Al-Quran merupakan kitab suci sekaligus pedoman hidup umat Islam sepanjang masa yang mereka yakini terbebas dari segala bentuk penambahan maupun pemalsuan di dalamnya. Sebagai kitab suci, al-Quran sangat menarik perhatian untuk ditelaah dan dikaji lebih dalam baik oleh kaum muslim maupun non muslim. Selain itu, meski al-Quran berasal dari wilayah Timur, namun kajian tentang al-Quran cukup populer di wilayah Barat. Hal ini dapat terlihat dengan munculnya istilah orientalisme yang digunakan untuk menyebut cabang ilmu terkait kajian-kajian bangsa Timur.
Tokoh-tokoh orientalisme Antara lain Thoshihiko Izutsu, Ignaz Goldzhiher, Arthur Jeffrey, Mingana, Theodor Noldeke, John Wansbrough serta masih banyak lagi. Kajian para orientalis terhadap al-Quran dimulai dengan usaha untuk menerjemahkan al-Quran seperti yang dilakukan oleh A. J. Arbery. Namun, seiring perkembangan zaman, kajian yang dilakukan orientalis pun semakin beragam. Secara umum, pembahasan orientalis terhadap al-Quran meliputi tiga hal, yakni usaha untuk mencari pengaruh Yahudi-Kristen dalam al-Quran, usaha membuat rangkaian kronologis al-Quran, serta karya-karya yang menjelaskan al-Quran secara keseluruhan maupun pada aspek-aspek tertentu saja.
Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas konsep pengaruh Yahudi dan Kristen dalam al-Quran oleh para orientalis beserta respons Fazlur Rahman mengenai hal tersebut.
Pengaruh Yahudi dan Kristen dalam Al-Quran
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa kajian orientalis terhadap al-Quran terbagi menjadi tiga tema besar. Adapun Wansbrough termasuk ke dalam golongan yang pertama yakni berusaha mencari pengaruh Yahudi-Kristen dalam al-Quran. Di dalam bukunya yang berjudul Quranic Studies terdapat tiga tesis terkait pembuktian bahwa al-Quran mendapat pengaruh dari Yahudi-Kristen; Pertama, al-Quran tercipta dalam suasana perdebatan sektarian Yahudi-Kristen. Kedua, al-Quran merupakan bentuk perpaduan berbagai tradisi. Ketiga, al-Quran merupakan sebuah ciptaan setelah meninggalnya Muhammad.
Berdasarkan hal tersebut, Wansbrough kemudian mengajukan empat asumsi historis; Pertama, tidak terdapat atau ditemukannya sumber-sumber sejarah tertulis Islam termasuk al-Quran hingga abad ketiga. Kedua, akibatnya, sumber-sumber tersebut tak dapat dijadikan sebagai dasar dalam menentukan sejarah Islam. Ketiga, ditemukannya bahwa sumber-sumber yang berasal dari luar Islam menyebutkan bahwa al-Quran merupakan teks Hijazi yang berasal dari luar daerah Arab. Keempat, untuk memahami sumber-sumber tersebut harus dengan melihat pengaruh Yahudi dalam perkembangan kaum Muslim.
Orientalis lainnya, seperti Hartwig Hirschfeld juga menyatakan bahwa al-Quran mendapat pengaruh Yahudi dan Kristen. Hal ini ia buktikan dengan menunjukkan sejumlah kosa kata asing pada al-Quran, yang menurutnya dapat menjadi bukti bahwa Islam tidak orisinal. Dalam bukunya yang berjudul Judische Elemente im Koran, ia juga mengatakan bahwa persoalan yang dihadapi dalam mengkaji al-Quran adalah tentang bagaimana memastikan sebuah ekspresi atau ide benar-benar muncul dari kekayaan spiritual Muhammad atau sebaliknya, yakni merupakan pinjaman dari sumber lain.
Pendapat Hartwig Hirschfeld tersebut senada dengan pernyataan Samuel Zwemer, seorang misionaris internasional. Ia menyatakan bahwa pada kesimpulannya Islam hanyalah merupakan cangkokan berbagai unsur-unsur lama yang dilakukan oleh Muhammad yang jenius. Sehingga, dalam Islam sendiri sebenarnya tidak dapat kemuliaan sama sekali.
Baca juga: Pro Kontra Teori Peminjaman dan Keterpengaruhan Al-Quran Terhadap Yahudi dan Nasrani
Respons Fazlur Rahman atas Konsep Pengaruh Yahudi –Kristen dalam Al-Quran
Fazlur Rahman merupakan seorang sarjana muslim yang dibesarkan dalam keluarga yang menganut madzhab Hanafi. Ia dikenal menguasai banyak bahasa, di antaranya bahasa Inggris, Jerman, Arab, Latin, Perancis, Persia, Turki, Urdu, serta Yunani. Adapun terkait pemikirannya, dapat diklasifikasikan melalui tiga periode; yakni periode awal (yang mana karyanya banyak merupakan kajian historis), periode Pakistan (karyanya bersifat historis sekaligus interpretatif), dan periode Chicago (karyanya bersifat normatif murni).
Menanggapi tiga tesis Wansbrough tentang pengaruh Yahudi-Kristen dalam al-Quran, Rahman dalam bukunya yang berjudul Major Themes Of The Qur’an, mengatakan bahwa kajian tersebut sangat disayangkan. Sebab usaha yang dilakukan oleh Wansbrough maupun orientalis lainnya sangat terlihat sebagai keinginan untuk membuktikan dan memperlihatkan bahwa al-Quran tidak lebih dari sekadar gema Yahudi-Kristen.
Dampaknya, karya-karya terkait isu tersebut kebanyakan hanya membahas mengenai Muhammad sebagai murid seorang Yahudi maupun Kristen. Namun, isu mengenai keberadaan serta ide dalam Yahudi-Kristen di Arab khususnya Mekkah tidak disentuh sama sekali.
Rahman juga menambahkan terkait pendapat Wansbrough yang menyatakan bahwa al-Quran hanyalah perpaduan berbagai tradisi, yang menurutnya bersifat post profetik. Sebab, pendapat Wansbrough tersebut nyatanya tidak memiliki data-data sejarah yang cukup kuat mengenai asal-usul, orang-orang yang terlibat, serta sifat tradisi-tradisi tersebut.
Terakhir, Rahman mempertanyakan jenis pendekatan yang digunakan Wansbrough dalam mengkaji al-Quran. Sebab menurutnya, Wansbrough memisahkan signifikansi antara sejarah dengan eskatologis saat membahas al-Quran. Padahal, tidak ada pemisahan seperti itu di dalam Al-Quran.
Baca juga: Fazlur Rahman: Sarjana Muslim Pencetus Teori Double Movement
Kesimpulan
Kajian tehadap al-Quran yang dilakukan oleh para orientalis tentu tidak dapat dihindari. Sebab, al-Quran sejak dulu hingga saat ini menjadi objek yang menarik untuk dikaji. Sebagian orientalis, terutama di periode awal melakukan kajian terhadap al-Quran mungkin dalam rangka mendiskreditkan agama Islam, namun perlu diingat bahwa terdapat orientalis yang nyatanya turut berkontribusi dalam pengembangan wawasan keilmuan umat Islam.
Menanggapi hal tersebut, seperti yang kita ketahui, bahwa kebanyakan sarjana Timur Tengah hanya mengutuk para orientalis tanpa melakukan klarifikasi. Namun, berbeda dengan Fazlur Rahman yang berupaya menjawab dan mengklarifikasi karya-karya Barat terkait al-Quran dengan menulis karya intelektual yang serupa, misalnya buku Major Themes Of The Qur’an. Selain sebagai upaya klarifikasi, karya Rahman ini juga berfungsi sebagai bacaan yang dapat memperkaya pengetahuan pembacanya terkait sejarah al-Quran maupun konteks kajian teksnya.
Baca juga: Delapan Tema Pokok Al-Quran Menurut Fazlur Rahman (1)