BerandaKhazanah Al-QuranWalid bin Mughirah, Tokoh Kafir Quraish yang Memuji Al-Quran

Walid bin Mughirah, Tokoh Kafir Quraish yang Memuji Al-Quran

Seorang tokoh Kafir Quraish memuji ayat Al-Quran? Bagaimana bisa! Namun inilah yang tercatat dalam sejarah kenabian. Para tokoh Kafir Quraish yang sebenarnya bukan orang yang bodoh, dan hanya tak ingin mengakui kenabian Nabi Muhammad, ada yang salah satunya suatu kali pernah menunjukkan kekagumannya terhadap ayat Al-Quran, yakni Walid bin Mughirah. Malah, ia bukan sekedar tokoh, melainkan bisa disebut tetua Suku Quraish. Dan ia memperoleh sebutan Raihanat Quraish (bau harum Suku Quraish).

Kejadian ini menunjukkan bahwa sekeras apapun para Kaum Quraish menyembunyikan pengakuan mereka terhadap keindahan Al-Quran, pada akhirnya tetap saja ada yang luput dari mereka. Sehingga, mengungkapkan apa yang ada di lubuk hati terdalam mereka. Bahwa mereka adalah kaum terpelajar tentang gramatikal Arab, dan mereka tahu Al-Quran bukan buatan manusia maupun kaum jin.

Baca juga: Memahami Kata Kafir dalam Al Quran

Pujian Walid bin Mughirah Terhadap Al-Quran

Walid bin Mughirah merupakan seorang ahli hukum serta saudagar kaya di kalangan Suku Quraish. Ia memiliki pandangan moral yang baik. Terbukti dengan sikapnya yang mengharamkan minuman keras sebelum kedatangan Islam. Walid ini adalah ayah dari sahabat Khalid bin Walid (Al-A’lam/8/122).

Muhammad bin Shalih As-Syami dalam kitab Subulul Huda Warrasyad mengutip kisah yang diriwayatkan oleh Ibn Ishaq, Muqatil, Ibn Abi Hatim, Abu Nu’aim, Al-Baihaqi dan Al-Wahidi dari sahabat Ibn ‘Abbas, bahwa suatu kali Nabi Muhammad Saw. menerima wahyu berupa Surat Ghafir. Beliau lalu membacakannya di masjid. Al-Walid bin Mughirah mendengarnya kemudian menuju ke Bani Makhzum dan mengucapkan pujian terhadap ayat yang dibacakan Nabi Muhammad Saw. (Subulul Huda/2/354).

Pujian Walid ini membuat Kaum Quraish merasa gerah. Mereka menganggap Walid telah keluar dari agama pagan mereka sebab pujiannya itu. Dan andai Walid benar keluar dari agama mereka, bisa-bisa seluruh Kaum Quraish akan mengikutinya. Walid adalah sosok tetua Quraish yang terkemuka dan mendapat julukan Raihanat Quraish (bau wangi Suku Quraish).

Abu Jahal kemudian tampil ke depan untuk mengatasi masalah itu. Ia mendatangi Walid dan mendesaknya agar mengucapkan sesuatu, yang menunjukkan ketidak sukaannya terhadap Al-Quran. Pada mulanya Walid menolaknya.

Walid berkata: “Ucapan buruk apa yang hendak aku katakan terhadap ucapan Muhammad. Demi Tuhan, ucapannya bukanlah ucapan manusia maupun para jin”. Namun karena Abu Jahal terus mendesaknya, Walid pun meminta waktu untuk berfikir.

Baca juga: Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 120: Benarkah Yahudi dan Nasrani Tidak Rela Terhadap Islam?

Kaum Quraish Melakukan Rapat Besar

Di kemudian hari, Kaum Quraish berkumpul dalam rangka menentukan langkah mereka menghalangi dakwah Nabi Muhammad, saat datangnya musim haji atau musim datangnya orang-orang di luar Makkah menuju Makkah untuk beribadah di Ka’bah. Walid pun meminta kesepakatan dari kaum Quraish tentang hal buruk apa yang hendak mereka katakan mengenai Nabi Muhammad Saw. Hal ini agar ucapan Kaum Quraish tidak bertentangan satu sama lain.

Awalnya, mereka langsung meminta Walid untuk mengusulkan sesuatu. Walid menolaknya, dan bahkan meminta agar mereka memberi usulan dan biar dirinya menilai usulan tersebut. Ada yang memberikan usulan, agar nantinya orang-orang dari luar Makkah tidak mendengarkan dakwah Nabi Muhammad, Nabi Muhammad disebut saja sebagai dukun. Ada yang usul disebut sebagai tukang syair, ada yang usul disebut sebagai tukang sihir, bahkan ada yang usul disebut orang gila saja.

Walid menolak semua usul tersebut. Ia beralasan bahwa semua orang tahu siapa itu dukun, siapa itu tukang sihir, apa itu gila, dan apa itu syair. Nabi Muhammad maupun wahyu yang diberikan kepadanya, tidak mirip dengan keempatnya. Kaum Quraish pun merasa kebingungan dengan penolakan Walid bin Mughirah.

Lalu, mereka bertanya: “apa yang dapat kami ucapkan mengenai ia, hai Aba ‘Abdi Syams?” ucap mereka sembari menyebut julukan Walid.

Baca juga: Larangan Memaki Sesembahan Non-Muslim: Salah Satu Ajaran Toleransi Dalam al-Quran

Walid pun kemudian mengungkapkan bahwa ia juga kebingungan terhadap hal buruk apa yang tepat diucapkan terhadap Nabi Muhammad dan wahyu yang disampaikannya. Alih-alih mengucapkan sesuatu yang buruk terhadap apa yang disampaikan Nabi, Walid justru mengucapkan sesuatu yang mengungkapkan pujiannya terhadap Al-Quran. Walid mengungkapkan isi hatinya dalam menjawab permintaan mereka:

وَاللهِ إِنَّ لِقَوْلِهِ حَلَاوَةً وَإِنَّ عَلَيْهِ طَلَاوَةً وَإِنَّ أَصْلَهُ لَمُغْدِقٌ وَإِنَّ فَرْعَهُ لَمُثْمِرٌ وَمَا أَنْتُمْ بِقَائِلِيْنَ مِنْ هَذَا شَيْئًا إِلَّا وَأَنَا أَعْرِفُ أَنَّهُ بَاطِلٌ

“Demi Allah, ucapannya  (Nabi Muhammad/al-Qur’an) mengandung sesuatu yang manis. Ada sesuatu yang mengagumkan padanya. Ia bagai kurma yang tumbuh sempurna, dan cabangnya sama berbuah. Dan tidaklah kalian mengucapkan sedikitpun sesuatu hal buruk tentangnya, kecuali aku tahu bahwa ucapan itu adalah sesuatu yang batil” (Subulul Huda/2/355).

Meski kemudian Walid memutuskan agar Kaum Quraish cukup menyebut Nabi Muhammad Saw. sebagai tukang sihir, untuk membuat orang dari luar Makkah mengabaikan dakwah Nabi Muhammad, hal ini cukup menggambarkan bagaimana keindahan Al-Quran. Al-Quran teramat indah sampai-sampai orang yang enggan mengakui kebenarannya tidak bisa menyembunyikan decak kagum terhadap Al-Quran. Wallau a’lam[]

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengenal Aquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar: Metode dan Perkembangannya

0
Kini, penerjemahan Alquran tidak hanya ditujukan untuk masyarakat Muslim secara nasional, melainkan juga secara lokal salah satunya yakni Alquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar....