BerandaTafsir TematikTafsir Surat Luqman ayat 18: Jauhi Sikap Sombong dan Angkuh!

Tafsir Surat Luqman ayat 18: Jauhi Sikap Sombong dan Angkuh!

Ketika seseorang mendapatkan popularitas, jabatan atau kedudukan yang tinggi, biasanya ia berpotensi untuk bersikap sombong dan angkuh. Ini disebabkan oleh kurangnya kontrol diri dan hati pasca naiknya derajat di masyarakat. Akibatnya, ia kadangkala merasa superior dibandingkan orang lain atau bahkan menghina orang lain dengan segala keterbatasan mereka.

Akar dari permasalahan sikap sombong dan angkuh bukanlah popularitas, jabatan atau kedudukan, tetapi hati yang kotor dan dipenuhi pelbagai penyakit. Sebenarnya, siapapun dan di manapun berhak untuk mendapatkan popularitas, jabatan atau kedudukan yang tinggi, asalkan dirinya mampu membersihkan dan menjaga hati dari berbagai penyakit.

Pada dasarnya, melawan otoritas kesombongan dan keangkuhan bukanlah hal yang mudah. Pertentangan dan perdebatan seseorang dengannya akan senantiasa berlangsung dalam hati selama ia masih hidup. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. seringkali mengingatkan umat Islam agar mempersiapkan diri melawan kesombongan. Ia bersabda:

ِرَجَعنَا مِنَ الجِهاَدِ الأَصغَرِ إلى الجهادِ الأَكبَرِقالُوا: وما الجهادُ الأكبَرِ؟ قال: جهادُ القَلب

 “Kita kembali dari Jihad kecil menuju jihad besar.” Mereka bertanya: “Apakah jihad paling besar itu?” Beliau bersabda: “Jihad hati.” (HR. Al-Baihaqi)

Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa hati adalah area pertempuran sesungguhnya bagi seorang muslim. Di sana keimanan dan kekufuran bertarung, cinta dan benci saling berlawanan, serta tempat bisikan kebaikan dan kejahatan saling mengalahkan. Tanpa penjagaan dan kewaspadaan yang baik, hati akan dipenuhi dengan pelbagai kejahatan dan dosa.

Baca juga: Pakaian Isbal, Indikator Kesombongan, dan Tafsir Ayat-Ayat Takabur dalam Al-Quran

Dampak Sikap Sombong dan Angkuh

Sikap sombong dan angkuh adalah salah satu dari sekian banyak penyakit hati yang harus disingkirkan. Keduanya tergolong ke dalam al-ifāt al-madzmūmah atau sifat tercela. Ini adalah sifat yang semestinya dihindari dan tidak sepantasnya dimiliki oleh manusia sebagai makhluk yang tidak memiliki daya upaya kecuali atas izin Allah Swt.

Selain merupakan sifat tercela, sombong dan angkuh adalah sifat yang dapat menghantarkan pelakunya ke dalam jurang kenistaan. Iblis yang awalnya berposisi sebagai maha guru para malaikat di surga dengan keilmuanya, jatuh dan terpuruk akibat sikap sombong dan angkuh menolak perintah Allah Swt. untuk bersujud kepada nabi Adam as.

Baca juga: Meski di Bawah Pimpinan Firaun, Allah Tak Perintahkan Nabi Musa Untuk Berontak

Sikap sombong dan angkuh sangatlah berbahaya bagi manusia. Karena itulah ada banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang memperingatkan manusia agar tidak bersikap sombong dan angkuh. Bahkan Nabi Saw mengatakan bahwa orang yang memiliki rasa sombong di dalam hatinya–meskipun sekecil biji sawi atau bahkan atom–tidak akan bisa memasuki surga.

Tafsir QS. Luqman [31] Ayat 18

 Salah satu ayat Al-Qur’an yang melarang manusia untuk bersikap sombong dan angkuh adalah QS. Luqman [31] ayat 18 yang berbunyi:

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ

“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”

Menurut Quraish Shihab, ayat ini merupakan nasihat Lukman al-Hakim kepada anaknya agar berakhlak dan memiliki sopan santun ketika berinteraksi dengan sesama manusia. Beliau menasihati anaknya dengan berkata: “Dan wahai anakku, janganlah engkau berkeras memalingkan pipimu yakni mukamu dari manusia—siapa pun dia—karena didorong oleh penghinaan dan kesombongan”

Baca juga: Tafsir Surat Al-Ma’un 1-3: Ingat, Tidak Saleh Sosial Juga Pendusta Agama!

Selanjutnya ia juga berujar, “Hadapilah setiap orang dengan wajah berseri penuh rendah hati. Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Tafsir Al-Misbah [11]: 139).

Kata mukhtālan diambil dari akar kata yang sama dengan khayā atau khayal. Karenanya kata ini pada mulanya berarti orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalan, bukan kenyataan yang ada pada dirinya. Biasanya orang semacam ini berjalan dengan angkuh dan merasa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan orang lain. Akibatnya, keangkuhan tampak secara nyata dalam kesehariannya.

Sedangkan kata fakhūran bermakna membanggakan diri layaknya seekor kuda yang cara berjalannya mengesankan keangkuhan. Kedua kata ini yakni mukhtālan dan fakhūran mengandung makna kesombongan, kata yang pertama bermakna kesombongan yang terlihat dalam tingkah laku, sedang yang kedua adalah kesombongan yang terdengar dari ucapan-ucapan.

Baca juga: Ingin Punya Keturunan Yang Saleh? Amalkan 3 Doa Nabi Ibrahim Ini

Di sisi lain, perlu dicatat bahwa penggabungan kedua kata–mukhtālan dan fakhūran–pada ayat di atas bukan berarti bahwa ketidaksenangan Allah Swt baru lahir bila keduanya tergabung bersama-sama dalam diri seseorang. Tidak! Jika salah satu dari kedua sifat itu disandang oleh manusia, maka hal itu telah mengundang murka-Nya (Tafsir Al-Misbah [11]: 140).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa QS. Luqman [31] ayat 18 memerintahkan manusia untuk tidak berlaku sombong, baik perasaan, sikap, perkataan maupun perbuatan. Karena hal itu dapat mengundang kemurkaan Allah Swt. dan Dia tidak menyenangi orang-orang yang bersikap sombong dan angkuh di muka bumi sekecil apapun itu. Wallahu a’lam[]

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...