Artikel sebelumnya penulis sempat membahas mengenai satu nikmat Allah bagi umat manusia yakni adanya laut yang menjadi sumber kehidupan. Tulisan ini merupakan kelanjutan dari pembahasan sebelumnya yang membahas tafsir QS. An-Nahl [16] ayat 14. Selain laut Allah memberikan banyak karunia bagi manusia seperti keberadaan gunung-gunung, sungai, jalan-jalan dan tanda-tanda lain agar manusia dapat berpikir. Ada pun firman Allah yang membahas nikmat selain laut sebagai berikut:
وَاَلْقٰى فِى الْاَرْضِ رَوَاسِيَ اَنْ تَمِيْدَ بِكُمْ وَاَنْهٰرًا وَّسُبُلًا لَّعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَۙ وَعَلٰمٰتٍۗ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُوْنَ
“Dan Dia menancapkan gunung di bumi agar bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, dan (Dia menciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang mereka mendapat petunjuk” (an-Nahl [16] : 15-16)
Allah swt. mengawali firman-Nya dengan menyebut gunung. Menurut Imam Abu Ja’far al-Tabari pada ayat tersebut terdapar redaksi Rawasi yang merupakan bentuk jamak dari kata Rasiyah yang berarti tetap. Maksudnya, Allah menciptakan gunung di muka bumi agar dapat menciptakan keseimbangan alam sehingga bumi tidak mudah goncang dan makhluk hidup terutama umat manusia dapat hidup dengan nyaman.
Lalu keberadaan sungai-sungai di muka bumi yang mengalir dari satu tempat ke tempat lain bertujuan sebagai sarana penghidupan bagi umat manusia baik sebagai sarana transportasi maupun tempat mencari bahan makanan. Begitu pula adanya penciptaaan jalan-jalan sebagai sarana bagi umat manusia agar mendapat kemudahan dalam bepergian dan melangkah mencari karunia Allah yang ada di bumi. Sehingga pada akhir ayat Allah Swt menjelaskan tujuan penciptaan-Nya agar manusia mendapatkan petunjuk berupa menggunakan potensi akalnya untuk mengelola ciptaan Allah agar tidak tersesat (Muhammad ibn Jarir al-Tabar, Jami’ al-Bayan ‘An Ta`wil Ay al-Qur`an, Jilid 4, hal. 508).
Menurut Muhammad Tahir ibn ‘Ashur dalam menafsirkan ayat 15 di atas berkenaan dengan penciptaan jalan-jalan bertujuan untuk memudahkan perjalanan bagi umat manusia di bumi khususnya di daratan serta menjadi sarana transportasi dari satu wilayah ke wilayah lain. Dengan demikian keberadaan jalan ini pun menjadi cara agar orang-orang tidak tersesat (Muhammad Tahir ibn ‘Ashur, Tafsir al-Tahrir Wa al-Tanwir, Juz 14, hal. 122)
Ayat 16 terdapat redaksi Wa ‘Alamat yang diterjemahkan dengan Dan (dia menciptakan) tanda-tanda (petunjuk jalan). Menurut Imam ibn ‘Arabi redaksi ‘Alamat dengan mengutip pendapat Qatadah bahwa hal tersebut dimaknai dengan bintang-bintang yang memiliki fungsi sebagai perhiasan langit, petunjuk bagi yang melakukan perjalanan di malam hari dan sebagai alat pelempar setan jika makhluk tersebut menguping pembicaraan. Sementara itu, menurut Mujahid sebagaimana dikutip oleh Imam ibn ‘Arabi bahwa pengertian redaksi ‘Alamat adalah tanda-tanda berupa perbintangan yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia.
Redaksi selanjutnya yakni Wa Bi an-Najm yang berarti Dan dengan bintang-bintang masih menurut Imam ibn ‘Arabi terdapat tiga pengertian.
Pertama, al-Najm menggunakan bentuk tunggal, namun yang dimaksud adalah kata jamak yakni an-Nujum atau bintang-bintang di langit yang mana untuk mengetahui maksud dari tanda-tanda ini dibutuhkan pengetahuan.
Kedua, redaksi tersebut diterjemahkan dengan al-Thurayya yang berarti gugus bintang (klaster Pleiades). Ketiga bermakna al-Jidy yang berarti rasi bintang Kaprikornus. Semua pengertian ini menandakan bahwasanya nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya adalah perbintangan. Tentu saja untuk mengetahui eksistensi bintang serta cara memahami arah petunjuk dari bintang diperlukan suatu ilmu yang membicarakan hal tersebut. Sehingga seseorang yang menguasai ilmu perbintangan dapat memahami dimana letak terbit dan tenggelamnya juga mengetahui arah mata angin (Muhammad ibn ‘Abd Allah ibn ‘Arabi, Ahkam al-Qur`an, volume 3, hal. 127-129).
Hemat penulis keberadaan beberapa ciptaan Allah yang ada pada kedua ayat di atas merupakan anugerah dan nikmat besar bagi umat manusia. Dengan adanya ciptaan tersebut manusia dituntut untuk menggunakan akalnya juga potensinya dalam menjaga ciptaan Allah seperti gunung, sungai dan jalan dari semua hal yang mengarah pada kerusakan. Selain itu, eksistensi perbintangan pun merupakan hal yang harus disyukuri karena adanya hal ini menjadikan manusia belajar mengenai tanda-tanda kekuasaan Allah di alam raya.
Bintang memang menjadi perhiasan yang tergambar pada langit, namun dengan mempelajari perbintangan, manusia dapat memahami kondisi cuaca juga arah mata angin. Oleh karena itu, salah satu bentuk syukur atas nikmat Allah adalah menggunakan potensi dan akal dalam menjaga serta merawat alam. Wallahu A’lam