Klasemen liga korupsi Indonesia yang tersebar secara masif di media sosial menyimpan ironi perihal masalah korupsi di negara ini. Kasus mega korupsi Pertamina semakin menunjukkan bahwa masalah tersebut tidak pernah surut, malah justru meningkat setiap tahun dari sisi jumlah kasus dan angka kerugian. Faktanya korupsi sejak lama menjadi biang masalah negara ini sehingga menghambat pertumbuhan dan kemajuan di berbagai sektor.
Perbuatan korupsi adalah puncak dari berbagai sebab persoalan masyarakat. Angka kemiskinan tinggi, pengangguran meningkat dan maraknya tindakan kriminal menjadi bukti dari dampak pengabaian atas hak-hak masyarakat. Hak yang seharusnya dapat dirasakan oleh orang banyak hilang begitu saja karena kepentingan segelintir orang atau kelompok tertentu.
Baca Juga: Pandangan Alquran tentang Korupsi dan Solusinya
Definisi Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoahkan, memutarbalik dan menyogok. Menurut Klitgaard, korupsi adalah tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri atau pihak tertentu, seperti kerabat atau teman, baik berupa status maupun kekayaan, dengan cara menyimpang dari tugas resmi atau melanggar aturan. (Khasib Amrullah, Pendidikan Anti Korupsi: Studi terhadap Konsep Worldview dan Korupsi)
Adapun Tindak korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah perbuatan seseorang atau badan hukum yang melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan kerugian negara. Singkatnya, korupsi adalah perbuatan mengambil hak orang lain demi kepentingan pribadi atau kelompok.
Mengambil sesuatu yang bukan miliknya adalah sebuah kebatilan dan sangat dikecam oleh Alquran. Alquran sebagai pedoman hidup umat Islam sangat memperhatikan pemenuhan hak setiap orang dan mengecam siapapun yang mengabaikannya. Salah satunya seperti dalam ayat berikut ini:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah: 188)
Baca Juga: Pentingnya Kurikulum Pendidikan Anti Korupsi, Tafsir Surat Al-Hajj Ayat 38
Tafsir Al-Baqarah Ayat 188
Maksud dari frasa wala ta’kulu amwalakum bainakum adalah memakan harta yang tidak dibenarkan cara perolehannya oleh agama. Memperoleh harta yang tidak dibenarkan oleh agama terdapat dua model yaitu dengan cara mengambil secara paksa seperti mencuri dan merampas dan model yang kedua adalah memperolehnya dengan cara seperti berjudi, menipu dan yang lainnya. Dalam tafsir Bahr al-Muhit maksud dari kata “akala” bisa diartikan sebagai makna majazi sebagai cara mengambil dan cara memilikinya.
Menurut al-Qurtubi makna kata batil adalah hilang atau lenyap. Sedangkan menurut Fairuzzabadi kata batil dapat diartikan dengan kerugian, kesia-siaan, kebohongan, kegelapan, dan kerusakan. Jadi dalam konteks ayat ini memakan atau menguasai harta dengan batil dapat menyebabkan kerugian dan kerusakan tidak hanya untuk korban tapi juga untuk pelaku. Dari keseluruhan makna batil yang disebutkan bahwa memakan harta dengan cara yang batil adalah jalan yang dilarang oleh agama.
Kata tudlu diambil dari kata dalwun yang berarti ember yang dapat dimaknai dengan mengulurkan ember. Jika dianalogikan, orang yang membutuhkan ember letaknya pasti berada di bawah orang yang mengulurkannya, sehingga bisa diartikan bahwa hakim yang disuap posisinya dibawah orang yang menyuapnya. Jadi dimaknai dengan janganlah kalian memberi suap kepada para hakim untuk mengubah hukum Allah SWT karena keputusan mereka tidak akan mengubah yang haram menjadi halal ataupun yang halal menjadi haram. (Kitab ‘Umdatul Huffadz)
Dikutip dari Ali ibn Abi Talhah dari Ibn Abbad bahwa ayat ini berkaitan dengan seorang laki-laki yang mengaku mempunyai sebuah harta tapi tidak memiliki bukti bahwa harta itu milikinya. Lalu ia mengadukannya kepada hakim tentang perkara tersebut meskipun ia tahu bahwa kebenaran tidak berpihak padanya dan ia berdosa karena telah memakan harta haram.
Baca Juga: Kecaman Al-Quran Terhadap Perilaku Korupsi: Tafsir Surat Ali-Imran Ayat 161
Penutup
Jika menyesuaikan kata akala dan bi al-bathil dalam penafsiran yang lalu, maka tindakan korupsi adalah definisi dari dua kata itu sendiri. Tindakan korupsi secara langsung menyebabkan kerugian dengan hilangnya pemasukan negara dan merusak kesejahteraan hidup orang banyak. Alquran melarang dengan tegas untuk mengambil bagian yang bukan miliknya, apalagi jika pada bagian tersebut terdapat hak orang lain. Sebagaimana korupsi, Alquran melarang segala bentuk pengabaian terhadap pemenuhan hak orang lain dengan cara apapun.
Wallahu a’lam