BerandaTafsir TematikTafsir AhkamBerdosakah Membagi Warisan Tidak Sesuai Aturan Islam?

Berdosakah Membagi Warisan Tidak Sesuai Aturan Islam?

Pembahasan mengenai harta warisan adalah salah satu topik yang paling sensitif dalam kehidupan keluarga. Tak jarang, ketika seseorang wafat, harta yang ditinggalkan justru menjadi pemicu pertengkaran di antara ahli waris. Hubungan yang sebelumnya akrab bisa berubah renggang, bahkan ada yang sampai enggan bertegur sapa.

Lebih parah lagi, kasus sengketa waris kerap berujung pada konflik berkepanjangan, pertikaian antar saudara, hingga tindakan yang melampaui batas, seperti kekerasan dan pembunuhan.

Melihat banyaknya potensi konflik, sebagian umat Islam memilih membagi rata harta warisan agar dianggap adil. Namun, keputusan ini tentunya menimbulkan masalah baru, terutama bagi ahli waris yang seharusnya mendapatkan bagian lebih besar, karena hak mereka menjadi terabaikan.

Dari sinilah banyak muncul pertanyaan: apakah seorang Muslim wajib membagi warisan sesuai aturan syariat dan berdosa jika membagi warisan tidak sesuai dengan aturan yang telah Allah tetapkan dalam Alquran?

Baca Juga: Hikmah Dibalik Ayat-Ayat Waris dan Derajat Perempuan di Masa Jahiliah

Kewajiban Membagi Warisan Sesuai Syariat Islam

Aturan pembagian warisan pada dasarnya telah dijelaskan secara tegas oleh Allah Swt. dalam Alquran, khususnya pada Surah An-Nisa’ ayat 11 dan 12. Dalam ayat-ayat tersebut, Allah menerangkan dengan gamblang siapa saja yang berhak menerima warisan serta berapa bagian yang menjadi hak masing-masing ahli waris.

Menurut Dr. Mustafa al-Khin, ayat-ayat tentang pembagian warisan memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan syariat shalat dan zakat. Hal ini karena hukum waris ditetapkan berdasarkan nash Alquran, sunnah Nabi, dan ijma’ ulama. Oleh sebab itu, hukum waris wajib diterapkan dan diamalkan. Tidak boleh diubah, apalagi ditinggalkan, sebab ia termasuk bagian dari syariat yang telah Allah tetapkan untuk kemaslahatan manusia.

نِظَامُ الْمِيرَاثِ نِظَامٌ شَرْعِيٌّ ثَابِتٌ بِنُصُوصِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَإِجْمَاعِ الْأُمَّةِ، شَأْنُهُ فِي ذَلِكَ شَأْنُ أَحْكَامِ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ، وَالْمُعَامَلَاتِ، وَالْحُدُودِ. يَجِبُ تَطْبِيقُهُ، وَالْعَمَلُ بِهِ، وَلَا يَجُوزُ تَغْيِيرُهُ، وَالْخُرُوجُ عَلَيْهِ، مَهْمَا تَطَاوَلَ الزَّمَانُ

”Hukum waris adalah aturan syariat yang tetap, bersumber dari Alquran, sunnah Nabi, dan kesepakatan umat Islam. Kedudukannya sama pentingnya dengan hukum salat, zakat, muamalah, maupun hudud. Karena itu, hukum waris wajib diterapkan dan diamalkan. Tidak boleh diubah atau ditinggalkan, meskipun zaman sudah berubah dan waktu terus berjalan.”(al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab Imam Syafi’i, juz 5 hal.72)

Selain itu, ada hal menarik yang patut diperhatikan pada ayat penutup tentang pembagian warisan, yakni Surah An-Nisa’ ayat 13 dan 14. Setelah menjelaskan secara rinci aturan-aturan warisan, Allah menutupnya dengan penegasan bahwa ketentuan tersebut adalah hukum yang telah Dia tetapkan. Allah juga memberikan janji mulia berupa balasan surga bagi siapa saja yang taat menjalankannya. Sebaliknya, bagi yang melanggar atau mengabaikan aturan itu, ancaman azab yang pedih telah menantinya.

تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ يُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ وَذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ

Artinya;”Itu adalah batas-batas (ketentuan) Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (Mereka) kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang sangat besar. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar aturannya maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka, ia kekal di dalamnya. Dan baginya siksa yang menghinakan.” (Q.S. An-Nisa’[4]: 13-14)

Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas bahwa aturan pembagian warisan harus dilaksanakan dan tidak boleh ada kecurangan di dalamnya, seperti menambah bagian sebagian ahli waris atau mengurangi bagian yang lain dengan berbagai alasan.

Semua harus diserahkan sesuai ketetapan Allah tanpa diubah sedikit pun. Apabila ada yang tidak ridha dengan pembagian tersebut lalu memilih aturan lain, maka ia diancam dengan neraka dan azab yang menghinakan, karena perbuatannya menunjukkan ketidakridhaan terhadap hukum Allah. (Tafsir Ibnu Katsir, juz 2 hal.232)

Baca Juga: Pembagian Warisan Bagi Anak dan Orang Tua Menurut Al-Qur’an

Bagaimana Jika Para Ahli Waris Sepakat Membagi Harta Warisan Secara Sama Rata?

Kewajiban membagi harta warisan sesuai aturan syariat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan keadilan dengan memberikan hak kepada orang yang memang berhak menerimanya.

Namun, jika dalam praktik pembagian sesuai syariat sulit dilakukan, misalnya karena adanya konflik internal dalam keluarga. Dalam keadaan seperti ini, jika seluruh ahli waris sepakat untuk menggunakan cara lain, maka hal tersebut diperbolehkan dengan beberapa ketentuan.

Pertama, seluruh ahli waris yang terlibat harus sudah baligh dan berakal, sehingga mampu mengambil keputusan dengan penuh kesadaran.

Kedua, pembagian dilakukan atas dasar kerelaan semua pihak, khususnya dari ahli waris yang mengalah atau melepaskan sebagian haknya.

Ketiga, meskipun memilih kesepakatan di luar aturan syariat, mereka tetap harus meyakini bahwa ketentuan pembagian waris yang Allah tetapkan dalam syariat Islam adalah aturan yang paling adil dan sempurna. (Fatwa Mauqi’ Thariqul Islam, no.55227)

Sebagai penutup, aturan pembagian harta warisan sejatinya merupakan bentuk ujian dari Allah kepada hamba-Nya: apakah ia ridha dengan ketentuan yang telah Allah tetapkan atau justru menolaknya. Sesungguhnya, setiap ketentuan Allah adalah sebaik-baiknya aturan, dan semuanya pasti bertujuan untuk kebaikan serta kemaslahatan hamba-Nya.

Terakhir, mengutip dawuh Dr. Mustafa al-Khin;

وَمَهْمَا ظَنَّ النَّاسُ بِأَفْكَارِهِمْ خَيْرًا، فَتَشْرِيعُ اللَّهِ خَيْرٌ لَّهُمْ، وَأَنْفَعُ

“Seberapa pun manusia mengira bahwa pemikiran mereka lebih baik, sesungguhnya syariat Allah jauh lebih baik dan lebih bermanfaat bagi mereka.”(al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab Imam Syafi’i juz 5 hal.72). Wallahu ‘alam bish shawab.

Ahmad Yaafi Kholilurrohman
Ahmad Yaafi Kholilurrohman
Alumni Mahad Aly Situbondo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

penyakit hati_terapi untuk sifat hasad dalam Alquran

Penyakit Hati di Era Media Sosial: Hasad dan Terapinya

0
Penyakit hati yang berbahaya, salah satunya seperti hasad makin menjadi-jadi di era media sosial seperti sekarang. Media sosial adalah sebuah panggung perbandingan tanpa akhir....