BerandaKisah Al QuranAbu Manshur Al-Khayyat, Pendikte Al-Quran yang Masuk Surga sebab Mengajarkan Al-Fatihah

Abu Manshur Al-Khayyat, Pendikte Al-Quran yang Masuk Surga sebab Mengajarkan Al-Fatihah

Abu Manshur al-Khayyat memiliki nama asli Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Abd al-Razzaq al-Syairazi al-Baghdadiy al-Khayyat. Ia merupakan seorang pendikte bacaan Al-Quran atau yang kita kenal sebagai muqri’, yang secara leksikal berarti orang yang membacakan Al-Quran. Selain seorang muqri’, ia juga zahid, seorang yang tak memiliki kecintaan kepada dunia sama sekali. Abu Manshur al-Khayyat juga merupakan pengikut Madzhab Hanbali.

Al-Khayyat lahir pada tahun 401 H dan belajar agama kepada Abu al-Qasim bin Basyran, lalu kepada Abd al-Ghaffar al-Muaddib, Muhammad bin Umar bin al-Akhdhar al-Faqih dan ulama-ulama besar lain waktu itu. Sedangkan pendidikan Al-Quran-nya, ia belajar kepada Abu Nashr bin Mashrur dan juga kepada ulama lainnya, seperti al-Hammamiy. Lalu, ia juga mengajari kedua cucunya yaitu Imam Abu Muhammad Abdullah dan Abu Abdillah al-Husain.

Baca juga: Kisah Abdullah bin Ummi Maktum: Penyandang Disabilitas Penyebab Turunnya Surah ‘Abasa

Muhyidin al-Thu’mi, dalam karyanya Takmilah Jami’ Karamah al-Auliya’ menceritakan bahwa ia merupakan seorang pengajar Al-Quran, yang berbeda dengan kebanyakan orang. Pasalnya ia mengampu kelas khusus bagi mereka yang memiliki keterbatasan penglihatan atawa tuna netra, yang mencapai tujuh ribu murid, sebagaimana dicatat Ibn al-Najjar dalam tarikhnya. Semua ia gratiskan. Barangkali bisa diibaratkan dengan rumah tahfiz pada masa sekarang, dengan menanggung  semua biaya hidup para calon tahfiz itu.

Kemuliaan yang luhur

Satu kisah menarik diceritakan oleh al-Hafiz Ibn Nashir dalam kitabnya, Dzail Thabaqat al-Hanabilah. Ia berkata:

“Sekali malam aku bermimpi, seolah aku mendatangi masjid Syaikh Abu Manshur al-Khayyat. Kulihat banyak sekali orang-orang berdiri di depan pintu masjid itu.

Dan mereka berkata: “di dalam ada Nabi Muhammad dan Syaikh Abu Manshur. Mendengar itu, aku lantas masuk ke dalam masjid”

Benar saja, aku melihat Abu Manshur sedang duduk di samping seseorang yang, aduhai, parasnya sangat indah. Kupikir-pikir seperti sifat-sifat Nabi yang pernah kudengar disampaikan oleh para syaikh dulu; pakaiannya sangat putih, di atas kepalanya tergelung sebuah imamah, yang berwarna serupa.

Sementara Abu Manshur kulihat sedang mengecup wajah sosok indah itu. Aku mendekat, kulayangkan salam penghormatan. Segera saja salamku berbalas. Tapi aku tidak tahu siapa yang membalasnya. Aku terlalu terpana dengan sosok putih, yang kuyakin adalah Nabi Muhammad Saw.

Baca juga: Ibrah Kisah Nabi Adam Memakan Buah dan Bencana dari Kerusakan Alam

Aku semakin mendekat, duduk di hadapan mereka berdua. Kulemparkan pandanganku tertuju pada Nabi Muhammad. Tanpa ingin bercakap-cakap atau bahkan mengeluarkan sepatah kata pun. Tiba-tiba Nabi memandangku dan bersabda: ikutilah mazhab Syaikh ini, ikutilah mazhab Syaikh ini, ikutilah mazhab Syaikh ini. Ya, tiga kali Nabi mengulangi sabda beliau itu.

Aku bersumpah sekali, dua kali, dan tiga kali bahwa aku benar-benar bermimpi. Dan aku bersaksi kepada Allah, bahwa Rasulullah Saw bersabda seperti itu tiga kali. Beliau juga sambil menunjuk dengan jari telunjuk tangan kanan beliau kepada Syaikh Abu Manshur itu.”

Al-Khayyat wafat pada hari Rabu 16 Muharram tahun 499 H dalam usia 98 tahun. Diceritakan al-Silafy dari Ali bin al-Aisir al-‘Ukbariy, ia berkata; “banyak sekali orang yang mengiringi jenazahnya. Bolah dikata aku takpernah melihat kerumunan sebanyak itu sebelumnya. Ada seorang Yahudi melintas dan menyaksikan lautan manusia itu, seketika ia berucap: “tak ada agama yang dianut oleh umat sebanyak ini, kecuali ialah agama yang haq,” dan kemudian masuk Islam.

Belajar dan mengajarkan Al-Quran

Dari uraian di atas, kita diingatkan kembali tentang sebuah hadits yang diriwayatkan Sayyidina Utsman bin Affan r.a. bahwa Rasululllah Saw bersabda; “sebaik-baik di antara kalian adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya.” Atau dalam riwayat lain disebutkan: “seutama-utama kalian adalah yang belajar Al-Quran dan kemudian mengajarkannya.”

Kisah al-Khayyat di atas merupakan salah satu dari jamaknya kisah-kisah sejenis, yang mengajarkan kepada kita tentang sifat-sifat menjadi seorang mukmin yang sejati, yang mengikuti Rasulullah Saw.

Kita juga telah menyimak, betapa tingginya etos dan dedikasi al-Khayyat dalam mengajarkan Al-Quran sekaligus sebagai candradimuka untuk menyucikan jiwa dari segala kotoran.

Al-Khayyat adalah satu contoh, di antara orang-orang yang sepantasnya mendapat pujian dari Allah sebagaimana dalam surah al-Fushilat: 33, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal salih, dan berkata: sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri.”

Baca juga: Variasi Qiraat Al-Quran dan Contohnya dalam Surat Al-Fatihah Ayat 4

Kita juga kembali diingatkan akan ungkapan Imam Syafii yang dikutip oleh murin kinasih beliau, al-Muzani, bahwa barangsiapa belajar Al-Quran maka ia memperoleh derajat yang luhur.” Fragmen ini dikutip al-Dzahabi dalam kitabnya, Siyar A’lam al-Nubala`.

Demikian juga ungkapan al-Hafiz Ibn Hajar dalam Fathul Bari-nya,  bahwa tidak bisa disangkal, bahwa seseorang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya sekaligus, selain akan membawa kesempurnaan pada dirinya, juga membawa kesempurnaan pada orang lain. Sebab dengan begitu, ia mendapat manfaat pribadi, dan orang lain pun juga mendapat manfaat darinya. Di situlah keutamaannya.

Al-Khayyat adalah contoh bagaimana Allah benar-benar menjamin siapa di antara hamba-Nya yang menjaga Kalam-Nya. Satu kisah dituturkan Abu Sa’d al-Sam’ani dalam tarikhnya.

Ia berkata; “aku mendengar dari Ja’far Umar bin al-Mubarak bin Sahlan, ia mendengar dari al-Husain bin Khasr al-Balkhiy, ia berkata; “aku bermimpi bertemu dengan Syaikh Abu Manshur al-Khayyat, lalu kutanyakan kepadanya: “apa yang Allah lakukan kepadamu, wahai Syaikh?””

Abu Manshur al-Khayyat menjawab: “Dulu semasa di dunia, aku mengajari anak-anak kecil membaca surah al-Fatihah hingga tuntas. Sebab itulah Allah mengampuni segala dosaku dan menarimaku di sisiNya.” Wallahu a’lam.

Khoirul Athyabil Anwari
Khoirul Athyabil Anwari
Khoirul Athyabil Anwari, Santri Pondok Pesantren Al-Imdad, Bantul, Yogyakarta. Minat pada kajian keislaman. Bisa disapa di Twitter (@ath_anwari)
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...