BerandaUlumul QuranEmpat Rupa I’jaz Al-Quran Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar

Empat Rupa I’jaz Al-Quran Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar

Al-Quran adalah mukjizat bagi Nabi Muhammad Saw. Al-Quran sendiri merupakan mukjizat yang masih tetap bisa diakses oleh umat Nabi Muhammad Saw. meski Nabi sendiri telah wafat, berbeda dengan mukjizat-mukjizat Nabi sebelumnya. Inilah salah satu keunggulan dan kelebihan Al-Quran dibanding mukjizat yang lain. Selain itu, dari dalam Al-Quran itu sendiri, ia juga mempunyai beberapa keistimewaan yang dapat melawan pihak yang tidak mempercayainya. Penjelasan terkait keunggulan dan keistimewaan Al-Quran ini terangkum dalam kajian kemukjizatan al-Qur’an atau yang biasa disebut dengan i’jaz Al-Quran.

Tentang kemukjizatan Al-Qur’an, Quraish Shihab dalam buku Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Aspek Ilmiah dan Pemberitaan Gaib mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mukjizat Al-Quran adalah mukjizat yang terdapat di dalam Al-Qur’an, bukannya bukti kebenaran yang datang dari luar Al-Qur’an atau faktor luar (Shihab, hlm. 45). Jadi memang ada di dalam bagian Al-Quran itu sendiri yang mempunyai sifat melemahkan orang yang tidak percaya dan mengingkari kebenaran Al-Quran.

Al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani menambahkan bahwa sisi kemukjizatan Al-Qur’an meliputi seluruh Al-Quran, baik secara keseluruhan maupun sebagian, dan ukuran terkecil bagi kemukjizatan Al-Qur’an adalah surah quran yang terpendek. (Al-Alusi, Vol. 1 Juz 1, hlm. 57)

Baca Juga: Mengapa Al-Quran Mukjizat Terbaik? Ini Jawaban al-Suyuthi dalam al-Itqan

Empat bentuk i’jaz Al-Quran dalam Tafsir Al-Azhar

Sedangkan menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, i’jaz Al-Qur’an adalah upaya pelemahan terhadap siapa saja yang meniru atau menyamai, apalagi sampai menandangi dan melebihinya. (Al-Azhar, Vol. 1, hlm. 11) Bagaimana bentuk upaya-upaya pelemahan tersebut? Berikut rupa i’jaz Al-Quran menurut Hamka.

Hamka kemudian mencoba mengemukakan empat rupa i’jaz yang terdapat dalam Al-Qur’an yaitu; pertama, aspek fashahah dan balaghah. Menurutnya, Al-Qur’an memiliki derajat amat tinggi dari segi maknanya. Keindahan fashahah dan balaghahnya membuat pendengarnya terpesona. Susunan al-Quran, menurutnya, bukanlah susunan syair, dengan susun rangkaian kata menurut suku-kata bilangan tertentu, dan bukan puisi atau pun prosa dan bukan pula sajak, tetapi Al-Qur’an berdiri sendiri melebihi syair, nashar dan nazham. Belum pernah sebelumnya turun seperti Al-Qur’an hingga membuat orang Arab terpesona. Betapa kagumnya seorang Abu Jahal, Abu Sufyan, al-Walid bin al-Mughirah dan lain-lain terhadap keindahan Al-Qur’an. (al-Azhar, Vol. 1, hlm. 15-16)

Dalam pandangan Al-Alusi, kemukjizatan Al-Qur’an sesuai dengan kecenderungan masyarakat Arab pada saat itu yang mengedepankan aspek balaghah (Al-Alusi, Jilid 3, Juz 3, hlm. 269). Sehingga Al-Qur’an mamapu menyaingi karya para sastrawan kala itu yang menonjolkan aspek seni pengungkapan. Begitulah kemukjizatan Al-Qur’an yang pertama menurut Hamka.

Kedua, Al-Qur’an menceritakan berita masa-masa yang telah lalu. Cerita yang dibawa Al-Qur’an seperti berita tentang kaum ‘Ad, Tsamud, kaum Luth, kaum Nuh, kaum Ibrahim dan lain-lain. Segala berita yang dibawanya, menurut Hamka, adalah benar adanya. Banyak kesesuaian dengan cerita ahlul-kitab, sedangkan yang membawa cerita al-Quran (Nabi Muhammad) dikenal oleh orang sezamannya dengan ummi (butahuruf), tidak pandai menulis dan tidak bisa membaca. Nabi Muhammad juga tidak pernah belajar kepada seorang guru, dan masyarakat Makkah pada waktu itu juga bukan masyarakat ahlul kitab tetapi masyarakat yang menyembah berhala. (al-Azhar, Vol. 1, hlm. 16)

Ketiga, di dalam Al-Qur’an diberitakan tentang hal-hal yang akan terjadi. Hamka memberi contoh QS. Ar-Rum pada ayat-ayat awal bahwa, menurutnya, mulanya orang Rum kalah berperang dengan persia, tetapi sesudah beberapa tahun kemudian, orang Rum pasti akan menang kembali. Ketika orang Rum itu di awal mengalami kekalahan, musyrikin Quraisy bergembira hati, sebab orang Persia yang mengalahkan mereka adalah penyembah berhala pula. Sedangkan kaum Muslimin bersedih hati, sebab orang Rum adalah pemeluk Nasrani, yang pada pokoknya bertauhid juga, artinya dekat dengan Istam. Setelah beberapa tahun kemudian, janji akan kemenangan Rum pun betul-betul terjadi. (al-Azhar, Vol. 1, hlm. 16)

Baca Juga: 3 Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an Menurut Manna’ Khalil al-Qathan

Terakhir, keempat, terdapat beberapa pokok ilmiah yang tinggi di dalam Al-Qur’an mengenai Alam. Menurut Hamka kemukjizatan ini bisa kita lihat ketika Al-Qur’an berbicara tentang kejadian langit dan bumi, bintang-bintang, bulan dan matahari. Dari hal turunnya hujan dan hubungannya dengan kesuburan dan kehidupan. Bahkan dalam QS. Al-Anbiya [21]: 30 disebutkan bahwa pada mulanya langit dan bumi itu menyatu kemudian dipecahkan, beratus tahun kemudian perkembangan ilmu pengetahuan alam menjelaskan bahwasanya bumi ini adalah pecahan dari matahari (al-Azhar, Vol. 1, hlm. 16). Petunjuk ini menurut Hamka tidak bisa diabaikan begitu saja.

Contoh lain yaitu QS. Al-Mu’minum [23]: 12-14 juga membicarakan tentang asal usul kejadian manusia, sebuah topik yang sering dibahas dalam kajian ilmiah. Di ayat tersebut, dinyatakan bahwa proses penciptaan manusia itu dimulai dari saripati tanah lalu menjadi air mani (nuthfah), kemudian menjadi segumpal darah (alaqah) setelah itu menjadi segumpal daging (mudghah). Dari mudghah itu terbentuk menjadi tulang, lalu tulang itu diselimuti oleh daging kemudian menjadi manusia yang bernyawa. Semua hal di atas adalah bukti dari kemukjizatan Al-Qur’an yang sangat mulia.

Demikian empat rupa i’jaz Al-Quran versi Hamka. Empat keistimewaan ini pada dasarnya tidak begitu banyak berbeda dengan pendapat para pengkaji Al-Quran yang lain, hanya saja pada tatanan penerapannya dalam tafsir, mereka berbeda-beda dalam memberikan porsi penjelasan pada keempat poin tersebut. Wallahu’alam bish-showab.

Abdus Salam
Abdus Salam
Alumni STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta. Penikmat kopi dan kisah nabi-nabi.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...