Di tengah umat Islam – khususnya antara aliran Asy’ariyah dan Muktazilah – sering terjadi perbedaan pendapat berkenaan apakah Allah swt mengatur seluruh tindakan manusia atau tidak? Perdebatan ini biasanya berujung pada anggapan bahwa segala tindakan manusia telah “diskenario” oleh Allah swt atau sebaliknya manusia “bebas-mandiri” dalam bertindak atau di tengah-tengah keduanya (Studi Ilmu Kalam).
Pertanyaan apakah Allah swt mengatur seluruh tindakan manusia memang cukup sulit untuk dijawab. Jika jawabannya terlalu condong pada kenyataan bahwa Allah swt Maha Penentu takdir seluruh makhluk, maka yang mungkin terjadi adalah hilangnya eksistensi manusia dan penyandaran tindakan keburukan kepada-Nya. Di sisi lain, jawaban yang menekankan pada kemandirian manusia membuat peran Allah ternegasikan.
Salah satu sumber atau akar perdebatan “apakah Allah swt mengatur seluruh tindakan manusia atau tidak?” adalah penafsiran terhadap surah as-Saffat [37] ayat 96. Secara literal ayat ini memang berbicara mengenai totalitas peran Allah dalam kehidupan manusia, mulai dari menciptakan mereka hingga apa yang mereka perbuat (tindakan). Namun, ayat tersebut mesti dipahami dalam konteks yang proporsional.
Baca Juga: Tafsir Surah Al-Isra Ayat 82: Al-Qur’an Sebagai Syifā’ (Penyembuh) Lahir dan Batin
Firman Allah swt:
وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ ٩٦
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. As-Saffat [37] ayat 96).
Hal pertama yang harus dipahami berkenaan surah as-Saffat [37] ayat 96 adalah ia merupakan bagian dari perkataan Nabi Ibrahim saat mengkritik tajam kaumnya yang membuat berhala dan menyembahnya. Ia berkata, “Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu buat itu? Padahal Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu buat itu. Sungguh ini adalah suatu kebodohan yang luar biasa! (Tafsir al-Misbah)
Imam al-Thabari menyebutkan dalam kitabnya, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, surah as-Saffat [37] ayat 96 setidaknya mengandung dua makna, yaitu: Pertama, jika huruf ma sebelum kata ta’malun dianggap sebagai ma masdar, maka makna ayat ini adalah Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan tindakan kalian. Dalam konteks ini dipahami bahwa Allah swt mengatur segala tindakan manusia.
Kedua, jika huruf ma sebelum kata ta’malun berarti alladzi atau “yang”, maka makna surah as-Saffat [37] ayat 96 adalah Allah-lah yang telah menciptakan kalian dan yang kalian buat itu. Maksudnya, Allah swt telah menciptakan manusia dan berbagai sumber daya yang dapat digunakan manusia untuk membuat sesuatu, termasuk berhala. Dengan kata lain, ayat ini merupakan sindiran kepada penyembah berhala atas keburukan logika berpikir mereka.
Menurut al-Thabari, makna kedua inilah yang paling akurat (in sya Allah). Imam Qatadah pernah berkata, makna surah as-Saffat [37] ayat 96 ialah Allah-lah yang telah menciptakan kalian dan yang kalian buat dengan tangan kalian itu (berhala). Dengan demikian, ayat ini tidak pada tataran menegaskan tentang kenyataan bahwa Allah swt mengatur seluruh tindakan manusia secara mutlak.
Hal senada juga disampaikan oleh Quraish Shihab. Menurutnya, surah as-Saffat [37] ayat 96 tidak terfokus pada doktrin teologi tertentu, baik Jabariyah (fatalisme) ataupun Qadariyah. Ayat ini pada hakikatnya berisi tentang kecaman nabi Ibrahim kepada kaumnya karena menyekutukan Allah, padahal Dia adalah Pencipta segala sesuatu, baik secara langsung ataupun melalui pelimpahan daya kepada manusia.
Sedangkan Abu Manshur al-Maturidi menyebutkan, surah as-Saffat [37] ayat 96 berisi tentang dalil bahwa Allah swt mengatur segala tindakan manusia. Bagi pengikut Asy’ariyah, melalui ayat ini Allah ingin menegaskan bahwa diri-Nya telah menciptakan manusia dan setiap perbuatan manusia. Tidak ada satu perbuatan manusia pun yang lepas dari pengaturan-Nya (Tafsir al-Maturidi).
Pendapat Abu Manshur al-Maturidi di atas dikuatkan oleh Imam al-Tsa’labi. Ia menerangkan dalam al-Kasyf wa al-Bayan ‘an Tafsir al-Qur’an surah as-Saffat [37] ayat 96 adalah dalil yang menunjukkan bahwa tindakan atau perbuatan makhluk merupakan ciptaan Allah swt. Ia juga menyebutkan secara eksplisit ayat ini membatalkan paham aliran Qadariyah dan Jabariyah.
Di sisi lain, pemilik al-Kasysyaf ‘an Haqaiq Gawamid al-Tanzil, yakni Abu al-Qasim Mahmud al-Zamakhsyari, penganut paham Muktazilah, menerangkan bahwa pandangan yang disampaikan oleh al-Maturidi dan kawan-kawan berkenaan surah as-Saffat [37] ayat 96 telah merusak nazm Al-Qur’an. Makna yang benar adalah Allah-lah yang telah menciptakan kalian dan yang kalian buat dengan tangan kalian itu (berhala).
Baca Juga: Tafsir Surat Al-An’am Ayat 108: Pentingnya Tindakan Preventif dalam Bersikap
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis lebih condong kepada keterangan yang menyebut bahwa makna surah as-Saffat [37] ayat 96 Padahal Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu buat itu. Ada dua alasan kenapa makna ini lebih penulis kedepankan, yakni: Pertama, sesuai dengan nazm Al-Qur’an. Karena kedudukan kalimat ma ta’malun serupa dengan kedudukan kalimat ma tanhitun pada ayat sebelumnya (ayat 95).
Kedua, makna ini lebih proporsional dan cocok jika dihubungkan dengan konteks kritik tajam Nabi Ibrahim kepada kaumnya yang menyembah berhala. Ayat ini seakan berkata, “Oh alangkah celakanya kalian wahai kaumku. Kalian semua menyembah berhala yang telah kalian buat dengan tangan sendiri. Padahal Allah lah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian buat itu, yakni kayu atau batu yang menjadi bahan dasar pembuatan berhala.”
Kendati penulis menegaskan bahwa makna ayat ini adalah Padahal Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu buat itu, namun bukan berarti ini menegasikan kenyataan Allah swt mengatur seluruh tindakan manusia. Tidak ada sesuatu pun yang keluar dari kendali atau pengaturan-Nya. Namun di sisi lain, manusia tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, karena Dia telah menganugerahkan mereka kebebasan memilih (freewill). Wallahu a’lam.