena hukum sosial meskipun memiliki posisi yang sangat mulia di sisi Allah.

فَبِما رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal. (Q.S. Ali Imran: 159)

Baca Juga: Ngaji Gus Baha: Di Balik Turunnya Syariat Selawat atas Nabi Muhammad Saw

Ayat ini menurut para mufassirin, berkenaan ketika orang-orang mundur dari barisan Nabi Muhammad saw. pada perang Uhud, lalu kembali. Nabi saw. tidak berbicara kepada mereka dengan perkataan yang keras, tetapi berbicara kepada mereka dengan perkataan yang lemah lembut. (Tafsir Mafatih al-Ghaib 9/405) Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya sifat lembut, sabar, dan bijaksana dalam berinteraksi dengan umat, bahkan untuk seorang seperti Nabi Muhammad saw.

Dalam konteks ini, meskipun Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang dianugerahi berbagai kemuliaan yang luar biasa, beliau tetap harus mengikuti hukum sosial yang berlaku di tengah masyarakat.

Sebagaimana Gus Baha mengutip keterangan dari Ibnu Khaldun, bahwa meskipun Nabi saw. memiliki mukjizat, seperti kemampuan untuk mi’raj (naik ke sidrah al-Muntaha), beliau tetap harus mengikuti aturan sosial dan berperilaku baik dalam berinteraksi dengan sesama manusia.

Sebagai contoh yaitu Nabi Muhammad harus jauh dari akhlak yang buruk, dan karena itu beliau tidak boleh keras hatinya dan kasar tutur katanya. Nabi harus tetap bersikap santun ketika bertemu orang lain, menghormati orang yang lebih tua, dan menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak, menolong orang yang lemah, serta memaafkan kesalahan mereka. Di mana sikap ini memang sangat penting untuk membangun hubungan yang baik di tengah-tengah masyarakat, terlebih ketika hendak menyampaikan dakwah dan risalah kebenaran kepada umat. (Tafsir al-Munir 2/476)

Gus Baha juga menekankan bahwa meskipun Nabi Muhammad memiliki kedudukan yang sangat tinggi, jika beliau tidak menunjukkan akhlak yang baik terhadap orang lain, maka masyarakat bisa kehilangan rasa hormat dan keyakinan mereka. Begitu pula, bahwa meskipun seseorang memiliki pengetahuan, kedudukan, ataupun status yang tinggi, namun tidak bisa menjaga sikap baik dan etika sosialnya, orang-orang di sekitarnya akan hilang respect kepadanya. Terlebih lagi, mungkin saja dirinya akan dijauhi oleh masyarakat atau jamaahnya.

Baca Juga: Pesan Dakwah Gus Baha’ Tentang Syarat yang Harus Dimiliki Seorang Mufassir

Dengan demikian, teladan Nabi untuk bersikap baik sesuai dalam tata krama sosial menjadi dasar penting dalam interaksi sosial, baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam dunia dakwah atau komunikasi dengan masyarakat.

Rasulullah dalam hadisnya juga pernah mewanti-mewanti kepada orang-orang memiliki status ataupun kedudukan dalam masyarakat untuk memperhatikan aturan sosial yang berlaku. Sebagaimana dikutip oleh Imam Fakruddin ar-Razi dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib 9/407:

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: لَا حِلْمَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنْ حِلْمِ إِمَامٍ وَرِفْقِهِ وَلَا جَهْلَ أَبْغَضُ إِلَى اللَّهِ مِنْ جَهْلِ إِمَامٍ وَخَرَقِهِ

Rasulullah bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai oleh Allah daripada kebaikan dan kasih sayang seorang imam, dan tidak ada sesuatu yang lebih dibenci oleh Allah daripada kejahilan dan kecerobohan seorang imam.”

Sebagaimana pula dalam Alquran, ditegaskan:

وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

Jika kalian bersikap keras, mereka akan berpaling dari kalian. Imam ar-Razi menambahkan jika mereka berpaling maka tujuan misi dan risalah akan hilang.

Rasulullah dan Alquran telah mengingatkan umat Islam untuk selalu menjaga tata krama dalam berinteraksi sosial. Di mana tujuannya tidak hanya untuk menciptakan keharmonisan, tetapi juga untuk menjaga keutuhan dakwah. Sebagaimana jika seorang imam atau pendakwah, yang seharusnya menjadi contoh akhlak bagi masyarakat, namun tidak mampu memperlihatkan sikap santun dan menghormati orang lain, maka itu bisa merusak kepercayaan orang kepada dakwah itu sendiri. Wallah a’lam.

Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna
Khadimul ilmi di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Meluruskan Doktrin ‘teror’ Millah Ibrahim

Meluruskan Doktrin ‘teror’ Millah Ibrahim (Bagian 2)

0
Kesimpulan dan Pelurusan Millah Ibrahim ini adalah buku yang ditulis oleh salah satu ideolog ISIS, Abu Muhammad al-Maqdisiy, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh...