BerandaKhazanah Al-QuranAnjuran Menghayati Bacaan Alquran hingga Menangis

Anjuran Menghayati Bacaan Alquran hingga Menangis

Alquran tidak hanya merupakan bahan bacaan saja yang satu hurufnya dinilai sepuluh kebaikan. Tidak kalah penting, Alquran selayaknya diposisikan sebagai bahan renungan bagi pembacanya. Ketika membaca Alquran, seseorang dianjurkan melakukan penghayatan yang dalam serta menghubungkan nasihat-nasihat Alquran dengan dirinya sendiri.

Itulah yang dilakukan oleh assalafusshalih (orang-orang saleh terdahulu). Imam Muhyiddin Abu Zakariya An-Nawawi dalam kitabnya, Al-Adzkar An-Nawawiyyah (juz 1, hal. 165) menyebutkan salah satu anjuran ketika membaca Alquran adalah membacanya sambil menangis. Menangis menunjukkan pembaca sangat menghayati bacaannya. Jika tidak bisa menangis, maka tidak mengapa dia berpura-pura dan memaksakan diri untuk menangis.

Pernyataan ini didukung sebuah hadis riwayat Imam Al-Baihaqi dan Ibnu Majah bahwa Raulullah saw. meminta pembaca Alquran untuk berpura-pura menangis jika tidak bisa menangis dengan sendirinya.

اِنَّ هَذَا الْقُرْاَنَ نَزَلَ بِخُزْنٍ فَاِذَا قَرَاْتُمُوْهُ فَابْكُوْا فَاِنْ لَمْ تَبْكُوْا فَتَبَاكَوْا

Artinya: Sesungguhnya Alquran ini diturunkan dengan kepedihan. Jika kalian membacanya, maka menangislah. Jika tidak bisa menangis, maka pura-puralah menangis (Sunan Ibn Majah, hal. 424).

Perlu digarisbawahi pura-pura menangis dalam hal ini adalah suatu paksaan untuk melatih diri memiliki jiwa yang peka. Bukan pura-pura menangis agar diangap khusyuk oleh orang lain.

Menangis saat membaca Alquran adalah implikasi kekhusyukan

Imam Nawawi mengatakan bahwa menangis saat membaca Alquran sangat disunnahkan, sebab ia adalah ciri-ciri orang yang arif dan hamba yang saleh.

Imam Nawawi juga mengatakan bahwa menangis ketika membaca Alquran adalah suatu implikasi kekhusyukan. Beliau mengambil pijakan dari Q.S. Alisra: 109 yang berbunyi:

وَيَخِرُّوۡنَ لِلۡاَذۡقَانِ يَبۡكُوۡنَ وَيَزِيۡدُهُمۡ خُشُوۡعًا

Artinya: Mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.

Lebih lanjut, Ibnu Mas’ud meriwayatkan hadis yang menceritakan dirinya pernah disuruh oleh Rasulullah saw. untuk membacakan Alquran di hadapanya. Lalu Rasulullah saw. pun menangis. Hadis tersebut termaktub dalam Shahih al-Bukhari yang bunyinya sebagai berikut:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ قَالَ لِيْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْرَاْ عَلَيَّ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ اَقْرَاُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ اُنْزِلَ قَلَ نَعَمْ فَقَرَاْتُ سُوْرَةُ النِّسَاءِ حَتَى اَتَيْتُ اِلَى هَذِهِ الْاَيَةِ (فَكَيْفَ اِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ اُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيْدًا) قَالَ حَسْبُكَ الْاَنَ فَالْتَفِتُّ اِلَيْهِ فَاِذَاعَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ

Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata: “Rasulullah saw. pernah bersabda kepadaku: “Bacakan Alquran untukku.” Aku pun berkata: “Wahai Rasulullah, apakah aku akan membacanya untuk Anda, padahal kepada Andalah Alquran diturunkan?” Rasulullah menjawab: “Iya.” Lalu aku pun membacakan surah Annisa, hingga sampai pada ayat ‘Dan bagaimanakah sekiranya kami mendatangkanmu sebagai saksi atas mereka.’ Lalu Rasulullah saw. Bersabda: “Cukuplah.” Lalu aku menoleh ke arah Rasulullah dan ternyata kedua mata beliau sudah meneteskan air mata.” (Shahih al-Bukhari, juz 6, hal. 196).

Begitu lembutnya hati Rasulullah saw. sehingga beliau menangis ketika dibacakan Alquran oleh Ibnu Mas’ud. Tidak hanya cerita Rasulullah saw. yang tak tahan menahan air mata ketika dibacakan Alquran, para sahabat dan tabiin, hingga salafussalihin pun bergetar hatinya disertai deraian air mata ketika membaca atau dibacakan Alquran.

Baca juga: Makna Tadabbur Alquran dan Implementasinya

Kisah sahabat dan tabiin menangis ketika membaca Alquran

Di dalam buku Al-Buka ‘Inda Qira’at al-Qur’an karya Abdullah bin Ibrahim Al-Luhaidan diceritakan bagaimana sikap beberapa sahabat Nabi saw. beserta para tabiin dan atba’ attabiin ketika membaca ayat-ayat Alquran, khususnya ayat-ayat yang menyentuh hati mereka sehingga mereka hanyut dalam tangisan yang mendalam.

Diceritakan oleh Aisyah r.a bahwa Abu Bakar sangat lembut hatinya. Tiap kali membaca Alquran air matanya tak terbendung. Ketika beliau membaca Alquran dalam salatnya di masjid depan rumahnya, beberapa wanita kafir yang sedang lewat berhenti karena mendengar tangisannya yang terus-menerus.

Umar bin Khattab yang terkenal keras pendirianya, suatu ketika menjadi imam salat dan membaca surah Yusuf, ketika sampai pada ayat 86, air matanya tak terbendung mengalir sampai ke dada. Ayat ini menjelaskan bahwa pengaduan tentang segala hal harus kepada Allah Swt. semata. Dia kemudian tidak bisa keluar rumah beberapa hari. Para sahabat yang menjenguknya mengira dia sedang sakit.

Abdullah bin Abbas r.a. menangis tersedu-sedu sambil mengulang-ngulang Q.S. Qaf ayat 19 yang menjelaskan bahwa kematian pasti terjadi bagi setiap orang. Sakaratul maut pasti adanya dan semua orang pasti mengalaminya.

Abdullah putra Umar r.a. menangis dengan sekeras-kerasnya ketika membaca Q.S. Albaqarah: 284. Ayat ini menjelaskna bahwa tidak ada kata samar di hadapan Allah. Allah mengetahui isi hati kita sepenuhnya. Putra Umar ini juga menangis ketika membaca Q.S. Alhadid ayat 16 yang menegur manusia yang menunda-nunda taubat kepada Allah Swt.

Sahabat lain, Abu Musa Al-Asy’ari r.a. dan Abdurrahman bin Auf juga menangis ketika membaca Q.S. Alinfithar ayat 6 sambil menyebut dirinya manusia bodoh karena kurang memikirkan sebab-sebab perbuatan dosanya.

Itulah sekelumit kisah dari para sahabat dalam mendalami Alquran. Mereka hanyut dalam tangisan bukan karena sedih. Tangisan mereka adalah bukti khusyukan, kelembutan hati, dan ketaatan mereka. Hal tersebut bisa menjadi contoh bagi kita untuk ikut serta mendalami isi Alquran dan hanyut dalam tangisan.

Jika belum bisa menangis dalam membaca Alquran, maka hendaknya kita paksakan hati ini untuk menangis. Ambil ayat-ayat yang menyentuh diri kita, yang menyindir perilaku kita, lalu resapi seraya meminta ampun kepada Sang Maha Esa. Wallahua’lam.

Baca juga: Tadabur Alquran pun Ada Kaidahnya

Abdullah Rafi
Abdullah Rafi
Mahasiswa Manajemen Dakwah UIN Sunan Kalijaga
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...