BerandaTafsir TematikAt-Taubah Ayat 122: Pentingnya Tafaqquh fiddin bagi Generasi Muda

At-Taubah Ayat 122: Pentingnya Tafaqquh fiddin bagi Generasi Muda

Generasi muda adalah harapan bangsa. Di tangan mereka estafet kepemimpinan sebuah bangsa ditentukan. Tidak salah jika Bapak Proklamator, Bung Karno, pernah berkata “Berikan aku 10 pemuda maka akan aku goncangkan dunia”. Ungkapan Bung Karno tersebut bukanlah omong kosong belaka.

Dalam sejarah, kita dapat melihat para generasi muda memainkan peran penting. Nabi Muhammad saw, misalnya, di usia 17 tahun sudah mendapat gelar Al-Amin. Muhammad Al-Fatih ketika berusia 25 tahun mampu menaklukkan Konstantinopel di Romawi Timur. Tentu saja masih banyak lagi pemuda/i yang memiliki kiprah penting dalam sejarah Islam.

Sejalan dengan hal di atas, untuk mempersiapkan generasi muda yang berkualitas dan berintegritas, diperlukan bekal pemahaman (tafaqquh) yang memadai. Termasuk pemahaman agama (tafaqquh fiddin). Di dalam Al-Qur’an, secara ekplisit tafaqquh fiddin terdapat dalam QS. At-Taubah [9]: 122.

۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ

Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya?

Tafsir ayat

Syaikh Mutawwali Sya’rawi dalam kitab Tafsir asy-Sya’rawi mendefenisikan yang dimaksud dengan al-fiqh adalah al-fahm. Akan tetapi al-Fiqh menjadi disiplin tersendiri yang lebih spesifik yang tertuju pada pemahaman akan hukum-hukum Allah (Tafsir as-Sya’rawi, jilid 9, hlm. 5579)

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Isra Ayat 32: Kekejian Kekerasan dan Pelecehan Seksual

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah berpendapat bahwa kata liyatafaqqahu terambil dari kata fiqh, yang berarti pengetahuan yang mendalam akan hal-hal yang sulit dan tersembunyi. Sedangkan penambahan huruf ta pada frasa liyatafaqqahu mengandung makna kesungguhan upaya, yang dengan keberhasilan upaya itu para pelaku menjadi pakar-pakar dalam bidangnya. (al-Misbah, Vol. 5, Juz 15, hlm. 289)

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa golongan-golongan itu (muda ataupun tua) keluar jika panggilan (berperang) telah datang. Sehingga mereka berbondong-bondong mendatangi Rasulullah untuk mendaftarkan diri. Akan tetapi, dalam konteks ayat di atas, menurutnya, hendaklah dari golongan-golangan yang banyak itu, ada sebagian golongan (thaifatun) yang bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuannya dalam agama (tafaqquh fiddin) (al-Azhar, Vol. 4, hlm. 3167).

Tafsir Kementerian Agama menyebutkan bahwa dalam ayat ini Allah Swt menerangkan bahwa tidak semua orang mukmin harus berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi harus menuntut ilmu dan mendalami agama Islam, supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat sehingga kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.

Refleksi Ayat

Dengan demikian, ayat ini mempunyai hubungan yang cukup relevan jika dikaitkan dengan generasi muda hari ini. Sebab pemuda adalah simbol dari masa depan sebuah bangsa. Juga merupakan fase terbaik dalam fase kehidupan seseorang. Dalam suatu kesempatan, Rasulullah pernah memberi peringatan terhadap masa muda dalam sebuah haditsnya:

“Gunakanlah (oleh kalian) lima perkara sebelum datang lima lainnya: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, kekayaanmu sebelum jatuh miskinmu, waktu luangmu sebelum waktu sibukmu, dan hidupmu sebelum datang kematian” (Riwayat al-Baihaqi dari Ibn Abbas) dikutip dari kitab Mukhtar al-Hadits hlm. 25.

Di dalam Al-Qur’an, banyak kisah terkait pemuda yang patut kita teladani seperti Ismail ketika menyerahkan kepada ayahnya untuk disembelih (QS. As-Shaffat [37]: 102). Dan masih banyak pemuda yang dapat di jadikan role model  di dalam Al-Qur’an.

Baca Juga: Empat Rupa I’jaz Al-Quran Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar

Di tengah bonus demografi dan derasnya informasi dimedia sosial, sudah seharusnya generasi muda tidak hanya berbekal mbah google dalam mempelajari agama. Internet sebagai informasi tentu boleh-boleh saja, tetapi tidak untuk mempelajari agama. Sebab, mempelajari agama tanpa melalui guru bisa sesat dan menyesatkan. Inilah pentingngnya belajar agama dengan sanad yang jelas bagi generasi muda.

Karenanya, penting bagi generasi muda untuk tafaqquh fiddin, sebagai fungsi ilmu adalah, selain mencerdaskan diri sendiri, untuk mencerdaskan umat. Ini adalah amanah yang merupakan bagian dari untuk melanjutkan estafet kepemimpinan dakwah dan mempertahankan kelanggengannya. Apalagi hari-hari ini, selogan kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah sering kali dimakanai sangat tekstual dan serampangan. Disinilah pemuda menemukan momentum tersebut untuk mengembalikan dan mengedukasi pemahaman Islam yang sesungguhnya. Wallahu’alam bish-showab.

Abdus Salam
Abdus Salam
Alumni STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta. Penikmat kopi dan kisah nabi-nabi.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...