Komunikasi menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan umat manusia. Sebagai proses penyampaian informasi, komunikasi melibatkan dua pihak, penyampai dan penerima. Agar terjalin dengan baik, komunikasi harus dilakukan dengan etika yang baik pula. Dalam beberapa ayat, Alquran menyinggung tentang bagaimana etika komunikasi, salah satunya pada Surah Azzumar ayat 17-18:
وَالَّذِيْنَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوْتَ اَنْ يَّعْبُدُوْهَا وَاَنَابُوْا اِلَى اللّٰهِ لَهُمُ الْبُشْرٰى فَبَشِّرْ عِبَادِ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَه ۗ اُولٰۤئِكَ الَّذِيْنَ هَدٰىهُمُ اللّٰهُ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمْ اُولُوا الْاَلْبَابِ
Orang-orang yang menjauhi tagut, (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali (bertobat) kepada Allah, bagi mereka berita gembira. Maka, sampaikanlah kabar gembira itu kepada hamba-hamba-Ku. (Yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah ululalbab (orang-orang yang mempunyai akal sehat). (Azzumar ayat 17-18)
Latar belakang turunnya ayat
Imam al-Wahidi dalam kitab Asbab al-Nuzul, menguraikan sebab turunnya Surah Azzumar ayat 17 dan 18 secara terpisah menjadi dua bagian. Surah Azzumar ayat 17 turun ditujukan kepada Zaid bin ‘Amr, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi. Pada masa sebelum datangnya Islam, mereka bertiga tidak menyembah berhala sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan orang-orang Arab Jahiliyah. Merekalah yang dimaksud pada ayat tersebut sebagai “Orang-orang yang menjauhi tagut, (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali (bertobat) kepada Allah…”
Baca juga: Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 31: Begini Adab Memasuki Masjid
Sementara ayat 18 turun berkenaan dengan peristiwa berimannya 6 orang Sahabat, yakni Usman bin Affan, Abdurrahman bin ‘Auf, Thalhah, Zubair, Sa’id bin Zaid, dan Sa’ad bin Abi Waqqash setelah mendengar penjelasan Abu Bakar al-Shiddiq mengenai kepribadian Nabi Muhammad saw.. Berdasarkan riwayat ini, enam Sahabat itulah yang dimaksud pada potongan ayat 18 sebagai orang yang mengikuti sebaik-baik perkataan yang didengarkan. (Asbab al-Nuzul, 382)
Berbeda dengan Imam al-Wahidi, Imam al-Suyuthi dalam Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul menyebutkan Surah Azzumar [39]:18 turun berkenaan dengan peristiwa yang terjadi pasca turun ayat Alhijr 44:
لَهَا سَبْعَةُ اَبْوَابٍۗ لِكُلِّ بَابٍ مِّنْهُمْ جُزْءٌ مَّقْسُوْمٌ
Neraka Jahanam mempunyai tujuh pintu. Setiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan tertentu dari mereka. (Alhijr ayat 44)
Pada saat itu, datanglah seorang laki-laki dari kaum Anshar menghadap Rasulullah saw. lalu berkata: “Ya Rasulullah, aku mempunyai tujuh hamba yang telah aku merdekakan seluruhnya untuk ketujuh pintu neraka.”, lalu turunlah ayat ini. Pemuda dari kaum Anshar tersebut dianggap telah mengikuti dan mengamalkan apa yang terbaik dari firman Allah swt. yang didengarnya. (Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, 222)
Tafsir ayat
Penggalan ayat, “Orang-orang yang menjauhi taghut, (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali (bertobat) kepada Allah, bagi mereka berita gembira,” menyiratkan korelasi yang erat antara menghindari kesyirikan dengan ibadah kepada Allah swt.. Seseorang belum bisa dianggap selamat jika sekedar menafikan dan tidak berbuat syirik, akan tetapi harus ada tindak lanjut berupa beribadah dan mengesakan-Nya. Dengan kata lain, seseorang baru bisa dianggap sebagai muslim seutuhnya jika ia mampu menjauhi larangan Allah swt. dan mengerjakan segala perintah-Nya secara bersamaan. (Tafsir Al-Mishbah/11/468)
Baca juga: Tafsir Surah Ibrahim Ayat 4: Semiotika Komunikasi Umberto Eco dan Pesan Kepada Para Mufasir
Etika komunikasi
Pada Surah Azzumar ayat 17-18, kata kunci yang menunjukkan adab komunikasi ialah redaksi ahsan al-qaul. Salah satu indikator dari orang-orang yang diberi petunjuk, yang disebutkan pada akhir ayat 18 adalah mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Sampai di sini, para ulama memiliki penafsiran yang beragam mengenai maksud dari “mendengarkan perkataan (qaul)” dan “mengikuti perkataan yang paling baik (ahsan al-qaul).”
Beberapa pendapat menafsirkan maksud dari “mengikuti perkataan yang paling baik” adalah dalam bentuk perbuatan dan pengamalan. Di antaranya sebagai berikut:
- Mendengarkan Alquran dan sabda Rasulullah saw., mengikuti hukum yang terkandung di dalamnya dan mengamalkannya
- Mendengarkan hukum-hukum wajib dan sunah, lalu mengamalkan hukum yang wajib
- Mendengarkan pilihan antara melaksanakan hukuman yang diwajibkan atau memaafkan, lantas memilih untuk memaafkan
Mufasir lain memaknai ahsan al-qaul dalam bentuk perkataaan seperti Alquran. Ada pula yang berpendapat kalimat la Ilaha Illa Allah yang diucapkan oleh orang yang meninggalkan penyembahan berhala dan memilih mengesankan Allah swt. pada masa sebelum kedatangan agama Islam adalah ahsan al-qaul yang dimaksud pada ayat tersebut. (Tafsir al-Qurthubi/8/159)
Baca juga: Maqashid Al-Quran dari Ayat-Ayat Perang [2]: Mengembangkan Kemampuan Akal dalam Berkomunikasi
Para ulama yang menjadikan Alquran sebagai sebaik-baik perkataan yang dimaksud pada ayat tersebut menyandarkan argumennya pada keterangan Surah Az-Zumar [39]:18 (Tafsir al-Karim ar-Rahman: 848-849)
اَللّٰهُ نَزَّلَ اَحْسَنَ الْحَدِيْثِ كِتٰبًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَۙ
Allah telah menurunkan perkataan yang terbaik, (yaitu) Kitab (Alquran) yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang. (Azzumar ayat 23)
Selain dalam bentuk pengamalan dan ucapan, penafsiran lain yang menjelaskan ahsan al-qaul adalah agama lslam. Secara sosio-historis, Islam hadir di tengah keragaman agama dan keyakinan masyarakat Arab pada saat itu. Beberapa di antaranya mengingkari keberadaan tuhan, sebagian yang lain telah beriman namun masih musyrik, ada pula pemeluk agama sebelum Islam yang memiliki kitab dan rasul, seperti Yahudi dan Nasrani. Masing-masing kelompok berbicara dan membuat pernyataan berdasarkan keyakinan yang dianut. Maka dari itu, Islam merupakan sebaik-baik perkataan (ahsan al-qaul) dari berbagai macam perkataan yang diucapkan oleh kelompok dengan berbagai keyakinan tersebut.